Rabu, 31 Oktober 2007

Creative Team Persembahkan Lagu “Pilgub Damai”

Pilgub Kalbar yang jatuh pada 15 November mendatang juga memantik kreasi anak-anak muda Kalbar. Di bawah payung Creative Team pimpinan Gusti Pordimansyah, SH diluncurkan lagu “Pilkada Damai” atas buah kerjasama dengan KPUD Kalbar.
Setting lokasi pengambilan klip di Jembatan Kapuas II dengan kehidupan sosial masyarakat di Sungai Kapuas, rumah adat, aktivitas pasar, Pemprov dan juga KPUD sebagai penyelenggara pesta demokrasi terbesar di Kalbar.
Lagu Pilkada Damai diciptakan Gusti Pordimansyah yang akrab disapa Odie. Ia bertalenta di bidang seni dengan latar belakang seni pentas dan tarik suara. Ia juga kampiun dalam siaran radio dan enterteinment. Lewat buah kreasinya sudah beberapa lagu dia ciptakan, antara lain selain Pilkada Damai adalah Pemimpin Masa Depan.
Ditemui di A-Cafe, Selasa (30/10) kemarin Odie mengatakan karya ini untuk masyarakat luas. “Kita berkepentingan dengan Pilkada Damai. Siapa pun pemenangnya,” ungkapnya.
Lirik lagu yang dituangkan Odie cukup bernas. Ia mulai dengan kalimat, ”Satu tekad kita bangun khatulistiwa. Bersama raih prestasi. Masa ini telah tiba indahnya demokrasi. Mainkan dengan serasi.”
“Setiap insan pegang peranan. Sukseskan pemilihan. Nikmati perjuangan hargai perbedaan. Hargailah kemenangan.”
“Pilgub yang damai kemenangan sejati. Pilgub ini untuk kita semua. Ciptakan indah ciptakan bahagia. Menuju Kalbar yang jaya.”
Odie mengaku dari narasi di atas juga dinadakan dengan gaya dangdut selain pop. “Peluncuran lagu ini sudah dilakukan pada 28 Oktober kemarin saat launching Pilkada Damai di GOR Pangsuma Pontianak,” ungkapnya.
Odie berharap karyanya dapat disebarluaskan lewat siaran radio dan televisi. “Tergantung dengan KPUD juga,” imbuhnya seraya menikmati burger di A-Cafe. □

Baca selengkapnya..

Nazirin: Jangan Golput

Demokrasi biayanya mahal. Untuk Pilgub Kalbar saja menyedot dana tak kurang dari Rp 86 miliar. Ini sama artinya dengan upaya untuk mengurusi kelahiran seorang pemimpin provinsi di Kalbar butuh dana hingga Rp 86 miliar.
“Oleh karena itu jangan mau golput atau golongan putih yang kerap diartikan sebagai tidak menggunakan hak pilih alias tidak mencoblos,” ungkap Nazirin, anggota KPUD Kalbar di bidang sosialisasi.
Nazirin mengatakan setiap suara besar artinya untuk menentukan nasib kepemimpinan Kalbar selama 5 tahun ke depan. “Kalau dahulu gubernur dipuilih oleh anggota DPRD, kini kitalah yang menentukan.”
Nazirin mengajak masyarakat untuk cerdas dalam memilih. Melihat figur yang tampil, cara kepemimpinannya, konsep yang diutarakannya dan kepercayaan yang disematkan kepadanya. “Kita harus menggunakan hak pilih, karena kalau tidak memilih pun bukan menyelesaikan masalah,” ungkapnya.
Mantan aktivis di Untan era 90-an ini menandaskan, dengan masa kampanye sekarang ini rakyat dapat mengikuti janji-jani calon gubernur. “Masyarakat bisa menagih janji itu kelak. Ini konsekwensi demokrasi,” tuturnya.
Diakui, dengan model pemilihan langsung kecil kemungkinan terjadi beli kucing dalam karung. Terlebih sekarang era terbuka di mana akses koran, televisi dan radio terbuka luas. Dengan demikian masyarakat bisa menilai siapa yang layak menjadi pemimpin, apakah incumbent, ataukah pendatang baru.
Jumlah pemilih yang terdata di Kalbar semuanya 2,9 juta jiwa. Masa pencoblosan jatuh pada 15 November dan dinyatakan sebagai hari libur daerah. □


Baca selengkapnya..

Minggu, 28 Oktober 2007

Alasan Akil-Cornelis Tidak Hadir

Ketua KPUD, Aida Mokhtar, S.Ag, M.Hum wajar kecewa karena dua pasangan kandidat tidak hadir. Tapi ketidak-hadiran pasangan Akil Mochtar-AR Mecer dan Cornelis-Christiandy bukan tanpa alasan. Mereka menilai acara yang dihelat KPUD itu sudah terkategori kampanye di waktu bukan untuk kampanye.
Tim Akil Mochtar dikonfirmasi memberikan tiga alasan. Pertama soal kampanye di luar waktu kampanye. Kedua undangan yang diberikan KPUD via event organizer tergolong sangat mendadak di mana kandidat sudah punya jadwal. Ketiga, Akil Mochtar sedang berada di Kabupaten Sambas.
Cornelis berhalangan hadir di acara grand launching kampanye damai yang digelar KPUD karena pada hari Minggu (28/10) adalah minggu terakhir bulan Maria (dalam kalender agama Katolik. Bulan Maria jatuh pada Mei dan Oktober setiap tahunnya).
Terkait dengan persiapannya menghadapi kampanye dan pemilu Gubernur Kalbar 15 Nopember mendatang, Cornelis dan keluarga berziarah ke Gua Maria Anjungan (tempat ziarah umat Katolik Keuskupan Agung Pontianak) mengadakan misa sekaligus memohon berkat dari Bunda Maria dalam menghadapi pilkada tersebut.
Soal ketidakhadirannya di acara grand launching kampanye damai KPUD, Cornelis lewat ajudannya mengatakan selain memohon berkat kepada Bunda Maria, juga tidak ada kewajiban yang mengharuskan calon hadir dan itu tidak ada dalam UU atau peraturan yang mewajibkan tentang hal itu. □




Baca selengkapnya..

Kampanye Dimulai, Dua Kandidat Absen

Setelah sekian lama para kandidat “puasa” mempromosikan diri di lapangan terbuka kini kesempatan itu telah datang. Inilah masa kampanye. Alat peraga yang sebelumnya terpaksa turun panggung atau dibungkus siap mentas kembali, bahkan dalam kualitas dan kuantitas yang tak terbatas. Mulai malam tadi pemasangan alat peraga tersebut sudah sah digeber untuk 14 hari.
Sehari menjelang masa kampanye, KPU telah menyiapkan sebuah acara yang cukup baik untuk menyongsong kampanye dan Pilkada secara umum. Grand launching sosialisasi Pilkada telah digelar, namun sayang absen (ketidakhadiran) dua kandidat membuat acara penting ini agak berkurang gregetnya. Pasangan nomor urut 3 (Akil-Mecer) dan nomor urut 4 (Cornelis-Christiandy) tidak hadir dalam acara yang semula direncanakan akan dilakukan penandatanganan prasasti siap menang dan siap kalah tersebut.
Pasangan Oesman Sapta dan Ignatius Lyong (OSO-Lyong) terlihat paling antusias dalam acara tersebut. Datang dengan tim kampanye solid, jingle dukungan buat pasangan yang mendapat gelar sang meteor ini dikumandangkan.
Rombongan tim kampanye OSO-Lyong datang paling awal pada acara kemarin, namun sang kandidat belum terlihat. Setelah pasangan harmonis UJ-LHK hadir di lokasi kegiatan, OSO-Lyong pun tak lama berselang datang. Salam hangat penuh keakraban ditunjukkan kedua calon Gubernur tersebut. Klop dua Usman tiba.
Acara demi acara semula berjalan lancar dan semarak. Semua anggota tim kampanye diberi tempat duduk masing-masing di empat sektor yang ada di GOR Pangsuma, sesuai nomor urut. Tari-tarian dan lagu-lagu bertema Pilkada dipertunjukkan oleh pengisi acara yang disiapkan oleh Even Organizer. Hadirin terhibur menyaksikan suguhan acara tersebut.
Suasana menjadi kurang nyaman ketika waktu menunjukkan pukul 10 lewat. Tunggu punya tunggu 2 kandidat yang ditunggu tak kunjung datang. OSO-Lyong diikuti UJ-LHK tak kuasa menanti ketidakjelasan suasana itu. Dengan ekspresi kurang nyaman kedua pasangan pun beranjak meninggalkan bangku mereka.
Sempat terjadi dialog dengan Ketua KPUD, Aida Mokhtar. Dengan berat hati kedua kandidat ini meninggalkan lokasi. Aida Mokhtarpun tak kuasa menahan kepergian kedua kandidat ini.
Raut kekecewaan terlihat jelas pada diri Ketua KPUD. Saat menyampaikan sambutannya Aida tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Suaranya sempat terdengar lirih. Namun meski merasa kecewa Aida tak terlihat hendak menumpahkan kekesalannya pada kandidat yang berhalangan hadir.
“Saya merasa kecewa dengan pelanggaran kesepakatan yang sudah dibuat. Kegiatan ini tidak semata seremonial, substansinya adalah mengenalkan figur dan menciptakan Pilkada damai,” kata Aida.
Tim Kampanye OSO-Lyong mengaku kecewa dengan pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai kesepakatan tersebut. Ratna L. Tobing, Sekretaris Koalisi Kalbar MAS pendukung pasangan OSO-Lyong tak bisa menutupi kekecewaannya. Menurutnya kegagalan acara penandatanganan prasasti tersebut hendaknya disikapi secara tegas oleh KPU. Menurutnya sudah dua kali KPU menggelar kegiatan yang tidak konsisten diikuti semua kandidat. Pertama saat acara pengumuman harta kekayaan cagub dan cawagub di Hotel Kini beberapa waktu lalu dan kejadian kemarin adalah yang kedua. Pada kedua acara tersebut OSO-Lyong senantiasa hadir.
Tapi the show must go on. Tanpa kehadiran kandidat yang semula digadang untuk menandatangi komitmen Pilkada damai acara grand launching sosialisasi Pilkada tersebut tetap berlangsung sesuai jadwal dan agenda. Hanya acara penandatanganan prasasti yang urung dipentaskan kemarin. Selebihnya tetap jalan. Penyampaian sikap ormas untuk mewujudkan Pilkada damai, pawai sosialisasi dengan mobil hias dan suguh-suguhan lainnya tetap jalan. □




Baca selengkapnya..

Rabu, 17 Oktober 2007

Idul Fitri Kondusif, Perhatikan Arus Mudik

Anggota DPR RI asal pemilihan Kalbar, Dr Ir M Fanshurullah Asa menilai kondisi perayaan Iedul Fitri yang kondusif di Kalbar patut dipuji. Selain toleransi antara umat seagama dan antara pemeluk agama, juga persiapan polisi yang rapi.
“Saya sebagai orang Kalbar yang terus mengamati pertumbuhan dan perkembangan di daerah ini merasa bangga. Apalagi jika dibandingkan dengan situasi sebagian kecil wilayah di tanah air. Sebut saja sekarang yang sedang ada gejolak yakni di Lombok NTB. Kantor polisi sampai dilempari batu oleh warga yang marah,” ujar Fanshurullah Asa.
Kata fungsionaris DPP PAN yang alumni FT Untan ini, aparat kepolisian di Kalbar sudah mulai dapat mengimplementasikan perpolisian masyarakat. “Hasil perpolisian masyarakat adalah kedekatan antara polisi dengan masyarakat itu sendiri. Bahkan masyarakat bisa menjadi polisi bagi diri mereka sendiri,” ujarnya.
Arti masyarakat menjadi polisi bagi diri sendiri adalah mereka sudah dapat mengantisipasi jika ada kerawanan-kerawanan, seperti penjambretan, pencurian, dan termasuk isu-isu. “Mereka cepat berkoordinasi dengan polisi.”
Pria yang akrab disapa Ifan ini menilai positif banyaknya posko-posko pengamanan Iedul Fitri. “Operasi ketupat lebaran itu bagus. Masyarakat perlu terus mendukung sehingga arus mudik juga menyusul sukses perayaan iedul fitri,” ungkapnya.
Ifan juga menilai jika iedul fitri dan arus mudik dapat dilewati dengan kondusif, indikator yang baik dalam Pilgub 15 November nanti. “Kita berharap masyarakat semakin dewasa dan aparat juga waspada. Jika kita ‘eling lan waspada’ maka kerawanan-kerawanan bisa diantisipasi sejak dini,” katanya.
Ifan berharap untuk Pilkada semua juga bisa normal. “Indikatornya sudah terlihat dengan sejumlah langkah yang telah dilewati. Jika kita bersatu akan dapat melangkah maju,” ungkapnya. □


Baca selengkapnya..

Siapa Gubernur Kalbar 2008?

Pertanyaan di atas paling banyak terlontar di hari-hari silaturahmi hari raya Idul Fitri. Pemilih agaknya ingin tahu lebih cepat dibanding perhitungan atas pencoblosan yang dilakukan serentak di seantero Kalbar 15 November 2007.
“Bagaimana Pilkada Gubernur kita ini, siapa yang paling punya kans untuk terpilih,” tanya Ketua Orwil ICMI Kalbar, Drs H Ilham Sanusi di kediamannya, Minggu (14/10) kemarin. Menurutnya Pilgub kali ini bakal seru.
Selain sistem pemilihannya pertama kali dengan cara langsung, juga ada empat paket kandidat yang sama-sama kuat.
Pasangan nomor satu sudah diuntungkan karena posisinya sebagai incumbent. UJ-LHK yang mampu memimpin selama 5 tahun ini juga mendapat nomor bagus, nomor urut 1 (pertama). Jadi, tanda-tanda baik sudah di dalam genggamannya.
Paket kedua, OSO-Lyong. Selain ketokohannya sudah tidak diragukan. OSO juga adalah mantan Wakil Ketua MPR RI yang punya harta terbanyak melebihi digit 185 miliar! Ignatius Lyong juga adalah Asisten 1 Sekda Kalbar yang pilih mengundurkan diri karena bersedia jadi paket calon wakil gubernur.
Angka dua yang diperoleh paketnya juga victory. Keberuntungan. Dan dengan gencarnya sosialisasi ala OSO-Lyong, popularitasnya meroket bak meteor.
Paket ketiga pasangan HM Akil Mochtar-AR Mecer. Paket ini dinilai paling punya kans jika dilihat dari berbagai struktur. Akil adalah putra daerah Kalbar yang banyak mengukir prestasi di DPR RI dan sudah keliling Kalbar secara intensif karena siap menuju KB1, sedangkan AR Mecer mengukir prestasi Credit Union. Paket ini juga dapat angka keramat nomor 3. Simbolnya bahkan metal yang lazim digunakan kader dan simpatisan PDIP.
Paket keempat adalah Cornelis-Christiandy Sanjaya. Paket ini amat sangat diuntungkan karena punya kans suara yang utuh dilihat dari basis etnis (Dayak-Tionghoa). Soal nomor 4 yang dibaca “shie” dalam bahasa Tionghoa/China yang berarti “mati” ditepis dengan angka 4 yang dipegang SBY-JK namun memenangkan pemilihan langsung. (Jadi, nomor 4 bukan jaminan kalah).
Oleh karena analisis-analisis yang berkembang di lapangan makin canggih, orang-orang kerap bertanya, “Siapa Gubernur Kalbar 2008?”
Pertanyaan ini tak mudah untuk dijawab. Tak urung tokoh politik sekalipun. “Saya pun bingung,” aku Ilham Sanusi yang hari itu cukup banyak tamu yang bertandang ke kediamannya. Antara lain ada ketua RT dan ada pula tokoh Kalbar yang “besar” di Jakarta, Max Jusuf Alkadrie.
Ketua Rt saat ditanya akan pilih siapa, dia mengatakan secara jujur memilih UJ-LHK. “Jujur saja, paket ini juga berhasil,” ujarnya.
Hadirin di rumah renyah tertawa. “Iya, untuk Kota Pontianak cukup banyak bakal pemilih UJ-LHK. Tapi dengan gencarnya sosialisasi OSO-Akil, apa suara Melayu tidak pecah dan yang diuntungkan adalah Cornelis?” diskusi Ilham berkembang.
Alasan yang dikemukakan sederhana saja. Warga Dayak ingin putra daerahnya menjadi Gubernur. “Kalau pilih jadi Wakil Gubernur sudah tidur-tiduran saja sudah pasti. Tapi untuk jadi Gubernur bersatu kita menang,” ungkap sejumlah tokoh lain kepada saya.
Alasan di atas amat masuk akal. Dan tokoh Kalbar yang pernah menjadi anggota MPR RI, H Mas’ud Abdullah mengatakan, “Jika Pak Cornelis jadi Gubernur, memang mungkin sudah saatnya karena perputaran zaman. Terpenting Kalbar aman,” nilainya seraya berharap Pilkada Gubernur berlangsung jujur dan adil.
Gambaran di atas adalah bagian yang terasa di dalam banyak obrolan silaturahmi Idul Fitri. Lepas dari hal tersebut masih bergerak mesin politik para kandidat, masih ada jadwal kampanye, masih ada waktu kurang lebih 1 bulan untuk masing-masing kandidat berpikir akan kemenangannya. Hanya saja di sini yang patut diingatkan adalah siap menang dan siap kalah. Begitupula kepada para pendukung. Harus siap menang dan siap kalah. “Kemenangan adalah kemenangan kita bersama. Kemenangan warga Kalbar tanpa melihat warna golongan,” ungkap Ketua KPUD Kalbar, Aida Mochtar.
Penyelenggara Pilgub ini menyerukan jujur dan adil dalam Pilkada dan memilih sesuai hati-nurani.
Pilkada Gubernur kali ini ibarat final bola piala dunia. Bola itu bundar. Setiap detik dan celah bisa jadi peluang untuk menciptakan gol.
Lalu, siapa Gubernur Kalbar 2008? 


Baca selengkapnya..

Counterpart Media Promo

Dalam lima bulan Borneo Tribune sudah dipercaya menjadi counterpart media promo di even-even besar:

1. Indonesian City Expo, 2007 berpusat di Ayani Mega Mall
2. Indonesia Product Expo, 2007 berpusat di Pontianak Convention Center
3. Pekan Raya Pontianak dan Kalbar Expo, 2007 di PCC
4. Sosialisasi Pilkada Gubernur bekerjasama dengan KPUD Kalbar, 2007
5. Ramadan di Mujahidin, bekerjasama dengan Yayasan Mujahidin, 2007
6. Aktivitas Sosial Tionghoa, bekerjasama dengan Yayasan Bhakti Suci, 2007


Baca selengkapnya..

Muda yang Mengukir Prestasi

Dalam lima bulan usia Harian Borneo Tribune terbit di Kalbar:
1. Aulia Marti, wartawati menjadi juara pertama penulisan lingkungan hidup secara nasional di Kaltim, 2007.
2. Muhlis Suhairi, redaktur menjadi juara favorit investigative reporting di Jakarta, 2007.
3. Yusriadi, redaktur menjadi penulis yang tulisannya diterbitkan dalam buku internasional di Kuala Lumpur, Malaysia.
4. Safitri Rayuni, redaktur mendapatkan beasiswa pendidikan jurnalistik di Australia, 2007.
5. Pembentukan jaringan tercepat meliputi Ketapang, Kabupaten Pontianak, Singkawang, Sanggau dan Sintang.
6. Peserta pelatihan jurnalistik terbanyak lk 300 pelajar dan mahasiswa melalui lembaga pendidikan otonom Tribune Institute.
7. Lukas B Wijanarko, fotografer, menggelar pameran tunggal yang berkeliling dari hotel-hotel berbintang dan mal-mal utama di Kalbar.


Baca selengkapnya..

Borneo Tribune Lahir di Tengah Dahaga Kemerdekaan

Harian Borneo Tribune terbit cetak edar pada 15 Mei 2007. Peluncuran secara resminya, Sabtu (19/5/2007) bertempat di Pontianak Convention Center.
Harian Borneo Tribune didesain sedemikian rupa sehingga berselancar pada segmentasinya sendiri. Tipologinya adalah koran pendidikan, yakni koran yang tidak mengumbar kriminalitas, sadisme, pornografi dan pornoaksi. Sentuhan pemberitaannya lebih lugas pada sisi kemanusiaan atau humaniora. Di sini titik tekannya adalah mewujudkan media yang punya harkat dan martabat di mana pembaca merasa aman membawa di mana dan kapan saja. Dalam ilmu jurnalistik tipikal media seperti ini digolongkan sebagai white paper atau koran putih. Sebaliknya koran yang mengumbar sadisme dan gosip digolongkan sebagai yellow paper atau koran kuning.
Dengan desain sebagai koran putih, Harian Borneo Tribune menyajikan 24 halamannya dengan padat isi dan informasi. Gaya penyajiannya berbeda dari media-media yang telah pernah ada di Kalbar yakni menyajikan berita dengan gaya bercerita. Foto-foto yang ditampilkan juga foto-news yang tak jarang art dan nyentrik.
Tampilan foto-foto yang besar bukan tanpa alasan yang kuat. Foto-foto tersebut memang layak ditampilkan besar. Ia mempunyai angle. Ia mewakili lebih dari 1000 kata-kata.
Ruh dari Borneo Tribune adalah kemerdekaan berpikir dan berpendapat. Oleh karena itu visi yang ditancapkan adalah idealisme, keberagaman dan kebersamaan. Visi ini digali dari nilai-nilai luhur kemanusiaan yang bersifat universal. Untuk itulah Borneo Tribune memilih simbol enggang gading yang distilir di mana jumlah sayapnya 9-9 (melambangkan angka tertinggi atau nama-nama Tuhan yang mulia/asmaul husna), ekor 6 (melambangkan periode penciptaan semesta dalam enam masa) serta di dadanya ada lambang love (cinta-kasih). Borneo Tribune sendiri diambil dari nama Pulau Borneo, pulau ketiga terbesar di dunia.
Kebanggaan sebagai pulau terbesar ketiga di dunia dan telah pula tercatat dalam buku-buku kuno internasional, Borneo Tribune hendak menuju visi koran yang dewasa, kreatif, inovatif, terbesar dan beredar luas di kepulauan Borneo.
Hari ini Borneo Tribune membuktikannya. Kendati baru berumur 5 bulan, tetapi sudah “merdeka” untuk cetak 25.000 eksemplar. Tiras tertinggi yang pernah dicapai media cetak lokal di dalam satu dasawarsa terakhir ini.
Sekali merdeka, tetap merdeka. Hidup di alam kemerdekaan akan melahirkan banyak kreasi-kreasi terbaru. Semoga ■



Baca selengkapnya..

Asli Koran Orang Kalbar

Apakah Borneo Tribune koran afiliasi Amerika atau Eropa? Bukan! Borneo Tribune asli koran orang Kalbar. Mulai dari dana hingga pengelola 100 persen adalah milik putra-putri Kalbar.
Borneo Tribune di unit kelembagaan bisnis dipimpin Wilhelmus Suwito, SH, MH. Dia mantan aktivis Menwa Untan dengan predikat pendidikan S1 dan S2 cumlaude. Konsultan bisnis Michael Yan Sriwidodo, SE, MM sudah tidak asing lagi karena anggota DPRD Kalbar. Dia lahir dan dibesarkan di Kampung Beting, Pontianak Timur. Begitupula penasihat hukum Dwi Syafrianti, SH. Dia adalah mantan aktivis yang lahir dan tumbuh dari Sintang.
Borneo Tribune dipimpin oleh seorang Pemimpin Redaksi yang kelahiran Pontianak 33 tahun yang lalu. Namanya Nur Iskandar. Dia selain aktif di bidang jurnalistik sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, juga alumni Institute for Training and Development yang berpusat di Amherst, Massachussetts, AS.
Redaktur Borneo Tribune berdasarkan deret abjat Asriyadi Alexander Mering adalah alumni Fakultas Hukum Untan putra blasteran Kapuas Hulu dan Sintang. Muhlis Suhairi adalah penulis buku yang tertambat hatinya di Kalbar lantaran mempersunting Nurul Hayat Kepala LKBN Antara Kalbar. Safitri Rayuni alumni Fakultas Pertanian Untan kelahiran Sintang, Stefanus Akim Sungai Ambawang, Tanto Yakobus Sekadau dan Yusriadi Uncak Kapuas.
Di jajaran reporter semua asli putra-putri Kalbar. Mereka adalah Andry, Arthurio Oktavianus, Aulia Marti, Budi Rahman, Hanoto, Maulisa dan Yulan Mirza.
Di Biro Mempawah adalah putra kelahiran Sungai Pinyuh Johan Wahyudi, Biro Singkawang Mujidi, Biro Sanggau Herkulanus Agus. Biro Sintang Endang Kusmiyati. Biro Ketapang Gusti Iswadi.
Di Borneo Tribune juga sedang internship programe alias magang yang juga putra-putri Kalbar: Frino si penulis buku Singkawang, Suryani, Maningsih dan Agus Wahyuni.
Fotografer andalan Borneo Tribune adalah Lukas B Wijanarko. Ilustrator (kini sedang non aktif) Zoel MS.
Sekretaris redaksi Jumi Erlina Sari lahir dan dibesarkan di Singkawang. Begitupula Manager Percetakan/Pracetak Ukan Dinata kelahiran Sambas. Di jajaran pracetak adalah putra-putri Kalbar seperti Atika Ramadhani, Fahmi Ikhwani, Iwan Siswanto (sekaligus menangani information technology), Iskandar dan Sam Abubakar.
Mesin cetak Ghos Community yang buatan Jerman ditangani anak-anak Kalbar. Mereka adalah Andre, Nurhalis, Rustam dan Suprianto.
Manajer Marketing alumni Fakultas Pertanian Untan yang dilahirkan di Sungai Pinyuh, Hairul Mikrad. Staf Marketing Hesti Yosana asli putra daerah Kota Pontianak, begitupula desainer iklan Zulkifli, Amirullah Asri. Nurdin Suhendar khusus datang dari Bogor. Ia di bagian sirkulasi. Bersamanya ada Ardiansyah, Didit dan Dhani.
Manajer Keuangan ditangani si teliti Julianty. Ia asal Singkawang. Di Divisinya ada Erika Sudihardjo dan Hendrika Rika.
Di Borneo Tribune yang punya visi idealisme, keberagaman dan kebersamaan tak terkungkung oleh isu SARA. Semua lintas etnis, agama dan latar pendidikan. Semua sadar akan team work demi menyuguhkan koran yang berkualitas di hadapan Anda. ■


Baca selengkapnya..

Borneo Tribune Terbit 25.000 Eksemplar, Menuju Visi Koran Publik

Hari ini sejarah baru bagi pers di Kalbar. Sebuah koran daerah yang dikelola oleh putra-putra daerah bisa menerbitkan sebuah edisi khusus dengan tiras puncak 25 ribu eksemplar. Tidak hanya memecahkan rekor cetak, tapi juga dibagi gratis.
Cetak 25 ribu eksemplar ini selain untuk melayani dahaga informasi di kala koran-koran lokal lain libur, juga untuk melayani mitra yang hendak mensosialisasikan dirinya kepada publik. Secara internal ide ini adalah ide kreatif yang mampu diimplementasikan sehingga tidak sekedar cakap kecap atau omong kosong belaka.
Harian Borneo Tribune yang baru berumur 5 bulan memang berpikir sejak awal terbitnya untuk menjadi koran alternatif. Alternatif utamanya adalah koran publik. Titik tekannya pendidikan. Sasarannya koran putih, white paper yang punya harkat dan martabat. Yang mana pembacanya bangga untuk membawa ke sana-kemari. Termasuk di bawa masuk ke rumah menjadi referensi anggota keluarga.
Harian Borneo Tribune hari ini mulai melangkah ke koran publik tersebut. Visi-misinya singkat saja: informasi gratis, iklan bayar. Kami menjual ide ini dan ternyata disambut hangat mitra.
Ke depan langkah-langkah kuda ini kami perkuat. Akan kami perketat dengan orientasi pelayanan publik. Hitung-hitungan kami, Borneo Tribune akan segera menjadi leader (pemimpin) koran publik yang melayani hak-hak publik bukan hanya lokal, tapi nasional, internasional. Bahkan ditujukan pula untuk menjadi saham milik publik.
Borneo Tribune bercita-cita koran ini gratis sehingga rekomendasi Prof Amartya Sen, peraih nobel kelahiran India bisa kita wujudkan, yakni si miskin papa sejahtera karena punya akses terhadap informasi. Nah, hari ini kami di Borneo Tribune melangkah mewujudkan ide si peraih nobel yang kini menjadi pengajar di Harvard University tersebut.
Akhir kata, selamat menikmati edisi khusus Idul Fitri ini. Kritik dan saran kami butuhkan untuk mencapai visi koran publik. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Minal aidhin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. 


Baca selengkapnya..

2X Salat Ied di Mujahidin

Masjid Raya Mujahidin sebagai masjid terbesar di Kalbar menampung dua kali salat iedul fitri tahun ini, dan tentu bukan yang pertama kali antara metode hisab dan rukyat terjadi selisih waktu penentuan 1 Syawal.
Salat iedul fitri yang jatuh pada Jumat, 12 Oktober di Masjid Raya Mujahidin menampilkan khatib mantan Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalbar, Ustadz H Hasan Gaffar. Sementara itu yang menjadi imam adalah Ketua PWM Kalbar Drs H Pabali Musa, M.Ag.
Metode hisab (perhitungan) memang menjadi andalan keluarga besar Muhammadiyah. Khususnya jika hilal atau bulan tidak terlihat secara langsung. Baik dengan mata biasa maupun dengan bantuan teknologi canggih.
Bagi jamaah yang mengikuti pengumuman pemerintah di mana iedul fitri jatuh pada Sabtu, 13 Oktober jumlahnya jauh lebih massal. Hal ini seperti tahun-tahun yang lalu jika terjadi perbedaan antara metode hisab dan rukyat (melihat hilal/bulan).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, jika terjadi perbedaan, jumlah jamaah yang mengikuti salat ied bersama Muhammadiyah jumlahnya mencapai 6.000-an orang. Sedangkan yang mengikuti pengumuman pemerintah bisa mencapai 20.000-an.
Pada 13 Oktober di Masjid Raya Mujahidin tampil khatib Ketua Umum Mathlaul Anwar Kalbar yang juga Ketua DPRD Kalbar, Ir H Zulfadhli. Sementara itu di halaman Korem 121 Alambana Wanawai tampil khatib HM Hasyim Dahlan yang juga Rois Syuriah PWNU Kalbar.
Prihal perbedaan ini kerapkali dibahas para ulama dan umara terpenting umat mengikuti dengan tidak taqlid buta. “Artinya mesti mengikuti mana yang paling berkenaan di hati nurani karena insya Allah kedua-duanya benar. Menurut hisab mereka benar. Menurut rukyat mereka benar. Ini sama dengan salat Tarawih 8 rakaat dengan 23 rakaat. Atau salat subuh dengan doa qunut dan tanpa doa qunut,” ungkap KH Dien Syamsuddin di Jakarta. Katanya, umat tidak perlu bingung. “Perbedaan adalah rahmat,” ungkapnya menyebutkan hadits nabi SAW.
Pengurus Masjid Mujahidin sendiri menyiapkan sarana dan prasarana. “Sebagai takmir masjid kita tetap menyiapkan sarana sehingga umat dapat salat dengan khusuk. Terpenting adalah dengan hari raya Iedul Fitri kita bisa kembali pada suci,” ungkap Sekretaris II Yayasan Mujahidin HM Nur Hasan.
Di tempat terpisah Gubernur H Usman Ja’far mengajak kaum muslimin dan muslimat se-Kalbar merayakan iedul fitri dengan sederhana, memetik segala hikmah dan introspeksi diri untuk kembali pada fitri. 


Baca selengkapnya..

Selasa, 09 Oktober 2007

25 Kritik Eep Saefullah Fatah pada Umat Islam

Nama Daarul Ihya sudah tidak asing lagi di kuping sejumlah tokoh ulama dan umara. Lembaga pembinaan umat ini dipimpin Drg Heru Wijaryadhi Djarkasi, seorang tokoh yang dikenal dekat dengan KH Abdullah Gymnastiar atau populer disebut dengan sapaan Aa’ Gym.
Lokasi Daarul Ihya juga tidak sulit ditemukan. Dia berada di sudut Jalan KS Tubun yang bertautan dengan Kompleks Masjid Raya Mujahidin.
Di bulan Ramadan ini Daarul Ihya tidak lupa menjamu buka puasa bersama para yatim. Dan kemarin, buka puasa bersama dilakukan untuk kalangan remaja plus saya dari Borneo Tribune.
Acara buka puasa bersama ini tidak seperti biasanya diisi dengan tausiah, melainkan diskusi. Bahan diskusinya adalah headline Daarul Ihya News yang melaporkan 25 kekeliruan politik umat Islam yang merupakan bahan renungan ilmuan muda muslim Eep Saifullah Fatah.
Di dalam 25 pendapat Eep tersebut dikemukakan sikap umat Islam yang patut dikoreksi adalah senang membuat kerumunan, tapi tidak rajin menggalang barisan. Suka marah, tidak suka melakukan perlawanan. Reaktif, bukan proaktif. Suka terpesona oleh keaktoran, bukan oleh wacana atau isme yang diproduksi atau dimiliki sang aktor.
Sikap umat Islam lainnya yang patut dievaluasi adalah sibuk berurusan dengan kulit, tidak peka mengurusi isi. Gemar membuat organisasi kurang mampu membuat jaringan. Cenderung memahami segala sesuatu secara simplistis, kurang suka dengan kerumitan kecanggihan padahal inilah adanya segala sesuatu itu.
Kata eep Saifullah Fatah, umat Islam sering berpikir linear tentang sejarah dengan rumus dealektika atau sinergi. Enggan melihat diri sendiri sebagai tumpuan perubahan, sebaliknya cenderung berharap perubahan dari atas atau para pemimpin.
Senang membuat program, kurang mampu membuat agenda. Cenderung memahami dan menjalani segala sesuatu secara parsial, tidak secara integral atau kaffah.
Senang bergumul dengan soal-soal jangka pendek, kurang telaten mengurusi agenda jangka panjang. Terus menerus menyerang “musuh” di markas besarnya, abai pada prioritas pertama “menyerang musuh” pada gudang amunisinya.
Kerap menjadikan politik sebagai tujuan bukan politik sebagai alat. Senang mengandalkan massa abai pada fakta bahwa perubahan besar dalam sejarah selalu digarap pertama-tama oleh creative minority (ironisnya, ini justru secara spektakuler dicontohkan Nabi Muhammad SAW beserta lingkaran kecil di Mekah dan Madinah).
Umat Islam senang berpikir memakmurkan masjid, kurang giat dan serius bagaimana memakmurkan jamaah masjid. Senang menghapalkan tujuan sambil mengabaikan pentingnya metode, tidak berusaha memahami dengan baik tujuan itu sambil terus mengasah metode.
Senang merebut masa depan dengan meninggalkan hari ini atau merebut hari ini tanpa kerangka masa depan, bukannya merebut masa depan dengan mencoba merebut hari ini.
Sangat pandai membongkar dan membongkar, kurang pandai membongkar-pasang.
Sangat cepat dan gegabah merumuskan musuh baru (dan lama) sangat lamban dan enggan merangkul kawan baru. Gegap gempita di wilayah ritual, senyap di wilayah politik dan sosial.
Umat Islam sekarang ini kata Eep selalu ingin cepat meraih hasil, melupakan keharusan untuk bersabar. Senang menawarkan program revolusioner tapi abai membangun infrastruktur revolusi.
Selalu berusaha membuat politik sebagai hitam putih, bukannya penuh warna tak hingga. Sangat pandai melihat kesalahan pada orang lain, kurang suka melakukan instrospeksi.
“Marah ndak umat Islam kepada saya yah?” tanya Drg Heru. “Terlalu keraskah pernyataan Eep itu?” timpal dosen di FK Untan tersebut. Pria yang berpeci putih, baju koko putih dan berkain sarung ini bersandar di dinding sambil duduk bersila.
“Ah tidak, normal kok. Umat Islam kan harus selalu diingatkan. Perintahnya di dalam QS Al Ashri. Ingat mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran,” kata saya.
Saya memberikan penilaian bahwa headline Daarul Ihya News sangat tepat. Bahan bacaan ringan 20 halaman berbentuk ukuran buku itu dicetak 5 ribu eksemplar. “Kami belajar bikin media,” katanya.
Duduk pula sejumlah remaja dan mahasiswa-mahasiswi. Mereka melipat edisi yang hendak dibagi-bagi kepada para jamaah tersebut. Kami semua berbuka puasa bersama dan kemudian dilanjutkan dengan salat magrib berjamaah.
Daarul Ihya punya korelasi dengan Daarut Tauhid. Informasi selengkapnya dapat pula dibaca di www.daarulihya.com 



Baca selengkapnya..

Mujahidin Tower Tampung Jamaah Salat Ied


Sesibuk-sibuknya bekerja, Gubernur H Usman Ja’far menyempatkan diri salat Jumat di Masjid Raya Mujahidin. Dia berkain sarung motif kotak warna gelap dan baju koko dengan desain bordir di dadanya.

Pria berkacamata dengan kopiah hitam di kepalanya gontai jalan sendiri lepas dari protokoler Pemda. Hanya seorang ajudan tekun mendampingi.
Sekretaris Yayasan Mujahidin, HM Nur Hasan dan kontraktor pembangunan Tower Masjid Raya Mujahidin melangkah meninggalkan bangunan utama menuju tower yang sedang dibangun tiga tingkat plus menara (tower).
Karena lapangan bekas tertimpa hujan sejumlah bagian jalan menampung air. Usman Ja’far tak jarang berjingkit dan mencari titik-titik jalan yang kering. Tak jarang pula dia harus menyingsing sedikit kain plekatnya.
“Kayu-kayu ini tolong dibersihkan yah. Ya, biar jamaah salat ied nanti enak salatnya. Kalau bersihkan enak yah,” ujar putra kelahiran Sekadau yang sukses sebagai CEO di Latief Corporation serta terbilang sukses menjadi orang nomor satu di Pemprov Kalbar lima tahun terakhir ini. Buktinya Kalbar damai dan pertumbuhan ekonomi cukup baik. Mencapai 5,23 persen.
Usman tak sungkan melangkah menuju tower. Gerak jalannya cepat. Ia tampil energik.
Bangunan tower dari kejauhan sudah tampak tegap. Jika diukur dengan bangunan ruko biasa tingginya sama dengan enam tingkat. Jika dilihat dari Jalan Arteri Ahmad Yani tampak bendera merah putih berkibar di atasnya.
Lantai dasar bangunan tower cukup menampung dua ratusan jamaah. Jika sudah selesai kelak lantai dasar ini akan berguna sebagai ruang terbuka. Adapun lantai dua menurut Usman lebih baik ditempatkan perpustakaan masjid. “Bagi yang mau belajar agama Islam akan betah di sini. Saya juga mau tempatkan mushaf Alquran Kalbar di sini,” katanya.
“Bagus Pak,” kata Nur Hasan mendampingi gerak langkah Usman Ja’far yang menaiki tangga-tangga tower. Tangan Usman menunjuk-nunjuk lokasi dan pengaturan ruangan di tower.
“Kalau Quran mushaf Kalbar ditempatkan di lantai dasar agak tidak enak juga,” ujarnya.
“Betul Pak. Masak Quran di bawah dan kita di atas,” kata Nur Hasan seraya senyum.
Saya juga tertawa. Tapi tidak terlalu setuju dengan pernyataan Pak Gub dan Nur Hasan karena di Masjid Nabawi Madinah juga ribuan Quran di lantai dasar. Jadi agak kurang kompeten meletakkan posisi dengan rasa hormat berdasarkan tingkatan bangunan. Jadi, pikir saya yang normal-normal sajalah.
Saya mengikuti langkah kaki Usman Ja’far yang hari itu agresif. Dia menunjuk peranca-peranca kayu. “Ini sudah bisa dibuka kan?”
“Bisa Pak, sekarang pun sedang dibuka,” kata sang kontraktor.
“Baiknya memang dibersihkan.”
“Untuk salat ied apakah jamaah bisa naik ke sini?”
“Bisa Pak. Makanya sekarang dibersihkan. Cukup besar daya tampungnya. Tapi ya jamaah laki-laki lah Pak. Soalnya kalau ibu-ibu takut bawa anak dan lari-lari berbahaya. Pagarnya belum jadi,” kata Nur Hasan.
Usman Ja’far mengangguk. Ia tampak menguasai tata cara membangun dengan pilihan-pilihan konstruksinya. Saya pikir benar juga. Seperti kubah masjid yang berbentuk seperti payung hendak diganti yang baru. Bahannya mesti yang ringan sehingga tidak mempengaruhi pondasi. Juga tidak mahal.
Usman berpikir memajukan dinding bangunan utama masjid. Dia bak meneropong dari lantai tiga ke bangunan utama. “Kalau dindingnya dimajukan, ruang utama jadi besar. Untuk menghindari tempias hujan, naikkan sedikit dengan batako baru kemudian dipasang kembali kaca-kacanya. Kaca itu bagusnya dikombinasikan dengan mozaik agar cantik,” usulnya.
“Wah ide brilian pak,” kata kontraktor.
“Sekarang kubah-kubah kecil sudah terpasang. Sudah nampaklah pak bentuk barunya,” sambungnya.
Usman tersenyum. Dia tampak menikmati hembusan angin yang menerpa di tengah dahaga puasa serta hari yang terik pasca salat Jumat. “Dindingnya terbuka saja seperti ini. Anginnya segar,” ungkapnya.
“Memang begini Pak. Kita tak perlukan AC (air conditioner, red) lagi,” timpal Nur Hasan.
“Ini bahan apa?” tanya Usman memegang dinding bermotif ukiran gaya Timur Tengah.
“Kuningan. Besi kuningan pak.”
“Bagus.”
“Bapak salat ied di sini apa di Halaman Korem?” tanya saya.
“Oh, di sini dong,” kata sang incumbent.
Dia juga bercerita soal pembangunan masjid di Sekadau. “Sudah bagus, cuma menaranya kurang proporsional. Tapi pelan-pelanlah kita perbaiki,” ujarnya mengisyaratkan bahwa dia optimis untuk terpilih menjadi Gubernur Kalbar untuk Pilkada 15 Nopember 2007 kelak.
Usman juga mengatakan bahwa hasil survei LSI untuk dirinya naik 3 persen. “Saya juga baru pulang dari hulu untuk safari Ramadan putaran ketiga. Responnya bagus.”
“Pesaing Bapak cukup serius loh,” kata saya.
“Yah. Untuk itu saya konsolidasi. Momen Iedul Fitri baik untuk bersilaturahmi,” ujarnya. Usman dari raut wajahnya soal suksesi tampak PD-sekali (PD = Percaya Diri, red).
Usman senang melihat kemajuan pembangunan tower. “Lantai tiga untuk radio yah?”
“Iya,” jawab Nur Hasan.
“Bagus. Semoga radionya tambah maju.”
Usman sampai di halaman masih berpesan untuk bersih-bersih halaman dari sampah bangunan. Agar pemandangan jadi lapang dan indah. Usman juga berjanji pada pukul 16.00 di hari yang sama siap menunaikan zakat di kediamannya. Dia berzakat Rp 25 juta rupiah. 


Baca selengkapnya..

Keluarga Besar Haitami Salim Berduka

Rizki, jodoh dan maut memang di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika Dia berkehendak jadi, maka jadilah.
Begitulah keluarga besar Ketua STAIN Drs H Haitami Salim, M.Ag berdukacita karena ayahanda tercinta, Salim Saad wafat dalam usia 78 tahun, Minggu (7/10) sekitar pukul 23.00 WIB.
Kepergian Salim tergolong mendadak dan dalam keadaan sehat. Demikian karena tokoh pendidik dan dai di Kalbar tersebut sempat mendampingi putranya, Haitami Salim untuk berceramah Ramadan di Kota Baru. Ia sempat melaksanakan tarawih dan sempat minta buka puasa bersama dengan anak dan cucu-cucunya.
“Saya iri dengan kepergian Beliau yang husnul khatimah,” ungkap Haitami Salim seusai salat fardhu kifayah di surau tak jauh dari rumah duka Jalan Sepakat 1 Kota Pontianak.
Haitami dengan mata berkaca-kaca menceritakan tanda-tanda kepergian ayahnya yang baru bisa dia baca setelah telepon genggamnya berdering di malam sekitar pukul 23.00. “Bang Te, bapak...Lalu terdengar isak tangis dari adik saya,” katanya.
Siangnya Haitami didampingi Yapandi di dalam mobil berpapasan dengan ayahnya. Beliau berjalan kaki di dalam jalan gang yang tak lain gang keluarga mereka tak jauh dari Jalan Ahmad Yani. “Ayah tak melihat saya. Itulah detik terakhir saya ketemu ayah,” ujar Haitami bercerita kepada Walikota yang ikut mensalatkan ayahanda.
Turut hadir ke rumah duka Rektor Untan Dr H Hairil Effendi, MS, Sekda Kalbar Drs H Syakirman, Kadispenda Kalbar Drs HM Darwin, Kakanwil Departemen Agama Drs H Rasmi Satar, Ketua PWM Drs H Pabali Musa serta Ustadz H Hasan Gaffar.
Salat fardhu kifayah pertama dipimpin imam Masjid Mujahidin H Thamrin A Salam dan kemudian disalatkan kembali bersama jamaah salat Zuhur di Masjid Raya Mujahidin.
Jenazah dimakamkan di pemakaman keluarga di Banjar Serasan. “Kami semua turut berduka cita,” ungkap Drs H Hamka Siregar yang sehari-hari juga staf pengajar di STAIN Pontianak. 



Baca selengkapnya..

Senin, 08 Oktober 2007

Silaturahmi Ramadan Ala Indofood

Jauh hari sebelumnya PT Indofood Sukses Makmur di bawah kepemimpinan Dirjo Hunarjo sudah merencanakan silaturahmi dengan wartawan untuk berbuka puasa bersama. Undangan pun beredar 3 hari sebelum waktu yang ditentukan tiba.
Dirjo Hunarjo dengan wajahnya yang ceria menyambut di Hotel Kini, Senin (8/10) kemarin. Ia ditemani sejumlah staf. Mulai dari bagian marketing, keuangan hingga produksi. “Ayo silahkan duduk,” kata staf Indofood yang menyambut di ruang lobby.
Dirjo Hunarjo berada dekat dengan para wartawan. Tampak hadir Pemred Kapuas Post Gusti Yusri, redaktur Harian Equator Rosadi Jamani, reporter Equator Hermanto, dan selebihnya saya bersama rekan-rekan Borneo Tribune: Hairul—Dedek—Mikrad, Maulisa dan fotografer Lukas B Wijanarko.
Pertemuan ini santai. Tak ada protokoler.
“Basah. Kehujanan yah?” kata Kepala Cabang PT Indofoodyang terkenal ramah itu.
“Iya Pak. Di luar sana hujan,” kata saya. “Tapi tak mengapa. Biasa,” sambung saya lagi.
Dirjo lebih banyak mendengar. Ia memang bukan tipe orang yang suka ngerumpi. Ia justru suka mendengarkan cerita dan info-info terbaru dari wartawan.
Kami di meja bundar Golden Resto bicara tentang cuaca, kebakaran yang susul menyusul hingga aktivitas Pilkada Gubernur.
Kendati pertemuan sangat cair, kata sambutan tak dilupakan. Setelah MC mempersilahkan, Dirjo pun bicara sepatah dua patah kata.
“Kita senantiasa memupuk kebersamaan. PT Indofood Sukses Makmur ingin mendengarkan potensi-potensi dan usulan-usulan dari kawan-kawan wartawan. Hubungan yang sudah terjalin baik selama ini semoga dapat ditingkatkan,” ujarnya.
Dirjo juga mengimbau agar wartawan tidak sungkan berhubungan dengan PT Indofood jika ada yang hendak dikonfirmasikan.
Acara yang akrab dan rileks ini dipungkasi dengan buka puasa bersama dilanjutkan dengan salat Magrib di mushalla Hotel Kini. Seusai salat diteruskan dengan makan malam bersama sambil berdiskusi wira-wiri soal potensi ekonomi, pembangunan sosial maupun politik-kebudayaan.
Acara baru benar-benar usai setelah wartawan-wartawati sadar kalau masih diburu deadline. 


Baca selengkapnya..

H Gusti Syamsumin Tunaikan Zakat

Anggota DPR RI asal Kalbar H Gusti Syamsumin tiba di Masjid Raya Mujahidin, Senin (8/10) kemarin pagi. Mantan Ketua DPRD Kalbar ini didampingi menantu dan dua orang cucunya.
Tujuan kedatangan Gusti Syamsumin ke Mujahidin dalam rangka membayar zakat fitrah dan zakat mal. “Bapak sudah tiba di Pontianak tiga hari sebelum Ramadan, tapi tak lama kemudian kembali lagi ke Jakarta. Kali ini memang baru datang,” kata Gusti Syamsumin yang tampil lebih segar seolah-olah lebih muda beberapa tahun dari umurnya.
“Bapak lebih segar. Saya tidak menyangka,” kata saya.
“Iyalah. Bapak sekarang lebih banyak waktu, berbeda dengan jadi Ketua DPRD dulu hampir saban hari demo reformasi,” sambungnya seraya tangan kanan memegang pen untuk mengisi formulir isian zakat.
Di depan H Gusti Syamsumin ada seorang petugas. Saya duduk di samping kiri tokoh pendidik itu, sementara di sekitar kami cukup banyak warga Mujahidin berkerubung karena rindu dengan tokoh yang satu ini.
Saya cukup dekat dengan tokoh pendidik ini, selain di masa kepemimpinannya di DPRD saya beryugas meliput Dewan, juga dalam hal pendidikan di SMPN 3 dan SMA Kapuas, Beliau adalah rekan kerja ayah saya yang juga guru.
Kata Pak Sam—demikian Beliau kerap disapa—di DPR RI kalau menjadi anggota biasa agak lebih rileks lantaran kelompok-kelompok pendemo sudah punya target bertemu ketua fraksi atau ketua komisi. “Kalau menjadi anggota tidak ditarget,” imbuhnya seraya senyum.
Dalam kondisi rileks tersebut Pak Sam bisa lebih fokus ke pekerjaannya. Terutama memperjuangkan perpustakaan sekolah. “Kini perpustakaan sudah punya undang-undang,” ujarnya. UU itu menurut mantan Kepala SMAN 1 Pontianak ini hendak ia sosialisasikan.
“Bapak bagaimana, sehat?” H Gusti Syamsumin balik bertanya kepada saya.
“Sehat.”
“Lepas lebaranlah saya insya Allah saya berkunjung.”
Gusti Syamsumin yang mengenakan peci hitam, baju kemeja lengan pendek motif kotak-kotak halus serta celana warna biru gelap bicara bebas. Ia sesekali pula meneriaki cucunya yang berlari-lari di plaza masjid. “Ini anak-anak Mujahidin nih,” timpalnya. Kedua cucunya itu bersekolah di Perguruan Mujahidin.
Usai mengisi formulir isian zakat, Pak Sam mengulur uang bagi petugas dan beberapa remaja masjid. “Ade rizki bagi-bagilah,” ujarnya disambut senyum gembira petugas. 

















Baca selengkapnya..

Kupas Zakat untuk Umat

80-an orang duduk sama rendah di lantai tiga Tapaz untuk mendengarkan tausiah Ustadz Drs H Sabhan A Rasyid dalam acara berbuka puasa bersama pengusaha sukses Hermanto Mas’oen, MBA, Jumat (5/10) kemarin. Hadir antara lain Pembantu Rektor 1 Untan, Prof Dr Saeri Sagiman, M.Sc, Pembantu Dekan Fakultas Pertanian Dr Ir Sutarman, MS dan kandidat doktor Ir Gusti Hardiansyah, QAM.
Sabhan A Rasyid yang mengenakan kopiah hitam dan di bahunya bergantung syal putih duduk berdampingan dengan Hermanto Mas’oen di bagian depan. Ia memberikan tausiah dengan tema zakat, infak dan sadaqah.
Dai yang pernah duduk sebagai anggota DPRD Kalbar itu mengatakan zakat berarti mensucikan. “Harta yang kita peroleh di dalam hidup ini adalah anugerah dari Allah Swt. Di dalam menggunakannya, tidak semua bisa kita makan. Ibarat dapat ikan kakap maka tulang-tulangnya buat kucing. Kalau tulang tidak diberikan kepada kucing maka kucing pandai mencuri sendiri ikan yang sudah dimasak sekalipun. Sebaliknya jika dapat ikan teri tulang-tulangnya tak perlu diberikan kepada kucing. Artinya kakap ada hak orang lain di dalamnya. Terutama zakat adalah kewajiban bagi yang kaya atau mampu,” ungkapnya.
Bagi yang terkena kewajiban zakat, ada tempat penyalurannya, yakni Badan Amil Zakat, Infak dan Sadaqah. “Kita kalau tidak mau repot menyalurkan kepada 8 asnab penerima zakat seperti fakir miskin, musafir, muallaf, dan lain-lain, sebaiknya menyalurkannya lewat Bazis saja. Amil itu yang kelak menyalurkannya.”
Sabhan mengingatkan dengan kisah Karun. Karun adalah seorang yang kaya raya di mana untuk membawa kunci gudang harta bendanya diperlukan beberapa ekor unta. Namun Karun sombong. “Dia mengatakan harta benda miliknya bukan karunia dari Allah, melainkan atas jerih payahnya sendiri.”
Akibat kesombongan Karun tersebut kemurkaan Tuhan diterimanya sehingga ia tewas ditimpa gempa. Adapun harta bendanya lenyap ditelan bumi. “Karena itulah jika kita mencangkul kemudian dapat harta benda, orang mengatakan oi dapat harta Karun. Maksudnya ya harta si Karun,” imbuh Sabhan seraya membuat audience-nya tersenyum.
Sebaliknya Sabhan mengajak audience untuk rajin berzakat, berinfaq atau bersedekah. “Pahalanya seperti kita menyemai satu biji kemudian tumbuh tujuh cabang di mana masing-masing cabang berbuah seratus. Artinya 70 ribu persen,” kata Sabhan.
Dai kondang yang kalau memimpin zikir laksana Ustadz H Arifin Ilham ini juga mengutip firman ilahi bahwa siapa yang bersyukur atas segala rahmat dan nikmat yang diterimanya maka Tuhan akan melipatgandakan nikmat hidupnya. Tetapi jika dalam hidup seseorang tidak pandai bersyukur nikmat alias kufur nikmat, maka azab Tuhan akan terasa amat pedih.
Sabhan mengatakan, jika umat Islam menyadari akan keampuhan konsepsi zakat ini maka banyak pembangunan bisa dilakukan. “Hanya saja sayang. Umat Islam masih belum sepenuhnya sadar untuk berzakat sehingga banyak madrasah, panti bahkan rumah sakit Islam yang terbengkalai pembangunannya.”
Sabhan berhitung, dari 500 ribu penduduk Islam, jika 10 persen saja yang mampu berzakat harta Rp 1 juta maka sudah terhimpun dana Rp 5 miliar. Banyak hal yang bisa dilakukan dengan Rp 5 miliar tersebut. “Data yang saya terima dari BAZ Kalbar untuk tahun lalu dana terhimpun tak sampai Rp 200 juta.”
Sabhan tidak lupa memuji Hermanto Mas’oen yang Tionghoa beragama Katolik namun menjamu buka puasa bersama. Ia mendoakan agar kedermawanan Hermanto semakin berlipatganda dan mendapat limpahan rahmat dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pembawa acara H La Eka mengingatkan waktu berbuka sudah dekat. Maka dengan membaca doa bersama, acara ditutup sementara dengan menikmati air minum penyeka dahaga. Seusai menikmati makanan ringan acara dilanjutkan dengan salat Magrib berjamaah, berzikir, berdoa dan menikmati makan malam.
Pada acara makan ini para tokoh akrab berbincang. Mereka mendialogkan pertumbuhan dan perkembangan pembangunan pertanian, kehutanan, puasa hingga politik teranyar menjelang pilkada. 



Baca selengkapnya..

Imbauan Mengeluarkan Zakat

Medio Ramadan kemarin tampil Drs Abdul Hadi dalam khutban Jumat di Masjid Raya Mujahidin Pontianak. Alumni Kampus STAIN ini mengajak umat untuk aktif mengeluarkan zakat.
Abdul Hadi mengatakan sejak dari takbir hingga salam, ajaran salat mengajarkan keseimbangan. Hal serupa terjadi untuk puasa yang disempurnakan dengan zakat. Zakat hati zakat fitrah, zakat harta zakat mal.
Ajaran Islam kata Abdul Hadi syarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Di mana zakat fitrah diwajibkan sejak bayi yang baru lahir hingga manula sekalipun. Tentu syaratnya bagi mereka yang mampu. Yakni menyantuni fakir dan miskin dengan makanan pokok seberat 2,5 kg.
“Bagi mereka yang memenuhi syarat tidak hanya zakat fitrah, tapi juga zakat harta. Harta benda kita dihitung jumlahnya dalam satu tahun dan dikeluarkan zakatnya lebih kurang 2,5 persen,” ungkapnya.
Dana tersebut berguna bagi dana kemanusiaan. Seperti menyantuni fakir dan miskin, membangun sarana dan fasilitas umum, membangun sarana pendidikan dan lain sebagainya.
Rasulullah Saw bersumpah, “Tidak akan masuk surga orang yang bisa tidur nyenyak sementara tetangganya dalam keadaan lapar,” ungkap Abdul Hadi mengurai hadits nabi.
Diungkapkan pula kelompok orang yang disebut mendustakan agama. Yakni mereka yang tidak menyantuni anak yatim, tidak memberi makan orang-orang miskin, dan celakalah bagi mereka yang salat terutama yang lalai dari salatnya.
“Bagi mereka yang beribadah namun tidak menjalankan ajaran agama sebagaimana mestinya bisa jadi amal ibadahnya seperti debu yang akan sirna terkena angin atau siraman air.”
Nilai-nilai dasar keislaman yang universal diajak Abdul Hadi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi pola hidup. Tidak hanya pola hidup, tetapi juga menjadi pola pikir. ■


Baca selengkapnya..

Umar Bin Khattab, Preman yang Masuk Islam

Sekitar 150 orang memenuhi undangan Ir H Zulfadhli dalam rangka tasyakur penempatan rumah jabatan di bekas rumah dinas Gubernur Kalbar Sumadi. Daerah kawasan Jalan Sutan Syahrir itu penuh oleh kendaraan roda empat maupun roda dua.
Tampak hadir di jajaran Pemprov Sekda Kalbar Drs H Syakirman mewakili Gubernur Kalbar yang berhalangan hadir, mantan Wagub Drs HM Djawari, mantan wakil Ketua DPRD Kalbar Suharsono, maupun pimpinan serta anggota DPRD Kalbar. Turut hadir Silvanus Sungkalang, Andreas Lani, keluarga, kerabat dan handai taulan pihak tuan rumah.
Acara tasyakur yang dirangkai dengan buka puasa bersama menampilkan Ustadz Arif Hasbillah yang juga pimpinan Pondok Pesantren Mathlaul Anwar untuk memberikan kuliah tujuh menit yang populer disebut Kultum.
Arif Hasbillah mengurai tentang bulan Ramadan sebagai bulan diturunkannya Alquran. Alquran sebagai pedoman hidup umat manusia agar selamat dan bahagia di dalam mengarungi hidupnya.
“Manusia tidak bisa membuang Tuhan di dalam hatinya. Tapi manusia suka menambah Tuhan dalam hidupnya. Misalnya mempertuhankan pangkat maupun jabatan,” ungkapnya mengutip cendikiawan muslim Nurcholis Madjid.
Arif menyindir dengan kisah Umar Bin Khattab. Umar dikenal sebagai sosok preman di jaman Arab Jahiliyah. Dia singa padang pasir.
Saking premannya Umar Bin Khattab dia mengusung pedang hendak membunuh Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan tauhid serta akhlak yang mulia. Hanya saja di dalam perjalanannya ada orang yang mencegat dan mengingatkannya, “Kenapa hendak membunuh Muhammad? Pergi ke rumahmu karena adikmu sendiri pun memeluk Islam. Ia mengikuti ajaran Muhammad.”
Umar tercenung. Emosinya untuk membunuh Muhammad terpotong di tengah jalan. Ia balik emosi kepada adiknya dan segera menyusul ke rumah kediamannya.
Begitu Umar tiba dan mengetuk pintu, dari dalam terdengar QS Thaha ayat 1-5 sedang dibacakan. Umar terkesima. Ia belum pernah mendengar susunan kalimat yang begitu indah.
“Thaha (Muhammad). Tidaklah Aku turunkan Alquran itu memberatkan, melainkan sebagai peringatan dari Tuhan.”
Umar Bin Khattab mendesak adiknya untuk menunjukkan catatan yang dibacanya. Tapi si adik menolak sehingga Umar menampar pipi adiknya. Si adik pun tersungkur.
Ketika tersungkur itulah Umar melihat catatan yang diinginkannya untuk dilihat. Maka ketika keinginannya terkabul, ia trenyuh dan menyatakan hendak bertemu langsung dengan Muhammad. “Umar juga tak bisa membuang Tuhan dalam hatinuraninya.”
Kedatangan Umar membuat sanksi sahabat-sahabat Nabi SAW. Muhammad tampil menyongsong Umar.
“Saya menyatakan diri untuk memeluk Islam,” kata Umar yang disambut gema takbir para sahabat.
“Umar dapat lima ayat saja jadi khalifah yang sukses, kenapa kita tidak?” sindir Arif Hasbillah sambilmeneruskan uraiannya. Ia terus mengupas hikmah jika kita dekat dengan Alquran. 


Baca selengkapnya..

“Bunyi Kretek di Lantai Dua...”

Bunyi kretek di lantai dua itu terdengar aneh. Saya yakin itu bunyi kaca yang pecah karena sudah tak sanggup menahan panasnya salak si jago merah.
Rumah gerah. Tak pernah panas terasa seperti ini.
Ketika itu 7 Februari 2007. Rumah kami di kawasan Jalan KH Ahmad Dahlan No 40 ludes dihalap si jago merah.
Sampai kini misteri kebakaran di rumah nan harmoni dengan desain tradisional kontemporer itu tak pernah terkuak. Kalaupun ketika usai kebakaran ada police line, tapi sampai saat ini tak pernah ada laporan hasil pengusutannya. Apakah karena hubungan singkat arus pendek, karena setrika, karena lilin, atau karena obat nyamuk bakar. Tak pernah terkuak. Dan ini bisa jadi juga turut dirasakan oleh sejumlah warga Kalbar yang kediamannya pernah terbakar.
Di tahun 1997 itu saya sedang melaksanakan penelitian untuk menyelesaikan strata 1 kuliah saya. Istri saya juga demikian.
Ketika suara-suara keras menggendang kuping dengan satu kata: “Kebakaran! Kebakaran!” Saya teringat heroisme Leonardo De Caprio dalam film Titanic. Saya berusaha menyelamatkan harta benda yang bisa digapai laksana Leonardo menyelamatkan kekasihnya.
Nah yang saya selamatkan buku-buku, komputer dan data penelitian saya. Adapun mobil di garasi sudah diselamatkan pemuda yang buka bengkel tak jauh dari depan rumah. Mereka memang jagoan, bahkan pahlawan.
Tak dapat saya bayangkan jika mereka tak bertindak cepat. Mungkin dua mobil yang parkir di garasi pada waktu itu meledak.
Saya masuk ke ruang dengan api mengembang di atas atap. “Selamatkan nyawa,” kata istri saya. “Nyawa nomor satu. Harta bisa dicari Mas,” katanya.
Suasana memang panik. Secanggih apapun kesabaran pasti panik.
Saya seraya berdoa di dalam hati masih mendengar azan asar berkumandang dari masjid Nurul Hidayah yang hanya berjarak 100 meter dari rumah. Rumah kami di pinggir Jalan KH Ahmad Dahlan. Berdampingan dengan Gg Wijayasari. Tetangga ramai membantu. Pengguna jalan banyak mampir menonton api yang menari-nari dengan asap pekat ke angkasa.
Air yang menetes dari selang pemadam kebakaran yang disemprotkan melalui branwir saya rasakan panas menyentuh kulit. Saya basah kuyub. “Ini baru dunia. Bagaimana neraka,” pikir saya.
Pada saat itu saya berhitung, dinas pemadam kebakaran dekat dengan rumah. Tepatnya di HOS Cokroaminoto. “Tak akan lewat dari 30 menit mereka akan sampai ke sini.” Jarak kantor pemadam dengan rumah tak sampai 1 km.
Benar saja. Mereka cepat tiba. Tapi rupanya api lebih cepat mengganyang bahan bangunan rumah yang sebagian besar tersusun dari bahan kayu.
Saat pemadam kebakaran berduyun-duyun tiba, separo rumah sudah dilahap api. Separo lagi berhasil diselamatkan. Tepatnya unit ruang praktik dr Lily S Aryanto.
Tetangga memang aktif menolong. Sofa dan harta benda 2/3 berhasil diselamatkan. Semua menumpuk di halaman rumah.
Isak tangis keluarga terdengar. Tangan saya dipegang erat-erat oleh istri saya. “Mas, habis...” katanya.
Alat reportase saya semua ludes. Tas, kamera, tape recorder. Semua dimakan api. Baju-baju kaos berlebel aktivitas di kampus semua jadi debu.
Di hari itu kami tak punya tempat tinggal. Baju pun tinggal dua-tiga helai.
Keluarga dekat di Jalan Syuhada menampung kami. Tapi malam itu kami tak bisa tidur nyenyak. Isak tangis keluarga mengelindan seiring bayang-bayang kenangan yang tersimpul indah selama puluhan tahun di rumah itu.
Istriku hampir setiap malam menceritakan masa kanak-kanaknya di sana. Bulir air matanya tumpah. Aku larut dalam sedih.
Kisah-kisah seperti ini senantiasa hadir dan mengalir di setiap adanya musibah kebakaran. Saya termasuk yang berempati jika ada musibah kebakaran. Saya pernah mengalaminya. Merasakan getirnya.
Dan agar kebakaran tidak menjadi momok, banyak hal yang harus kita timbang. Pertama tentu saja ketelitian mengontrol rumah, misalnya listrik dan bahan atau alat yang berisiko menimbulkan api. Kedua, asuransi. Ada baiknya kita ikuti asuransi agar ada penyangga jika terjadi musibah.
Ketiga tentu saja ketersediaan air di mana pemadam mudah mendapatkan air. Untuk ini Dinas Tata Kota perlu mendisain kota sehingga musibah kebakaran bisa cepat diantisipasi. 




Baca selengkapnya..

Welcome Idul Fitri dan Aktivitas Tionghoa

Waktu bergulir tanpa kenal lelah. Suasana Ramadan terus menuju puncak dengan berbagai aktivitas menyambut Idul Fitri.
Pasar-pasar semakin ramai. Laki, perempuan, tua, muda, terutama juga remaja dan anak-anak bersibuk ria dengan mencari pakaian baru, sepatu baru, atau perabot baru untuk melengkapi rasa gembira di hari raya. Hari raya Idul Fitri.
Kami di Harian Borneo Tribune juga menyiapkan diri menyambut dan mengisi hari di mana hati dan jiwa kembali suci setelah dicuci dengan puasa selama satu bulan penuh. Bentuk penyambutan kami itu selain merubah titel “Welcome Ramadan” menjadi “Welcome Idul Fitri” juga menyiapkan edisi khusus Idul Fitri.
Kami merancang edisi khusus Idul Fitri itu dengan sesuatu yang baru bagi Kalbar. Bahkan kami ingin memecahkan rekor tiras tertinggi yang pernah diraih koran-koran lokal yang ada di Kalbar. Jika tiras rata-rata harian lokal sekitar 15.000-17.500 eksemplar, maka kami mencetak edisi khusus sebanyak 25.000 eksemplar.
Tidak hanya memecahkan rekor dengan tiras tertinggi, kami juga membagikan koran tersebut secara gratis kepada para pelanggan dan pembaca potensial di Kalbar.
Tentu saja ide tersebut adalah ide “gila” yang hanya bisa terselenggara jika ada kerja keras dan soliditas kerja tim. Alhamdulillah. Puji Tuhan. Semua itu dapat terlaksana. Pembaca tinggal menunggu saja di mana edisi khusus tersebut tiba di rumah masing-masing.
Bahkan jika pembaca takut tak kebagian edisi khusus ini dapat menghubungi kantor redaksi Borneo Tribune dengan nomor seperti tertuang di papan nama Borneo Tribune halaman satu di pojok kanan atas.
Selain hal-hal yang telah kami sebutkan, kami juga membuat sesuatu yang baru yang lainnya lagi. Yakni halaman baru dengan debut liputan baru. Apa itu? Halaman Aktivitas Tionghoa.
Kami ingin memberikan fokus khusus kepada segenap aktivitas saudara-saudari kita warga Tionghoa yang selama masa Orde Baru kerap kali termarjinalisasi. Acap kali pula mereka menjadi “sapi perah” sehingga timbul diskriminasi.
Kami ingin peran sosial warga Tionghoa muncul ke permukaan sehingga terjadi pembauran yang jauh lebih bermutu. Di mana masing-masing kita bisa buka mata, buka telinga, mendegar secara langsung, melihat secara langsung, dan bahkan bisa memberikan kontribusi secara langsung atas hidup bersama di bumi persada khatulistiwa ini.
Kami menyajikan halaman Aktivitas Tionghoa agar peran sosial-politik mereka bisa sama. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan warga bangsa lainnya yang selama ini sudah jauh lebih maju di bidang sosial, politik dan kebudayaan.
Di sisi yang lain kami juga menyadari bahwa ribuan aktivitas warga Tionghoa digelar untuk kemajuan bangsa dan negara kita, hanya saja sepi dari ekspose atau pemberitaan. Oleh karena itu kami menyediakan satu halaman penuh dan terbit setiap hari. Sekali lagi, nama halaman ini adalah Aktivitas Tionghoa.
Satu hal lain lagi yang kami rasakan sesuatu yang perkembangannya pesat di Borneo Tribune adalah aktivitas Tribune Institute. Sudah semakin banyak alumni pendidikan kami dalam hal ilmu jurnalistik dan komunikasi—apatah pelajar maupun mahasiswa.
Tak kurang dari 300-an alumni sudah belajar di Borneo Tribune via Tribune Institute. Jika tiga hari yang lalu SMP Immanuel belajar dengan instruktur dari Tribune Institute, giliran sekitar 30-an pelajar dari SMA Santo Ignasius Singkawang yang datang bertandang “belajar” di dapur redaksi Borneo Tribune, Sabtu (6/10).
Mereka datang untuk berdialog teknik kepenulisan, menulis kreatif dan manajemen redaksi. Mereka juga ingin menyaksikan proses cetak di mesin Ghos Community yang kami miliki.
Akhir kata, Welcome Idul Fitri, Welcome Aktivitas Tionghoa dan Welcome pula para pelajar dan mahasiswa yang “berguru” di Tribune Institute. Semoga dengan kebersamaan kita semua dapat turut mewarnai pembangunan di Kalbar melalui pers yang bermutu dan berkualitas.
Minal aidhin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. 



Baca selengkapnya..

Pilih Mukmin, tapi yang Mana?

Khutbah anggota DPR RI asal Aceh Ghazali Abbas direspon salah satu imam Masjid Raya Mujahidin H Syarif Achmad. Katanya imbauan memilih muslim yang benar-benar mukmin adalah imbauan umum, namun mukmin yang mana?
Kata Syarif perlu ada tuntunan kepada umat untuk memilih salah satu dari tiga kandidat muslim sebagai calon gubernur. Jika tidak suara akan terpecah tiga antara HM Akil Mochtar, H Usman Ja’far dan H Oesman Sapta. “Saya tidak kuatir dengan pilkada gubernur Kalbar, tapi potensi suara Melayu pecah tiga sangat besar,” ungkapnya kepada saya dalam perjalanan melayat wafatnya H Salim Saad di Jalan Sepakat 1, kemarin.
Karena potensi suara Melayu pecah tiga, maka potensi kalah juga besar dari kandidat lainnya Drs Cornelis, MH yang berpasangan dengan Christiandy Sanjaya, MM.
Menurutnya sudah banyak contoh jika kandidat Melayu terlalu banyak maka suara akan pecah. “Ini perhitungan sederhana seperti pemilihan anggota DPD, pilkada di Melawi, Sintang dan Sekadau,” ungkapnya seraya mengatakan sudah terlampau banyak contoh untuk itu.
Analisa Syarif Achmad adalah analisis suara berdasarkan sentimen etnis dan agama. “Ini lumrah saya kemukakan untuk proses demokrasi. Soal siapa yang terpilih kelak apakah Cornelis, Usman Ja’far, Akil atau OSO tidak masalah, semua kita dukung karena ini NKRI ada hukum yang berlaku. Ini hanya prediksi atas hitungan-hitungan normal,” ungkapnya.
Memang sejauh ini pendapat Syarif Achmad banyak diungkap tokoh-tokoh Melayu, namun sama sekali tidak menggetarkan, apalagi menggerakkan MABM untuk menuntun suara Melayu kepada memilih satu saja kandidat gubernur muslim. “MABM konsisten mengurusi adat dan budaya. MABM tidak masuk ke arena politik praktis,” kata Ketua MABM H Abang Imien Thaha.
Terkait dengan proses pilkada langsung Imien Thaha yakin aman dan lancar karena pilkada langsung bukan baru kali ini dilakukan. Sudah banyak kabupaten menyelenggarakan pilkada langsung dan semuanya aman. “Kita mendukung pilkada yang aman dan tentram. Kalbar harus dibangun bersama-sama tak terbatas Melayu, Dayak atau Tionghoa,” ungkapnya seraya menyebut dia dan keluarga juga berdarah Dayak Uncak Kapuas. Bahkan katanya tokoh-tokoh Kalbar yang muslim juga banyak yang Dayak seperti mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah H Hasan Gaffar. Tak urung HM Akil Mochtar juga berdarah Dayak. Usman Ja’far yang berasal dari Sekadau juga demikian.
Alhasil Melayu-Dayak sama saja, karena sama-sama umat manusia yang berakal. Akal jika digunakan dengan maksimal akan menuntun pada ilmu. Ilmu akan membimbing untuk maju dan dengan tidak salah langkah.
Pengertian muslim sendiri menurut para ustadz adalah mereka yang mengucap tiada Tuhan kecuali Allah—ini adalah ikrar pembebasan dari perbudakan materi duniawi yang relatif. Ia (muslim) melaksanakan salat lima waktu yang menjadi pencegah hidup dari hal keji dan munkar. Ia berpuasa sehingga mampu menahan hawa nafsu atau menjadi hamba yang bertakwa—yakni yang menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya. Dia berzakat sehingga menyantuni si miskin papa tanpa kenal etnis atau agama. Serta dia berhaji di mana ibadah lahir dan batin secara total menapaktilasi Muhammad yangpada gilirannya juga menapaktilasi Ibrahim. Ibrahim sendiri punya dua anak: Ismail dan Ishak. Dari Ismail turun-temurun menjadi Islam, sedangkan Ishak turun temurun hingga Nashrani. Jadi antara Islam dan Kristen/Katolik adalah bersaudara. Sama-sama digolongkan agama samawi atau agama langit.
Begitupula sebagai mukmin sejati. Pengertian mukmin adalah mereka yang khusuk di dalam salatnya, mereka yang tidak melakukan sesuatu yang sia-sia atau tiada berguna, mereka yang berzakat, mereka yang menjaga kemaluannya kecuali kepada istrinya.
“Kalau melihat pengertian muslim dan mukmin, maka tak akan ada yang dirugikan jika nilai-nilai keislaman dan kemukminan itu dapat ditunjukkan oleh para calon gubernur. Siapa pun dia,” ungkap Syarif Achmad. 


Baca selengkapnya..

Ghazali Abbas: Pilih yang Benar-benar Mukmin

Anggota DPR RI asal Daerah Istimewa Aceh tiba-tiba muncul di mimbar Jumat Masjid Raya Mujahidin. Ia mengangkat tema “Orang Cerdas Ingat Mati”.
Dikemukakan sebuah hadist bahwa orang yang cerdas adalah orang yang ingat akan mati sehingga dia benar-benar mempersiapakan waktu menjelang kematiannya. Demikian karena kematian adalah ketentuan yang hanya prerogatif Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Katanya, manusia hanya bisa puas jika sudah masuk ke dalam lubang yang berukuran 1x2 meter. Di alam barzakh itu kondisi selama hidup dipertanggungjawabkan.
Ghazali Abbas menyatakan bahwa setiap diri selama hidup di dunia adalah pemimpin. Setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan kehidupannya. Jika hidupnya dapat dipertanggungjawabkan maka ia akan dapat memasuki surga yang disiapkan Allah Swt. Tapi jika tidak bisa bertanggungjawab, maka nerakalah tempatnya.
Sikap hidup mukmin atau orang-orang yang beriman diingatkan Ghazali Abbas berbeda dengan orang-orang yang kafir. “Kalau orang mukmin selalu ingat akan mati, beda dengan orang-orang yang kafir yang menjadikan dunia sebagai surga kehidupannya,” katanya.
Di dalam mengarungi hidup di dunia ibarat air dan minyak, tak akan bisa dicampur-adukkan antara mukmin dan kafirin. “Harus disadari betul agar di dalam hidup benar-benar memilih pemimpin yang benar-benar beriman. Benar-benar mukmin,” tegasnya.
Ghazali Abbas juga mengurai arti kafir sebagai lawan dari kata mukmin. “Kafir itu ada dua. Kafir zimmi dan kafir harbi,” ungkapnya.
Kafir zimmi adalah golongan orang yang bisa bekerjasama, hidup saling tolong menolong dan toleransi. “Kafir ini boleh dijadikan teman. Contohnya kasus pelanggaran HAM di Aceh. Penolong Aceh justru Uni Eropa yang mayoritas Nasrani,” ungkapnya.
Kafir yang patut dimusuhi adalah kafir harbi. Golongan ini adalah yang tidak akomodatif, tidak bisa bekerjasama, bahkan berperang. “Nabi Muhammad menghormati kafir zimmi, tapi bertempur melawan kafir harbi. Islam adalah agama damai. Itu prinsipnya. Dan umat Islam harus punya prinsip karena orientasi hidupnya sampai ke akhirat. Kehidupannya mesti dipertanggungjawabkan kehadirat Allah SWT,” simpulnya.
Dikatakan selain musuh Islam adalah kafir harbi, juga adalah orang-orang yang munafik. Golongan yang munafik bisa jadi adalah umat Islam sendiri. Munafik tentu saja bukan kategori mukmin sejati. (disarikan oleh nur iskandar) ■


Baca selengkapnya..

Sabtu, 06 Oktober 2007

Pantau THR dan Pelayanan Askeskin

Anggota Komisi IX yang membidangi keuangan, kesejahteraan dan kesehatan asal Kalbar, Dr Ir M Fanshurullah Asa menegaskan bahwa ia turut memantau kondisi umat Islam yang menjalankan ibadah puasa dan tak lama lagi akan merayakan Idul Fitri.
“Saya membuka pos pengaduan terhadap pelanggaran pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Bagi pekerja atau buruh yang tidak mendapatkan THR bisa melapor ke sekretariat saya di Jalan Wan Sagaf untuk mendapat pembelaan lewat jalur hukum,” ungkapnya.

Fanshurullah Asa yang menjadi anggota DPR RI karena PAW H Ishak Saleh asal PAN mengatakan, sesuai pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, perusahan wajib memberikan THR kepada pekerja. Tunjangan ini paling lambat diberikan tujuh hari sebelum hari Hari Raya Idul Fitri. Jumlahnya paling sedikit satu bulan gaji bagi pekerja yang masa kerjanya mencapai satu tahun. Sedangkan, bagi pekerja yang masa kerja di bawah satu tahun, jumlah THR diberikan dengan hitungan masa kerja dibagi 12 dikali gaji satu bulan.

Katanya, walaupun sudah ada aturan yang mengatur soal THR masih banyak perusahaan yang tidak menaati peraturan itu. Perusahaan mengagap THR merupakan bentuk pengeluaran yang merugikan perusahaan.

”Untuk mengatasi persoalan itu diperlukan peran aktif dari masyarakat dan ketegasan dari pemerintah,” katanya.

Dalam wawancara via telepon alumni Fakultas Teknik Untan ini juga mengatakan bahwa dia selaku anggota DPR RI senantiasa memperjuangkan hak-hak rakyat Kalbar. Terlebih mereka yang miskin dan kerapkali ditolak untuk mendapat pelayanan yang baik dari fasilitas Askeskin. “Sama dengan pemantauan dan advokasi prihal THR, penerima Askeskin yang dilecehkan atau tidak mendapat pelayanan yang terbaik juga saya siap menerima laporannya,” katanya. Laporan itu di sekretariat yang dibentuknya di kawasan Jalan Wan Sagaf Kota Pontianak.

Kata Ifan, selaku anggota DPR RI dia sebagai wakil rakyat berhak menegur counterpart seperti Departemen Kesehatan maupun Departemen Sosial.


Baca selengkapnya..

Kamis, 04 Oktober 2007

Talkshow Delapan Tahun Bacaan Ringan Salam

Tausiah Ramadan seusai salat Zuhur di Masjid Raya Mujahidin diisi dengan talkshow delapan tahun Bacaan Ringan Salam. Disebut talkshow karena acara ini dipancarteruskan oleh Radio Mujahidin 105.8 FM.
Prof Ir HA Hamid, M.Eng sebagai Pemimpin Umum Bacaan Ringan Salam mengatakan media dakwah yang diterbitkan setiap Jumat ini terbit nonstop. “Respon dari jamaah selama ini cukup besar. Kita sudah punya tiga edisi. Edisi kertas koran, edisi kertas luks HVS dan edisi berwarna,” ungkapnya.
Mantan Direktur Politeknik Negeri Pontianak dan Purek IV Untan ini menyatakan kemajuan demi kemajuan dicapai Bacaan Ringan Salam yang benar-benar ringan ini. Selain edisi printing juga edisi web. “Kami dikunjungi sekitar 275 di dunia maya. Dunia internet,” ujarnya.
Dalam presentasi Hamid, ditampilkan tabel pengunjung, komentar pengunjung dan tidak hanya datang dari lokal Kalbar dan nasional, tapi juga internasional. “Sudah puluhan ribu pengunjung kami di internet. Ini jauh lebih besar dari edisi cetak,” ungkapnya.
Bacaan Ringan Salam menyajikan bahan-bahan aktual dengan sentuhan dakwah. Di dalamnya ada laporan utama yang ringan, ada bahasa Inggris, ada pribahasa, pantun dan cerita-cerita hikmah. Bacaan Ringan Salam terbit 12 halaman yang tidak hanya ditujukan kepada pembaca muslim, tapi juga non muslim.
Saya yang diminta tampil sebagai pembicara kedua menyatakan selamat dan sukses atas Salam yang telah terbit selama 8 tahun nonstop. Tidak mudah menjaga konsistensi dan peningkatan prestasi seperti yang telah dicapai selama ini.
Saya menyarankan agar rubrikasi di Salam dipakemkan dengan melakukan riset. Saya juga menyarankan agar mulai dipersiapkan edisi online yang multiple. Tidak hanya teks dan voice, tapi juga gambar.
Drs Nasution Usman yang tampil sebagai pembicara ketiga menyatakan bahwa dia sudah menjadikan Salam sebagai referensi dalam dakwah. “Saya suka karena isinya benar-benar ringan,” ungkapnya. Acara dialog dipandu presenter Radio Mujahidin FM. 


Baca selengkapnya..

Demokrasi di Meja Makan Grand Resto


SMS yang masuk di Ponsel AA Mering itu tiba sekira pukul 16.00 WIB, Senin (1/10). Ajakan buka puasa bersama di Grand Resto di Jalan Pahlawan berdampingan dengan Hotel Garuda. Yang mengajak itu Ir Andreas Acui Simanjaya kolega dekat Borneo Tribune.
Kami yang sedang bekerja di dapur redaksi merespon positif. Seusai menerima tamu dari Walubi, kami bergerak memenuhi undangan kawan dekat itu. Berangkat dengan kendaraan roda dua saya bersama Tanto Yakobus, Asriyadi Alexander Mering bersama Stefanus Akim dan Maulisa bersama Maningsih. Suryani gontai berkendaraan sendiri. Tepat pukul 17.15 kami tiba di Grand Resto. “Silahkan naik ke lantai dua,” ujar dua dara cantik berbaju merah yang membuka dua lembar pintu berbahan kaca. “Sudah ditunggu di atas,” lanjutnya dengan senyum manisnya.
Kami melangkah di atas lantai berlapis karpet merah dan tampak masih baru. “Saya baru tahu ada resto elegan di sini,” kata saya kepada Tanto. “Ah, sudah cukup lama,” jawab Tanto. Kami terus melangkah naik. Belakangan kami baru tahu resto ini sudah berusia 5 bulan. Nyaris sama waktu kelahirannya dengan Borneo Tribune.
Di mulut tangga sudah ada sosok pria yang sudah kami kenal. “Hei ini dia, ayo masuklah,” ujar mantan anggota DPRD Provinsi Kalbar, Ir Andreas Acui Simanjaya. Ditunjukkannya ruang tempat berbuka puasa bersama di mana di dalamnya sudah ada seorang pria muda berkacamata warna gold yang tak lain adalah Bos Grand Resto, Tan Tjung Hwa.
“Masuk, masuk. Masuk sini,” ujarnya berdiri dan menarikkan kursi, lantas kemudian mempersilahkan kami duduk. Acui turut duduk. Kami juga memilih tempat masing-masing dari bangku yang kosong melingkari meja. Di sini ada 10 kursi. Kami datang bertujuh. Praktis hanya tinggal satu kursi kosong. “Ideal,” pikir saya.
“Maaf, Acui sudah buka puasa,” kata Tjung Hwa bercanda.
Memang di atas meja depan muka Acui terdapat lemon tea yang sudah setengah gelas. “Gak pa pa,” kata saya.
“Kalau godaannya makin besar kan pahalanya makin gede,” kata Acui bercanda seraya tangannya menjemput gelas dan membawanya ke meja pinggir. Ia menyingkirkan minumannya itu. “Toleransi yang tinggi,” pikir saya. Kalau demokrasi kecil-kecil ini terus tumbuh, cikal bakal Kalbar maju pesat karena ada toleransi dan kebersamaan.
Acui tipikal pria demokrat. Ia bisa bergaul di berbagai kalangan. Kami di Tribune senang kepadanya sebagaimana Acui juga senang dengan komunitas Tribune yang multietnis bervisi idealisme, keberagaman dan kebersamaan.
Sebagaimana layaknya pertemuan pertama, Acui mengenalkan kepada Tjung Hwa siapa-siapa koleganya yang datang. “Ini Alex, ini Nur’Is, ini Tanto,” kata Acui.
“Alex saya sudah kenal.”
“Maaf, Mering,” kata Alex protes. Ia memang sedang mempopulerkan nama warisan sanak-sedulurnya itu. Ia kini bangga disapa Mering.
“Dek mana?” kata Tjung Hwa.
“Dia sedang ada acara,” kata saya. Dek (Hairul Mikrad, red) salah seorang redaktur yang kini jadi manager marketing di Borneo Tribune.
“Nur’Is bosnya Tribune,” ujar Acui.
“Wah ndak ada bos-bosan di Tribune, semua setara,” kata saya.
“Ini Maningsih dipanggil Cici. Dia sedang internship programe di Tribune. Ini Suryani wartawati Tionghoa. Ia nyaris seangkatan dengan Cici,” kata saya mengenalkan.
“Ini Maulisa. Wartawati baru kami ini yang tulisannya abang puja-puji itu. Sapaannya Icha,” sambung Mering kepada Acui.
“Ooh. Saya suka Icha menulis anak Long Khiat yang jadi tukang sapu di Mujahidin,” akunya. Lalu kami bercerita tentang Long Khiat Pontianak dan Long Khiat Singapura. Kedua-duanya orang terpandang. Kami cerita tentang muallaf.
Mering memperkenalkan siapa Tjung Hwa. “Abang tahu ndak kalau Tjung Hwa punya foto orang Dayak dari Cina?” ujarnya. “Dia punya. Tanya saja langsung kepadanya,” timpalnya seraya bersandar di kursi.
Tjung Hwa pun mulai bercerita. Ia bertandang ke Hongkong dan kemudian “tembak” ke Guangdong. “Maju sekali mereka,” ujarnya. “Jalan sebelah kiri enam jalur. Sebelah kanan enam jalur. Entah berapa besar biaya pembangunannya.”
Kisah ‘lelaki dan wanita Dayak’ yang dijepretnya itu tak lain adalah warga Suku Fa di daratan Cina. Mungkinkah kata Fa ini yang akhirnya membentuk kata Fa Nyin.
“Dia mengenakan atribut adat yang mirip orang Dayak,” ujarnya.
Kami setuju. Bahkan saya mengutip pendapat Dr Elias Tana Moning bahwa ada kaitan antara Dayak hingga Indian di Amerika.
“Kan orang Melayu asalnya dari Yunan Cina Selatan. Ada dua gelombang kedatangan. Melayu tua dan Melayu muda. Melayu tua itu yang kemudian kita sebut Dayak karena berdomisili di pedalaman, dan Melayu muda di pesisir sebagai Melayu yang kita kenal sekarang. Jadi hakikatnya sama-sama orang Cina,” kata saya.
Icha menimpali. “Iya yah. Rumpun Malanesia!”
“Malayik dan Ibanik,” sambung Mering.
Sejenak kami terlibat diskusi yang demokratis. Disebut-sebut tulisan Dr Yusriadi dan perjalanan HA Halim Ramli serta Borneois, Prof Dr Jim Collins. Dibuka pula fakta arkeologi Ketapang yang menunjukkan peradaban Kalbar sudah maju sejak masa lalu.
Saya sendiri berpikir yang duduk di meja bundar ini multietnis namun bisa diskusi dengan santai dan bergelak tawa penuh canda. Ada saya yang Bugis. Ada Mering dan Tanto serta Akim yang Dayak. (Mering bahkan proklamasi bahwa dirinya sudah pasca Dayak). Dan ada Icha dan Cici yang Melayu. Ada juga Suryani, Acui dan Tjung Hwa yang keturunan Cina yang kita selalu sebut Tionghoa.
“Ini contoh simpel demokrasi,” pikir saya dalam hati.
Pintu ruang khusus di lantai dua terbuka. Pelayan membawa air putih disusul kolak pisang. “Sudah azan,” katanya. Dan kami pun buka puasa bersama. Saya kemudian salat di lantai tiga untuk menunaikan ibadah salat Magrib.
Di atas meja makan telah terhidang Tong Yam, gurami goreng, ayam masak asam manis, cah sawi plus bakso dan rencah udang laut. Kuliner ini dilengkapi dengan sambal dan minum lemon tea.
“Bagaimana rasanya?” kata Tjung Hwa.
“Mantap. Tak kalah dengan Tong Yam di Thailand,” kata saya seraya mencicipi sajian ala Negeri Gajah Putih tersebut. Saya pernah ke Thailand dan merasa Tong Yam di Grand Resto begitu delicious.
“Mak nyos rasanya,” kata Tanto.
“Iya...maknyos juga,” timpal yang lainnya tertawa.
“Saya mau tahu dari kawan-kawan wartawan,” timpal Tjung Hwa.
Bicara soal makanan kami memuji Bondan Winarno seorang Pemred Sinar Harapan yang ide cemerlangnya soal liputan makanan jadi trend di televisi. Nyaris semua TV menyuguhkan acara kuliner.
“Dia investigator ulung. Dialah yang membuka kasus tambang emas di Busang, Kaltim,” urai Mering.
“Dia penulis. Juga menulis di Trubus dan menerbitkan sejumlah buku-buku pertanian,” kata saya.
“Inilah yang kami suka diskusi dengan wartawan,” timpal Acui. “Kami suka diskusi dengan anak-anak Tribune karena hobi baca. Hobi baca itu jangan sampai mati,” katanya.
Acui juga suka dengan perkembangan web log yang dipromotori awak Tribune. Acui punya blog didesainkan dari Tribune.
“Saya semula kagok, tapi sekarang saya sudah bisa meng-update sendiri,” tuturnya. “Saya suka buka blog Nur’Is, Andreas Harsono, Tanto dan adek Mering sekali sekali buka blog Akim,” akunya.
“Nanti untuk Bang Tjung Hwa saya buatkan blognya,” timpal Mering.
“Wow...” sambut Tjung Hwa.
Kami terus bercerita tentang seluk beluk dunia maya. Plus minusnya. Termasuk peran pers dalam blantika ekonomi, politik, sosial dan budaya.
“Saya melihat Kuching, Singapura dan Cina sudah begitu maju. Saya mendendam dalam hati, bagaimana kita juga bisa maju,” ungkap Tjung Hwa dengan jidat mengernyit. Ia menegaskan bahwa dalam Islam dinyatakan, “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke Negeri Cina.”
“Kita bisa, asal kita mau,” kata saya.
“Orang Cina di sini juga banyak. Kita bisa saling belajar,” katanya menyuguhkan senyum.
“Kita bisa maju lewat web,” timpal Mering.
“Soal teknologi kita pasti jauh ketinggalan, tapi kita bisa unggul di bidang pariwisata,” kata Acui.
“Menurut saya, tak ada suatu negara yang maju pariwisatanya tanpa transportasi yang lengkap,” kata Tjung Hwa.
Dia mencontohkan di Singapura. Negaranya kecil, tapi transportasinya begitu hidup.
“Tak ada negara berkembang tanpa transportasi yang memadai,” timpalnya.
Ketika di Singapura, Tjung Hwa ditertawakan ketika bertanya tentang city tour. “Tak perlu, semua di sini saling hubung. Semua boleh jadi alternatif. Dan tak akan pernah sesat,” ungkapnya mentertawakan diri sendiri.
Acui menimpali. “Bupati Agus Salim sudah benar menyediakan kapal ferry untuk naik ke Pulau Temajo agar daerah itu hidup pariwisatanya. Tapi sayang tak ditunjang dengan tempat sandar. Ujung-ujungnya ferry cuma diikat di pinggir pantai.” Dia tertawa.
Saya berpikir, betapa kesenjangan kita masih jauh dari maju.
Sambil makan banyak yang kami bicarakan. Seolah-olah kami bisa membalik dengan telapak tangan bagaimana memajukan Kalbar untuk setaraf dengan negara-negara maju. Banyak teori dan wawasan yang saling kami tumpahkan.
“Diskusi-diskusi seperti ini perlu terus kita jadwalkan,” kata Acui.
Saya mengatakan, untuk memajukan Kalbar pejabat-pejabat kita sudah mau. Cuma tidak gampang bagi mereka untuk mewujudkannya. Mereka berhadapan dengan teamwork yang tidak kompak, SDM staf yang rendah, wilayah yang luas, transportasi yang belum menunjang dan masih banyak masalah.
“Tapi kalau kita mau bersatu, kita pasti bisa. Tak ada yang bisa mengalahkan keyakinan dan kebulatan tekat.”
Saya tekankan siapapun yang jadi pemimpin di Kalbar dalam Pilkada mesti didukung. Masing-masing kandidat punya plus minusnya. Terpenting kita semua bersatu untuk membangun Kalbar. Toh Kalbar tidak bisa dibangun oleh salah satu kelompok atau sektor politik saja. Kita hanya bisa membangun jika ada kebersamaan.
“Saya setuju,” kata Tjung Hwa. Ia mengurai kiat sukses Deng Xiao Ping. “Saya tak peduli kucing hitam atau kucing putih asal bisa menangkap tikus. Sama saja bagi kita di Kalbar, tak peduli mau Melayu, Dayak, Cina atau orang Amerika sekalipun asal bisa membangun dengan adil, bijaksana.”
Diskusi tentang ini begitu hangat. Cuma sayang kami dikejar deadline sehingga untuk sementara diskusi demokrasi dipungkasi dengan pamitan. “Lain kali kita diskusi lagi. Tribune suka diskusi daripada ngerumpi.”□







Baca selengkapnya..