Selasa, 09 Oktober 2007

Mujahidin Tower Tampung Jamaah Salat Ied


Sesibuk-sibuknya bekerja, Gubernur H Usman Ja’far menyempatkan diri salat Jumat di Masjid Raya Mujahidin. Dia berkain sarung motif kotak warna gelap dan baju koko dengan desain bordir di dadanya.

Pria berkacamata dengan kopiah hitam di kepalanya gontai jalan sendiri lepas dari protokoler Pemda. Hanya seorang ajudan tekun mendampingi.
Sekretaris Yayasan Mujahidin, HM Nur Hasan dan kontraktor pembangunan Tower Masjid Raya Mujahidin melangkah meninggalkan bangunan utama menuju tower yang sedang dibangun tiga tingkat plus menara (tower).
Karena lapangan bekas tertimpa hujan sejumlah bagian jalan menampung air. Usman Ja’far tak jarang berjingkit dan mencari titik-titik jalan yang kering. Tak jarang pula dia harus menyingsing sedikit kain plekatnya.
“Kayu-kayu ini tolong dibersihkan yah. Ya, biar jamaah salat ied nanti enak salatnya. Kalau bersihkan enak yah,” ujar putra kelahiran Sekadau yang sukses sebagai CEO di Latief Corporation serta terbilang sukses menjadi orang nomor satu di Pemprov Kalbar lima tahun terakhir ini. Buktinya Kalbar damai dan pertumbuhan ekonomi cukup baik. Mencapai 5,23 persen.
Usman tak sungkan melangkah menuju tower. Gerak jalannya cepat. Ia tampil energik.
Bangunan tower dari kejauhan sudah tampak tegap. Jika diukur dengan bangunan ruko biasa tingginya sama dengan enam tingkat. Jika dilihat dari Jalan Arteri Ahmad Yani tampak bendera merah putih berkibar di atasnya.
Lantai dasar bangunan tower cukup menampung dua ratusan jamaah. Jika sudah selesai kelak lantai dasar ini akan berguna sebagai ruang terbuka. Adapun lantai dua menurut Usman lebih baik ditempatkan perpustakaan masjid. “Bagi yang mau belajar agama Islam akan betah di sini. Saya juga mau tempatkan mushaf Alquran Kalbar di sini,” katanya.
“Bagus Pak,” kata Nur Hasan mendampingi gerak langkah Usman Ja’far yang menaiki tangga-tangga tower. Tangan Usman menunjuk-nunjuk lokasi dan pengaturan ruangan di tower.
“Kalau Quran mushaf Kalbar ditempatkan di lantai dasar agak tidak enak juga,” ujarnya.
“Betul Pak. Masak Quran di bawah dan kita di atas,” kata Nur Hasan seraya senyum.
Saya juga tertawa. Tapi tidak terlalu setuju dengan pernyataan Pak Gub dan Nur Hasan karena di Masjid Nabawi Madinah juga ribuan Quran di lantai dasar. Jadi agak kurang kompeten meletakkan posisi dengan rasa hormat berdasarkan tingkatan bangunan. Jadi, pikir saya yang normal-normal sajalah.
Saya mengikuti langkah kaki Usman Ja’far yang hari itu agresif. Dia menunjuk peranca-peranca kayu. “Ini sudah bisa dibuka kan?”
“Bisa Pak, sekarang pun sedang dibuka,” kata sang kontraktor.
“Baiknya memang dibersihkan.”
“Untuk salat ied apakah jamaah bisa naik ke sini?”
“Bisa Pak. Makanya sekarang dibersihkan. Cukup besar daya tampungnya. Tapi ya jamaah laki-laki lah Pak. Soalnya kalau ibu-ibu takut bawa anak dan lari-lari berbahaya. Pagarnya belum jadi,” kata Nur Hasan.
Usman Ja’far mengangguk. Ia tampak menguasai tata cara membangun dengan pilihan-pilihan konstruksinya. Saya pikir benar juga. Seperti kubah masjid yang berbentuk seperti payung hendak diganti yang baru. Bahannya mesti yang ringan sehingga tidak mempengaruhi pondasi. Juga tidak mahal.
Usman berpikir memajukan dinding bangunan utama masjid. Dia bak meneropong dari lantai tiga ke bangunan utama. “Kalau dindingnya dimajukan, ruang utama jadi besar. Untuk menghindari tempias hujan, naikkan sedikit dengan batako baru kemudian dipasang kembali kaca-kacanya. Kaca itu bagusnya dikombinasikan dengan mozaik agar cantik,” usulnya.
“Wah ide brilian pak,” kata kontraktor.
“Sekarang kubah-kubah kecil sudah terpasang. Sudah nampaklah pak bentuk barunya,” sambungnya.
Usman tersenyum. Dia tampak menikmati hembusan angin yang menerpa di tengah dahaga puasa serta hari yang terik pasca salat Jumat. “Dindingnya terbuka saja seperti ini. Anginnya segar,” ungkapnya.
“Memang begini Pak. Kita tak perlukan AC (air conditioner, red) lagi,” timpal Nur Hasan.
“Ini bahan apa?” tanya Usman memegang dinding bermotif ukiran gaya Timur Tengah.
“Kuningan. Besi kuningan pak.”
“Bagus.”
“Bapak salat ied di sini apa di Halaman Korem?” tanya saya.
“Oh, di sini dong,” kata sang incumbent.
Dia juga bercerita soal pembangunan masjid di Sekadau. “Sudah bagus, cuma menaranya kurang proporsional. Tapi pelan-pelanlah kita perbaiki,” ujarnya mengisyaratkan bahwa dia optimis untuk terpilih menjadi Gubernur Kalbar untuk Pilkada 15 Nopember 2007 kelak.
Usman juga mengatakan bahwa hasil survei LSI untuk dirinya naik 3 persen. “Saya juga baru pulang dari hulu untuk safari Ramadan putaran ketiga. Responnya bagus.”
“Pesaing Bapak cukup serius loh,” kata saya.
“Yah. Untuk itu saya konsolidasi. Momen Iedul Fitri baik untuk bersilaturahmi,” ujarnya. Usman dari raut wajahnya soal suksesi tampak PD-sekali (PD = Percaya Diri, red).
Usman senang melihat kemajuan pembangunan tower. “Lantai tiga untuk radio yah?”
“Iya,” jawab Nur Hasan.
“Bagus. Semoga radionya tambah maju.”
Usman sampai di halaman masih berpesan untuk bersih-bersih halaman dari sampah bangunan. Agar pemandangan jadi lapang dan indah. Usman juga berjanji pada pukul 16.00 di hari yang sama siap menunaikan zakat di kediamannya. Dia berzakat Rp 25 juta rupiah. 


1 comments:

sentra_desain_nana mengatakan...

Informasi mengenai Al-Quran Mushaf Yang ada di indonesia kunjungi:
http://designmushafalquranindonesia.blogspot.com/