tag:blogger.com,1999:blog-40356216986556860762024-03-04T22:36:36.911-08:00Nur IskandarBorneo Tribune Menjunjung Tinggi Idealisme, Keberagaman dan KebersamaanNoerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.comBlogger386125tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-49489497935042118872010-09-29T08:42:00.000-07:002010-09-29T08:45:46.404-07:00Sudah Lama Ngak NgeblogPembaca, maaf sudah lama ngak ngeblog. Sekarang mulai coba aktif lagi<span class="fullpost"> </span><br />Harap maklum. Mumpung masih syawal, mohon maaf klahir batin.Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-69276270258614447312009-12-14T10:53:00.000-08:002009-12-14T10:57:45.219-08:00Sukses Children Award, Masuk Men of The YearUsai sudah sebulan perhelatan Children Award yang diselenggarakan di Rumah Mimpi, Taman Gitananda. 60-an trofi dibagikan kepada para pemenang untuk 10 kategori. 12 juta dana total untuk pembinaan juga dibagi habis kepada tunas harapan bangsa yang berhasil mengukir prestasi, Sabtu (12/12). <span class="fullpost"> <br /><br />Anak-anak untuk kategori Play Group dan TK serta kategori Sekolah Dasar telah mengadu minat dan bakat yang mereka miliki. Atraktif dan semarak. Mereka dipoles oleh para guru di sekolah, sanggar, maupun orang tua di rumah sejak babak penyisihan hingga final. Mereka berdendang, berlenggak-lenggok di cat walk, serta mengadu ketajaman berpikir melalui uji kompetensi akademis vis lomba menulis. Mereka juga menggambar, melukis dan mewarnai. <br />Alhasil, pada ajang Children Award perdana ini telah menangguk masukan serta saran. Baik datangnya dari pihak sekolah, maupun orang tua yang menyambut amat sangat antusias. <br />Seorang ibu yang anaknya telah mengantongi piala lebih dari satu almari menyatakan, “Semula saya sudah bosan mengikutsertakan anak lomba. Piala sudah satu almari. Tetapi dengan adanya Children Award, saya jadi termotivasi lantaran award ini menggabungkan aneka kemampuan, bahkan ada award untuk mereka yang telah mengantongi segudang prestasi,” ujarnya. <br />Pembaca yang budiman. Memang award yang dianugerahkan kepada anak ini adalah stimulus atau rangsangan kepada mereka agar tetap aktif dan kreatif. Mereka mesti punya saluran untuk berekspresi. Sebab kepada merekalah kelak kita amanahkan segenap kekayaan lokal, regional dan nasional, bahkan dunia fana ini. Mereka yang kelak akan berhadapan dengan masa depan yang jauh lebih kompleks tinimbang kita saat ini. <br />Penyelenggaraan yang ditutup dengan parade serta penganugerahan kemarin dihadiri Pembina Yayasan Bina Paramuda Khatulistiwa yang juga anggota DPD RI, Ny Hj Sri Kadarwati Aspar Aswin. Ibu yang amat dekat dengan “cucu-cicit” ini mengikuti acara sejak dibuka hingga akhir. Tak urung senator ini menyaksikan aneka tingkah-polah maupun atraksi ratusan peserta seraya senyum, bahkan foto bersama. Peserta menunjukkan kemampuan mereka dalam menari, menyanyi dan hasil karya mereka di ajang Children Award. <br />Berbagai kekurangan memang terjadi di sana-sini tetapi menjadi bahan evaluasi agar penyelenggaraan tahun depan agar jauh lebih baik. Begitupula pada akhir tahun ini, kami juga menghelat Men of The Year 2009 setelah sukses di tahun 2008. Kali ini Borneo Tribune Award menganugerahkan penghargaan kepada bidang-bidang tertentu seperti pemerintahan, legislatif, pendidikan, ekonomi-bisnis. <br />Men of The Year 2009 akan dihelat pada 30 Desember bertempat di Pendopo Gubernur. Acara ini akan diramu sedemikian rupa, termasuk menampilkan para jawara Children Award. Kita akan pertemukan award di tingkat tunas harapan bangsa dengan orang tua yang kini sedang berjaya. <br />Pembaca yang budiman. Tidak hanya mengawinkan dua award. Kami juga mengelaborasi edukasi pada titik yang lain. Sebut saja Smart Parenting dan Smart Teaching. Acara ini dihelat Borneo Tribune Organizer di Hotel Mahkota. Dan ibaratkan kereta api, acara demi acara terus berjalan. Tak terkecuali pada hari ibu 22 Desember mendatang. Kami menyelenggarakan lomba kepenulisan di tingkat Sekolah Dasar. Temanya “Ibuku.” Dan atas agenda itu semua, tunggu dan catat tanggal mainnya. Salam sukses selalu. <br /><br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-68350660839348904972009-12-14T10:50:00.000-08:002009-12-14T10:53:40.580-08:00Konsorsium Rumah MimpiPada mulanya berangkat dari hal-hal kecil dan sederhana. Yakni ingin menggabungkan segenap kekuatan yang ada, yang terserak dan kurang terorganisir. <br />Adalah kesadaran itu merupakan benih yang bersemayam di lubuk hati pimpinan Canopy Indonesia, Deni Sofian, Pijar Publishing, Pay Jarot Sujarwo, Tribune Institute, Dwi Syafriyanti, Alexander Mering dan sejumlah sahabat. Akhirnya, bermula dari saling mengundang antarkegiatan, melahirkan ide kebersamaan. Kesamaan visi, misi dan program aksi “ketemu ruas dengan buku”.<span class="fullpost"> <br />Kata “ketemu ruas dengan buku” adalah bahasa yang dipergunakan Pimpinan Yayasan Bina Paramuda Khatulistiwa, Ny Sri Kadarwati HA Aswin. Beliau mengatakan, kehadiran konsorsium untuk pelaksanaan program maupun pemberdayaan kawasan Taman Gitananda bagaikan darah segar di tengah kelesuan yayasan akibat dimakan usia—yang kemudian menyemangati kembali Gitananda—di mana dahulunya “Dunia Anak” pernah berjaya. Tak urung sempat dikunjungi pada Hari Anak Nasional, Kak Seto maupun Menteri Kesehatan. <br />Sejak ide kebersamaan bergulir untuk mewujudkan konsorsium dalam rangka pelaksanaan program kerja bersama berorientasi pendidikan dalam skala makro maupun mikronya, Canopy Indonesia—lembaga yang piawai dalam dokumentasi film—telah menyelenggarakan ScreenDocs Festival. Telah ditayangkan puluhan film bermutu kelas dunia di Taman Gitananda. Acara unik ini memantik minat masyarakat untuk mulai mengunjungi kembali lokasi nan artistik Gitananda yang berdampingan dengan GOR Pangsuma Pontianak. <br />Pijar Publishing kemudian menggebrak dengan ide luar biasa. Pay Jarot Sujarwo yang dikenal publik sebagai sastrawan muda berdedikasi tinggi melontarkan ide Rumah Mimpi. Idenya tak sekedar obrolan di warung kopi, tapi terwujud dalam implementasi peluncuran buku, input pemikiran seribuan pelajar untuk memetakan impian mereka serta membubuhkan tanda-tangannya. Ide-ide serta mimpi-mimpi itu dituliskan pada selembar kertas berbentuk daun dan bunga. Daun dan bunga itu digantungkan pada sebuah pohon mimpi. Pohon mimpi itu didokumentasikan menjadi cita-cita. Dimulailah langkah kecil menuju Pontianak Cerdas. <br />Tribune Institute kemudian menggenapkan kegiatan di akhir tahun ini dengan Childrens Award. Kegiatan meliputi Lomba Mewarnai serta Melukis di kalangan TK dan SD diikuti seratusan sekolah. Dilanjutkan sepekan kemudian dengan Lomba Tarik Suara. Dan kelak akan ditutup dengan Lomba Menulis Kreatif serta Fashion Show. <br />Sri Kadarwati yang hadir di Rumah Mimpi, Jumat (20/11) lalu tampak senyum sumringah. “Gitananda bergairah kembali,” pujinya didampingi putranya Doni, maupun menantu. Senator ini menyarankan agar konsorsium bekerja intens, rapi, serta tetap menjaga visi-misi edukasi. <br />Konsorsium semakin lengkap dengan hadirnya World Wide Fund (WWF) dan sanggar tari. Hermayani Putera aktivis WWF pun berani menyatakan mimpinya. “Andai saja lokasi strategis ini bisa menjadi lokasi pembelajaran lingkungan hidup nan asri. Maka tunas harapan bangsa bisa belajar flora dan puspa sekaligus menyelami ilmu dokumenter, kepenulisan, pembelajaran outdoor. Kelak pilot project ini bisa dicontoh oleh daerah-daerah lainnya.” <br />Mimpi. Segala sesuatunya dimulai dari sebuah mimpi. Semakin jelas mimpi itu, semakin mudah ia diwujudkan. <br />Sri Kadarwati yang kini anggota DPD RI mengakui pembangunan Gitananda dahulunya juga berawal dari sebuah mimpi. Maka ketemulah ruas dengan buku. Ibarat ruas dan buku sebatang tebu. Ia kelak akan bertunas. Tunas yang manis bergula.<br />Gitananda sekarang populer sebagai Rumah Mimpi. Rumah ruas dengan buku. Buku yang cerdas. <br />Publik silahkan bermimpi untuk masa depan generasi tunas harapan bangsa. Semua boleh bermimpi dan berpartisipasi dalam fundrising kebersamaan. <br /><br /><br /><br /><br /></span><em></em>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-43957135059746152122009-11-14T07:59:00.000-08:002009-12-14T11:00:07.931-08:00100 Anak Ikuti Children AwardDebut baru dilansir Borneo Tribune selain koran baru Borneo Metro, yakni event Children Award. Children Award ini diselenggarakan oleh Borneo Tribune Organizer yang berada di bawah program kegiatan Tribune Institute. <br />Kegiatan Children Award mengisi ruang kosong penghargaan terhadap anak selain Borneo Tribune Award yang dianugerahkan kepada kalangan dewasa setiap akhir tahun. Tetapi benang merah antara Children Award dan Borneo Tribune Award tetap sama, yakni edukasi atau pendidikan. <span class="fullpost"> <br />Pada debut perdana Children Award yang mengambil tempat di Taman Gitananda atau Rumah Mimpi ini, jumlah pesertanya lebih dari 100 orang. Mereka sudah mengikuti technical meeting (TC) atau pertemuan teknis, Sabtu (14/11) kemarin sore. Di tingkat Play Group/TK terdiri dari tiga cabang kegiatan, masing-masing Lomba Mewarnai berjumlah 35 orang, Lomba Menyanyi berjumlah 16 orang dan untuk sementara Lomba Fashion Show berjumlah 29 orang. Adapun untuk level Sekolah Dasar; Lomba Menggambar berjumlah 41, Lomba Menyanyi berjumlah 12, Lomba Fashion Show berjumlah 9, dan Lomba Menulis berjumlah 8 orang (untuk sementara). Dikatakan sementara karena untuk lomba menyanyi pendaftaran diperpanjang sampai tanggal 21 November 2009 pukul 09.00. Untuk lomba Fashion Show pendaftaran diperpanjang sampai 28 November 2009. Lomba menulis pendaftaran diperpanjang sampai 5 November 2009.<br />Pelaksanaan Lomba Mewarnai dan Menggambar pada tanggal 15 November 2009 (hari ini, red). Lomba Menyanyi tanggal 22 November, Lomba Fashion Show 29 November, Lomba Menulis 6 Desember, dan Penganugerahan Children Award tanggal 12 Desember.<br />Untuk mewarnai dan menggambar dari hasil TC, kepada para peserta diharuskan hadir 30 menit sebelum dilaksanakan, pelaksanaan lomba dilangsungkan pada pukul 08.00. Untuk mewarnai peserta disediakan waktu 3 jam, sedangkan menggambar 4 jam. Untuk peralatan semua peserta menggunakan cryon. Alat bantu yang boleh digunakan untuk sket gambar hanya pensil. <br />Media mewarnai disediakan panitia di atas kertas A3, sedangkan untuk menggambar temanya akan disamapaikan pada saat akan dimulainya lomba. Hal ini menurut Zulkifli MS selaku Ketua Dewan Juri adalah demi membebaskan kreativitas dan imajinasi anak. <br />Untuk lomba menyanyi Play Group dan TK, adalah peserta memilih satu lagu dari 18 lagu yang disediakan panitia, sedangkan untuk tingkat SD, (kelas 3-usia 6-9) peserta membawakan satu buah lagu dari 13 lagu yang disediakan panitia, untuk seluruh peserta akan diberikan kesempatan untuk pengambilan nada , yaitu pada tanggal 21 November 2009, pukul 09.00-selesai di Taman Gita Nanda, sekaligus pengambilan nomor undian peserta. <br />Lagu untuk Play Group dan TK dinyanyikan oleh peserta sebanyak 2 kali pengulangan. Kritereria penilaian mengacu pada kualitas vokal dan penampilan. <br />Vini, vidi, vici. Kepada peserta diucapkan selamat berlomba. Kalah dan menang adalah hal yang biasa. Hal yang luar biasa adalah edukasi yang bisa dipetik pada setiap kompetisi, yakni fairplay. <br /><br /> <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-14195404274387113882009-11-11T13:09:00.001-08:002009-11-11T13:14:22.888-08:00Seruan DamaiIni iklan Seruan Damai yang terbit setelah pertemuan di Mapolda soal solusi SP. <span class="fullpost"> <br />Seruan Damai<br /><br />Bulat air karena buluh<br />Bulat suara karena mufakat<br /><br />Setelah mendengarkan hadirin-hadirat berbicara pada pertemuan makan siang bersama Kapolda Kalbar dilanjutkan Diskusi Tentang Solusi Seruan Pontianak, Rabu (7/10) di Graha Khatulistiwa Mapolda Kalbar bersama 150 tokoh masyarakat, dengan ini kami menyatakan PERMOHONAN MAAF, sekaligus mencabut kata dan kalimat di dalam Seruan Pontianak apabila dinilai terlalu keras, kurang valid, serta proses yang kurang matang. <br />Semoga dengan peristiwa ini, kita semua warga Kalbar dapat mengambil hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. Dan semoga silaturahmi yang terwujud dalam pertemuan tersebut dapat merajut perdamaian yang abadi di Kalimantan Barat. <br />a.n Penggagas Seruan Pontianak<br />Nur Iskandar<br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-34136036141057537632009-11-11T13:05:00.000-08:002009-11-11T13:25:11.769-08:00Iklan Seruan PontianakIsi Seruan Pontianak lk seperti draft. Berita-beritanya bisa diikuti lewat berbagai media di Kalbar. <span class="fullpost"> <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-43330319074959470532009-11-11T13:01:00.000-08:002009-11-11T13:03:42.114-08:00"Maaf!" Solusi Seruan PontianakTantra Nur Andi<br />Borneo Tribune, Pontianak<br /><br />Pencarian solusi terhadap pro dan kontra terbitnya Seruan Pontianak (SP) di tiga media cetak Kalbar, yakni Pontianak Post, Borneo Tribune dan Tribun Pontianak, Senin (28/9) lalu, kemarin mencapai kata sepakat yaitu “permohonan maaf”.<br />Kesepakatan ini tercapai dalam dialog pencarian solusi SP yang digelar Kepolisian Daerah (Polda) Kalbar, di Graha Khatulistiwa, Mapolda, Rabu (7/10) kemarin. <span class="fullpost"> <br />Meski Pontianak diguyur hujan deras. Namun seluruh tokoh masyarakat Kalbar baik tokoh adat maupun tokoh agama, para penggagas SP, LSM, organisasi pemuda di Kalbar, Kerabat Kesultanan Kadriah, para pemimpin redaksi dari media cetak dan elektronik, AJI, PWI serta para wartawan-wartawati yang diundang hadir dalam pertemuan tersebut.<br />Pertemuan yang didahului dengan makan siang ini berlangsung cukup alot. Berbagai pendapat terbitnya SP disampaikan oleh para tokoh Kalbar. <br />Dialog yang mulai pukul 13.00 diawali dengan penyampaian sambutan Humas Polda Kalbar, Suhadi, Gubernur Kalbar yang diwakili Asisten I Ignatius Lyong dan Kapolda Kalbar, Brigjend Pol, Erwin TPL Tobing.<br />Humas Polda Kalbar, Suhadi dalam sambutannya mengatakan pertemuan ini bertujuan untuk mencari kata mufakat terhadap adanya pro dan kontra terhadap terbitnya SP.<br />“Dialog ini bukan untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah dan bukan untuk menentukan menang dan kalah tapi bersama mencari solusi bersama,“ katanya. <br />Suhadi juga meminta media menempatkan fungsinya sebagai penyampai informasi, edukasi dan kontrol sosial. Karena itu, para jurnalis diharapkan dalam membuat berita di media dapat memperhatikan baik buruknya bagi Kalbar.<br />Asisten I, Ignatius Lyong meminta para tokoh masyarakat Kalbar untuk dapat menyikapi dengan bijak segala persoalan yang timbul di masyarakat.<br />“Kita di sini kumpul dalam suasana yang sejuk, semoga hati menjadi sejuk,“ ujarnya.<br />Dituturkannya, kita semua sepakat bahwa damai itu indah, karena itu kuburlah masa lalu yang pernah terjadi. Mari bersama kembali pada yang damai. Hanya dengan damai Kalbar bisa membangun, jika suasana damai, investor akan masuk karena itu damai harus berada di hati kita semua.<br />“Saya hargai para penggagas SP, di dalam SP memang ada yang baik tapi juga ada hal yang kurang baik. Untuk itu, yang kurang baik harus diperbaiki dan yang berbuat salah mesti dimaafkan. Itulah manusia, semua orang bisa berbuat keliru. Mari kita maafkan yang berbuat salah demi kedamaian di Kalbar,“ tegasnya. <br />Sedangkan Kapolda Kalbar, Brigjend Pol, Erwin TPL Tobing dalam sambutannya mengungkapkan kebahagiaannya karena meski hujan deras mengguyur Pontianak tapi tidak menghalangi para undangan hadir dalam dialog ini.<br />“Suatu kesenangan dan kebahagiaan saya, ramainya yang hadir di sini menunjukkan kita semua ingin damai,“ tuturnya.<br />Kapolda mengajak selagi masih dalam suasana Idul Fitri, mari saling memaafkan. Dialog yang diawali dengan lagu Indonesia Raya, ini bukan seremoni, tapi kita harus bersatu. Makna hujan hari ini adalah membawa kesejukkan.<br />“Tuhan punya kehendak, bapak-bapak hadir di sini bukan karena undangan saja tapi ini sudah menjadi kehendak Tuhan,“ ucapnya.<br />Kapolda mengakui sejak SP terbit 28 September lalu dirinya dikerumuni wartawan yang mempertanyakan seruan pontianak. <br />“Syukurnya, saya sudah baca pagi-pagi. Saya punya staf, saya suruh monitor dan saya buat langkah-langkah pencegahan,“ katanya.<br />Setelah timbulnya pro kontra terbitnya SP, Kapolda mengatakan dirinya langsung bersikap mengundang para penggagas SP. Setelah mengundang para penggagas SP ini, kita menggelar pres konfrens. Intinya Kalbar damai tergantung masyarakatnya. Kalau masyarakatnya mau heboh ya pasti heboh tapi kalau tidak ya tidak akan heboh. <br />Masalah SP ini bukan masalah besar, tapi akan menjadi masalah kecil jika kita tidak membesar-besarkannya.<br />Ditegaskannya, diskusi ini bukan ajang menghakimi. Tidak ada gunanya jika diskusi selesai tapi masalah tidak selesai. <br />“Apalagi semua tokoh masyarakat Kalbar ada di sini, masak kita tidak bisa menyelesaikan masalah kecil ini bersama-sama,“ ungkapnya.<br />Silahkan berkomentar atas terbitnya SP, tapi jangan emosi dan jangan terpancing. <br />Diungkapkan Kapolda Kalbar SP ini bagus tapi ada reaksi, pastinya ada mis dalam komunikasi. Ada yang tidak pas dalam penyampaiannya, karena itu penggagas harus menerimanya. Mungkin soal perencanaan, waktu dan cara penyampaian SP. <br />“Saat para penggagas menemui saya, saya bilang ini tokoh-tokoh muda yang potensial di bidangnya. Kata para penggagas SP tujuannya baik bukan menghancurkan. Hanya saja, saya melihat perencanaan kurang matang. Banyak yangt tidak dilibatkan,” ucap Kapolda.<br />Erwin mengingatkan di Kalbar memang sering terjadi konflik. Konflik terjadi sejak tahun 1967 atau bahkan tahun 1920-an.<br />Kapolda mengakui SP baginya pribadi adalah proses belajar bagaimana menangani masalah yang terjadi. <br />“Ini juga menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk menjadi dewasa,“ tegasnya.<br />Ditegaskan Kapolda jika ada konflik semua akan rusak. Maka nanti cari solusi bersama. Kalau SP dianggap salah ya minta maaf. <br />“Kita meminta jangan sumbat komunikasi. Jangan ada yang tidak terakomodir rasa keadilannya,” kata Kapolda.<br />Menutup sambutannya, Kapolda mengingatkan pertemuan ini bukan forum peradilan yang menghakimi. Jangan berkutat pada masalah kontraproduktif. Tapi bagaimana bersama memikirkan Kalbar ke depannya. Bagi yang salah jangan malu mengakui kekurangannya.s<br />Usai menyampaikan sambutannya, Kapolda Kalbar telah menunjuk Dekan Fakultas FISIP Untan, AB Tandililing sebagai moderator diskusi mencari solusi SP.<br />Dalam pembukaan dialog, Tandililing menyampaikan sesuai kata Kapolda Kalbar, dan Asisten I Gubernur Kalbar. SP jangan diperpanjang, tapi cari solusinya yang meredam masalah dalam diskusi ini.<br />Ia mengingatkan mungkin dalam SP ada yang tidak pantas atau respon terlalu reaktif. Mari berbincang-bincang dari hati ke hati jika SP ada masalah apalagi kita di Kalbar adalah satu keluarga besar.<br />Dikatakannya, damai tercipta karena integrasi. Konflik dan perdamaian itu ibarat dua sisi mata uang. Berbeda dan terjadi bergantian. Damai tidak bisa terus menerus ada begitu juga konflik bukan tidak bisa diselesaikan.<br />Memulai diskusi, Tandililing memberikan kesempatan para hadirin untuk mengungkapkan pendapatnya. Beberapa orang tunjuk tangan. <br />Kesempatan pertama diberikan pada Ali Anafia. Ia mengatakan dirinya tidak mengenal para penggagas SP. Ia ingin melihat para penggagas SP. Akhirnya, Tandililing meminta para penggagas SP maju ke depan memperkenalkan diri mereka. Sekitar belasan para penggagas SP akhirnya maju ke depan forum memperkenalkan diri. Mereka diantaranya, Nur Iskandar, Asriyadi Alexander Mering, Budi Rahman dan beberapa lainnya.<br />Usai memperkenalkan diri, para penggagas duduk kembali dan diskusi dilanjutkan.<br />Petrus, Presiden Front Pembela Dayak (FPD) menyampaikan SP ini ibarat bunga bau busuk. Penggagas harus mencabutnya, hanya ada dua solusi, hukum adat atau ditangkap.<br />Sementara itu, Hermanto Djuleng meminta forum menghadirkan Andreas Harsono dan Suwito. Kalau ia tidak hadir nothing to lost, lebih baik bubar karena pertemuan ini tidak ada manfaat. <br />Mendengar ini, Tandililing menanyakan pada para penggagas mengapa Andreas dan Suwito tidak hadir. Nur Iskandar menjawab, Andreas tidak bisa hadir karena menjadi saksi kunci pengadilan di Jakarta sedangkan Suwito tidak bisa hadir karena istrinya akan melahirkan.<br />Ketua DAD Kota Pontianak, Yakobus Kumis mendesak cabut seruan Pontianak dan para penggagas minta maaf pada publik bukan pada saya pribadi. Karena SP bukan hanya menyinggung Dayak tapi masyarakat Kalbar. <br />“Saya tidak ingin Kalbar ini dicap daerah kerusuhan,” tegasnya. <br />Ia mengungkapkan banyak dari daerah bilang mau turun ke Pontianak untuk menangkap para penggagas SP. Tapi ia meminta agar orang daerah tidak ikut campur, ini urusan masyarakat Kota Pontianak. <br />Usai Yakobus berbicara, Tandililing mempersilakan tokoh masyarakat Bugis di Kalbar, Burhanuddin Abdullah menyampaikan pendapatnya. <br />Ia mengungkapkan terbitnya SP ada hikmahnya. Dalam seruan itu ada ajakan. Ia mengaku akibat terbitnya seruan tersebut, dari daerah-daerah telepon pada dirinya. “Kita mau perang dengan siapa pak?“ ujarnya.<br />Ia meminta Polda Kalbar mengusut tuntas SP demi penegakan hukum. Jika dalam pengusutan tidak ditemukan unsur pidana, maka masalah selesai dan masyarakat pasti setuju. <br />Ia juga meminta para penggagas menyampaikan permohonan maaf pada publik dan penegakan hukum tetap jalan. <br />Setelah diskusi berjalan setengah jam. Tandililing meminta kesepakatan bersama para hadirin, sampai pukul berapa diskusi akan dilakukan. Akhirnya disepakati diskusi sampai pukul 14.00.<br />Pimpinan Redaksi Harian Berkat, Werry Syahrial mengungkapkan ada dua masalah yang akan membuat Kapolda berat, pertama kerja keras menenangkan di luar jurnalistik. Kedua masalah SP ini ada tanda-tandanya perang media. Bahayanya perang media bisa menghancurkan negara.<br />Apalagi jika media terus melakukan investigasi. Kalau pun media di stop pemberitaannya, Kapolda yang diberatkan. Apalagi kalau ini Kapolda yang memintanya, secara dunia jurnalistik Kapolda bisa disalahkan jika menyetop pemberitaan SP sampai di sini.<br />Ketua Lembaga Adat Melayu Serantau (LAMS) Kota Pontianak, Syamsul Rizal juga mendesak penggagas minta maaf yang disampaikan kepada pers seperti seperti iklan SP yang sudah dimuat.<br />“Kita minta besok (hari ini, red) sudah ada permintaan maaf yang dimuat di koran,“ katanya.<br />Sulaiman yang juga diberi kesempatan untuk berbicara mengatakan dirinya setuju dengan seruan damai. Tapi sayang isinya saja mengungkit-ngungkit luka lama. Lebih baik para penggagas mengakui kekeliruan yang sudah dibuat dan mari kita bersama membuat seruan perdamaian Kalbar.<br />Sementara itu, Rektor Untan, Chairil Effendy menegaskan nama dirinya yang masuk dalam seruan pontianak karena pada beberapa waktu lalu ia di sms oleh Nur Iskandar tentang adanya seruan pontianak.<br />“Saya balas sms setuju dan akhirnya nama saya tercantum. Untuk itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada masyarakat Kalbar. Saya juga telah memaafkan adik-adik saya para penggagas SP. Jadikan ini proses pembelajaran. Apalagi mereka sudah mengakui kekeliruan mereka,” katanya.<br />Chairil juga menyatakan Untan sebenarnya siap menggelar seminar perdamaian untuk membangun perdamaian yang abadi di Kalbar. <br />Ia meminta semua hadirin menjaga Kalbar karena ini daerah kita bersama.<br />Chairil meminta Polda Kalbar menindaklanjuti proses penyidikan ke Andreas Harsono karena Chairil menganggap Andreas masih bersikap memprovokasi masyarakat Kalbar di blognya.<br />Herman Ivo, tokoh Dewan Adat Dayak Kalbar mengatakan seruan pontianak bukan seruan damai. Belum ada seruan damai. SP, isinya bukan seruan damai tapi soal lain. Tujuan SP sebenarnya bagus hanya saja datanya diragukan dan ada kata-kata provokatif.<br />Ia menegaskan kalau para penggagas SP ini gentlement, pasti mereka akan meminta maaf dan mengakui kekeliruan mereka. Para penggagas harus memuat permohonan maaf di media yang sama. Meskipun pemerintah Kalbar sudah bilang maafkan saja tapi kalau nanti terulang kembali bagaimana? Harus ada proses pembelajaran di sini.<br />Ia juga meminta penggagas yang masih bikin persoalan di belakang agar lebih ditangani dengan tegas oleh Polda Kalbar.<br />Rafli, Kombespol, Direktur Reserse Polda Kalbar menyampaikan Polda sudah melakukan penyidikan sejak beberapa organisasi masyarakat datang ke Polda Kalbar.<br />“Sejak itu, kita respon dan kita sudah lakukan penyidikan. Kita panggil empat penggagas SP. Sudah kita dengar klarifikasinya dan sampai saat ini belum ada tindak pidana dalam SP. Ke 77 orang yang namanya tercantum dalam SP akan kita panggil satu persatu,” katanya. <br />Zulfidar dari Forum Mediasi Kalbar meminta semua pihak untuk bisa memaafkan kekeliruan para penggagas SP. Hari ini adalah mediasi, jika para penggagas SP meminta maaf sudah selesai masalahnya.<br />Setelah memberikan kesempatan pada semua tokoh. Akhirnya Tandililing mempersilahkan salah seorang penggagas SP, Nur Iskandar untuk berbicara.<br />Nur Iskandar pun mengatakan penerbitan SP ini sesuai dengan ilmu yang ia miliki. Dirinya melihat beberapa kejadian kriminal murni di Pontianak hampir saja berujung pada konflik komunal.<br />“Dari dasar inilah, saya bersama para penggagas lainnya membuat draf SP yang tujuannya untuk menyerukan perdamaian. Kalau ada kata-kata yang dianggap terlalu keras dalam SP, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada masyarakat Kalbar,“ tutur Nur Iskandar.<br />Setelah Nur Iskandar menyampaikan permohonan maaf dan bersedia menerbitkan permohonan maaf di koran yang sama. Akhirnya Tandililing menutup diskusi. <br />Suasana diskusi yang semua sempat tegang akhirnya berubah menjadi haru. Usai meminta maaf, Nur Iskandar disambut salam dan peluk kekeluargaan oleh para tokoh Kalbar.<br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-20437838006985059992009-11-11T13:00:00.000-08:002009-11-11T13:01:55.674-08:00Kapolda Fasilitasi Dialog Seruan PontianakRiset Zis, Masyarakat Tidak Terlalu Ribut<br /><br />Tantra/Hairul<br />Borneo Tribune, Pontianak<br /><br />Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat, pukul 11.00 WIB pagi ini, Rabu (7/10) menggelar dialog menindaklanjuti ‘Seruan Pontianak’ (SP). 150 tokoh masyarakat, termasuk 77 statemenship SP diundang. <br />Selain mereka yang termasuk penyeru perdamaian sejumlah tokoh dan pengurus organisasi masyarakat, etnis, agama, Kerabat Kesultanan Kadriah, para pemimpin redaksi maupun wartawan-wartawati juga diundang.<span class="fullpost"><br />Pertemuan ini sendiri untuk menindaklanjuti dan mencari solusi tentang SP agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.<br />“Rabu (7/10) ini, kita mengundang seluruh tokoh Kalbar mulai dari Dewan Adat Dayak Kalbar, Dewan Adat Dayak Nasional, Majelis Adat Budaya Melayu, Forum Komunikasi Pemuda Melayu sampai Kerabat Kesultanan Kadriah Pontianak,” ungkap Kabid Humas Polda Kalbar, Suhadi SW, Selasa (6/10).<br />Suhadi menjelaskan pertemuan ini digelar untuk menuntaskan persoalan terbitnya SP yang selama ini menjadi polemik. “Pertemuan sekaligus makan siang yang digelar di Graha Khatulistiwa Kalbar ini bertujuan menindaklanjuti dan mencari solusi tentang Seruan Pontianak agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat,” ujarnya.<br />Sebelumnya SP terbit di tiga media cetak Kalbar, Senin (28/9) di Pontianak Post, Tribun Pontianak dan Borneo Tribune. Ada 9 alinea di dalamnya yang berisi seruan damai, mempelajari sejarah konflik komunal dan tindakan preventif agar tidak jatuh korban lebih besar.<br />Penampilan iklan 1 halaman dengan disain kartunis mendapat reaksi pro dan kontra sehingga Kapolda didatangi sejumlah tokoh masyarakat. Kapolda kemudian mengundang sejumlah orang yang dinilai sebagai penggagas, Senin (5/10) dan hadirlah belasan orang antara lain Asriyadi Alexander Mering, Agustinus, Abdullah HS, Siddiq, Subro, Syamsuddin, Kristianus Atok, W Suwito, Nur Iskandar, Dwi Syafriyanti, Andreas Harsono. Usai memenuhi undangan yang dilengkapi dengan penelusuran maksud, tujuan dsb, penyeru perdamaian menggelar konferensi pers.<br />Suhadi menjelaskan dalam pertemuan yang difasilitasi Kapolda diagendakan para penggagas SP memaparkan kembali latar belakang, maksud dan tujuan sampai pada pendanaan terbitnya SP di tiga media lokal Kalbar. Setelah itu, diadakan dialog bersama untuk mencari solusi dari timbulnya pro dan kontra akibat terbitnya SP.<br />Suhadi berharap, pertemuan ini dapat membawa titik temu penyelesaian masalah terbitnya SP sehingga persoalan ini tidak berlarut-larut.<br />Sementara itu, salah seorang penggagas SP, Nur Iskandar menegaskan, ia bersama para penggagas SP lainnya siap menjelaskan sedetil-detilnya maksud dan tujuan terbitnya SP. “Kami akan sampaikan selengkap-lengkapnya mulai dari latar belakang, tujuan dan pendanaan hingga terbitnya SP. Kami juga siap menerima kritik, saran dan masukan dari semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi terbaik menindaklanjuti SP,” tegasnya.<br />Nur Iskandar juga mengungkapkan para penggagas SP akan hadir dalam dialog tersebut. Selain menjelaskan seluruh hal mengenai terbitnya SP, para penggagas SP juga akan mengajak peserta yang hadir dalam pertemuan tersebut untuk berdialog menindaklanjuti langkah selanjutnya membangun perdamaian di Kalbar yang abadi.<br /><br />SP Hal Biasa<br />Sementara itu, mantan anggota DPRD Kalbar, Zainuddin Isman, menegaskan sebenarnya dari segi subtansi yang disampaikan, SP merupakan hal biasa dan sudah lama serta sering diungkap di pertemuan ilmiah dan akademis.<br />Menurut Zis--sapaan akrab Zainuddin Isman, pada seminar terakhir yang diikutinya di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) serta seminar yang digelar oleh Perancis membahas konflik di Indonesia termasuk Ambon, Kalbar dan Kalteng, data dan fakta juga dibahas dan diungkap melebihi isi SP. “Seminar ini dihadiri banyak peneliti. Nah, mengenai data di SP bukan hal yang baru dan SP itu hal yang biasa. Mungkin kondisi masyarakat secara sosiologis saja yang belum pas,“ nilainya.<br />Zis mengakui, dirinya saat ini sedang mengerjakan penelitian dengan 500 responden namun belum selesai. “Sangat mengejutkan bahwa 52% dari 300 kuisioner yang telah masuk, mereka menyatakan tidak tahu mengenai Seruan Pontianak. Artinya dari penelitian ilmiah ini, masyarakat tidak terlalu ribut, elit dan aktor sosial yang belum siap. Tidak ada persoalan,“ urai Zis.<br />Dari SP ini, nilai Zis, ada makna lain yang bisa diambil bahwa perjuangan untuk memahami keberagaman dan multikultur ini masih perlu waktu mengingat elit dan aktor sosial belum siap. “Seruan itu tidak bisa dipidana, tidak ada kata yang mengajak untuk berbuat tidak baik dan hemat saya,ini ajakan untuk kebaikan,“ pungkasnya.<br />Di tempat terpisah mantan anggota DPRD Kalbar, Syarif Abdullah Alkadrie, menegaskan apa yang disampaikan Seruan Pontianak merupakan apa yang pernah terjadi di Kalbar. “Ini fakta dan secara ilmiah maupun akademis sering dibahas. Kerusuhan ini sejak tahun 1967 dan berulangkali terjadi. Jangan dilihat membuka luka lama tetapi mari memandang ke depan untuk Kalbar yang satu dan utuh. Apa yang disampaikan di SP, sepengetahuan dan tafsir saya maknanya seperti itu,“ ucap Abdullah.<br />Abdullah mengajak untuk memaknai seruan ini bagaimana membangun Kalbar ke depan dalam bingkai satu dan utuh. “Kita yang hidup di Kalbar ini ke depan harus lebih aman dan damai tanpa pertikaian, memahami keberagaman dan pluralisme. Ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kriminal perseorangan diseret-seret dan dipanas-panasi maupun dikait-kaitkan dengan etnis. Kriminal murni tetap kriminal, kita serahkan ke polisi menangani. Pihak keamanan pun harus tegas sehingga tidak merembet ke mana-mana,“ saran Abdullah.<br />Abdullah menyatakan juga tidak sepaham atas keinginan sejumlah orang yang mendesak untuk mencari aktor atau penggagas SP ini. “Kemarin para penggagasnya sudah memberikan penjelasan ke Polda dan niat mereka baik, mungkin ada redaksional di SP yang kurang tepat. Dan dalam hal ini mereka juga sudah menyatakan permohonan maaf. Tinggal ke depan bagaimana kita semua bisa bersama hidup lebih rukun membangun Kalbar satu dan utuh,“ imbau Abdullah.<br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-59610932772821781502009-11-11T12:58:00.000-08:002009-11-11T13:00:46.945-08:00Polda Nyatakan Tidak Ada Unsur Pidana dalam SPSuhadi: Media Jangan Memprovokasi<br /><br />Tantra Nur Andi<br />Borneo Tribune, Pontianak<br /><br />“Tidak ada ditemukan unsur pidana di dalam Seruan Pontianak (SP) karena SP tidak mengajak masyarakat berbuat konflik,” tegas Kabid Humas Polda Kalbar, Suhadi, Senin (5/9).<br />Penegasan Suhadi ini disampaikan dalam konfrensi pers usai Direktorat Intelkam Polda Kalbar mengundang empat penggagas SP. Suhadi mengatakan hasil kajian dari Dirintelkam Polda Kalbar setelah meminta empat penggagas SP yaitu Andreas Harsono, Nur Iskandar, Suwito dan A. Alexander Mering mengklarifikasi terbitnya Seruan Pontianak.<span class="fullpost"> <br />Dijelaskan Suhadi, Dirintelkam mengundang empat penggagas SP ini untuk menanyakan maksud, tujuan, latar belakang sampai siapa yang mendanai hingga terbitnya SP dimaksud.<br />Keempat penggagas ini dimintai keterangan oleh Dirintelkam Polda Kalbar dari pukul 11.00 hingga 15.00 WIB. Sekitar 20 pertanyaan diajukan Dirintelkam pada empat penggagas SP tersebut. <br />Tindak lanjut dari pertemuan Senin kemarin, lanjut Suhadi, rencananya Polda Kalbar akan mengundang seluruh tokoh masyarakat mulai dari DAD, MABM, MABT sampai Kesultanan Istana Kadariah Pontianak dan 77 orang yang namanya masuk dalam SP untuk memberikan penjelasan seputar Seruan Pontianak.<br />Suhadi juga meminta media massa tidak membuat tulisan provokatif yang justru memancing terjadinya konflik.<br />Sementara itu, empat penggagas SP yaitu Andreas Harsono, Nur Iskandar, Suwito dan A. Alexander Mering setelah dimintai keterangan tujuan dan maksud terbitnya SP oleh Dirintelkam juga menggelar konfrensi pers di ruang Dirintelkam.<br />Nur Iskandar menjelaskan terbitnya SP berawal dari beberapa kejadian terbaru terutama gangguan Kamtibmas. Atas dasar inilah, para penggagas SP membuat draf setelah acara buka puasa bersama yang digelar oleh Tribune Institute.<br />“Lahirnya SP ini bertujuan bagaimana mencegah terjadinya konflik di Kalbar,“ tegasnya.<br />Saat buka puasa bersama, sudah ada draf SP yang dibuat. Kemudian, ia mengirim sms kepada tokoh-tokoh masyarakat, mengajak mereka ikut menyerukan SP. “Saya minta tokoh-tokoh masyarakat yang saya kirim sms, untuk membaca draf SP di blog saya. Kalau ada kekurangan, saya minta masukan,” tuturnya.<br />Beberapa tokoh memberikan masukan pada draf tersebut dan langsung menyatakan bersedia bergabung dalam seruan tersebut.<br />Nur Iskandar juga menegaskan, pernyataan beberapa tokoh yang merasa terkejut dengan isi SP padahal namanya dimasukan dalam SP tidak salah. Karena tokoh-tokoh tersebut memang belum membaca draf SP sebelumnya. Namun setelah ada pertemuan dengan para tokoh yang merasa keberatan tersebut akhirnya para tokoh itu mengerti tujuan Seruan Pontianak.<br />A. Alexander Mering juga mengungkapkan kata-kata pembantaian dalam seruan pontianak tersebut dimuat karena memang tidak ada kata-kata lain yang bisa mewakili peristiwa terbunuhnya ribuan orang dalam konflik etnis di Kalbar.<br />“Kalau satu orang yang tewas akibat pertikaian, itu bisa dinamakan pembunuhan tapi jika yang tewas mencapai ribuan orang dalam pertikaian maka sebutan apa yang cocok selain pembantaian,” tegas Mering.<br />Mering menilai, kondisi damai di Kalbar saat ini sebenarnya belum menemui titik perdamaian abadi. Akar persoalan konflik belum terselesaikan dengan baik.<br />Sementara itu, Andreas Harsono menegaskan tidak ada yang mendanai secara khusus hingga terbitnya Seruan Pontianak. Tapi dana untuk iklan Seruan Pontianak itu didapat dari patungan para penggagas Seruan Pontianak. <br />Direktur Yayasan Insan Khatulistiwa (YIK) Kalbar, Nagian Imawan, menyambut baik upaya yang dilakukan Polda Kalbar. Dia melihat undangan terhadap empat pengagas itu sebagai upaya mengakhiri pro kontra terkait SP dimaksud. <br />Namun Nagian mengingatkan, Polda Kalbar dalam bekerja haruslah profesional dan proporsional, jangan karena tekanan pihak tertentu atau kelompok masyarakat tertentu.<br />”Demikian juga dengan masyarakt, janganlah berlebihan memandang SP tersebut, bila kurang berkenan masih ada ruang dialog. Dan saya yakin landasan kita jelas yakni akademis,” kata Nagian.<br />Menurut Nagian, dirinya melihat SP itu tujuannya jelas ingin menuntaskan kejadian-kejadian yang ternah terjadi di Kalbar agar kedepan jangan terulang lagi. ”Memang untuk menuntaskan suatu permasalah, persoalanya harus dibuka dulu agar bisa dicara solusi terbaiknya, dan itulah tataran akademisi selalu membedah persoalan lewat diskusi, lokakarya maupun seminar,” katanya lagi. <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-6406714595820197922009-11-08T09:15:00.000-08:002009-11-08T09:17:15.779-08:00Buku Relasi Etnik Terapkan Budaya HukumProf Esmi Guru Besar Sosiologi Hukum Undip <br />Buku Relasi Etnik Terapkan Budaya Hukum<br /><br />Nur Iskandar<br />Borneo Metro, Pontianak<br />Jatuh ke tangan pakar sosiologi hukum, Prof Dr Esmi Warassih, SH, MS, tiga buku etnisitas karya peneliti utama YPB, Ir Kristianus Atok, M.Si atas sponsor Cordaid mendapatkan pujian. Selain menunjukkan sejarah konflik komunal di Kalbar, juga menggambarkan harapan hidup bersama secara damai. <span class="fullpost"><br />“Buku ini bagus sekali. Saya senang mendapatkan banyak informasi dari buku ini,” kata mantan Rektor Universitas Pekalongan yang kini mengabdikan diri sebagai guru besar di Universitas Diponegoro, Semarang. Prof Esmi mendapatkan 3 buku yang turut disponsori oleh Borneo Tribune, Borneo Metro dan Tribune Institute ini dari tangan Dirut PT Borneo Tribune Press, W Suwito, SH, MH dan Ketua Yayasan Tribune Institute, Dwi Syafriyanti, SH, MH. <br />Pertemuan dengan Prof Esmi di sela kehadirannya di Pontianak untuk mengajar di program doktoral ilmu hukum di Universitas Tanjungpura, Sabtu (7/11). Undip bekerjasama dengan Untan untuk program strata 3 ilmu hukum. Program ini diikuti sejumlah dosen dan praktisi hukum di Kalbar.<br />“Buku ini tampilannya bagus, relatif tebal. Sekilas saya lihat isi di dalamnya sudah menerapkan komunikasi hukum dan budaya hukum,” tegas guru besar yang merupakan “anak emas” dari pakar sosiologi hukum Indonesia, Prof Dr Satjipto Rahardjo. <br />Baik Satjipto Rahardjo maupun Esmi menganut paham sosiologi hukum dengan perspektif bahwa hukum bukan tumpah laksana hujan dari langit. Hukum dibuat oleh manusia untuk mengatur dan mewujudkan tatanan yang tertib dan sejahtera. “Hukum tidak bergerak di ruang hampa yang abstrak, melainkan selalu berada dalam situasi sosial tertentu dalam lingkup manusia-manusia yang hidup,” katanya. <br />Buku relasi etnis yang akan dilaunching di Amphi Theatre Fakultas Kedokteran Untan (hari ini, red) menampilkan Prof Dr H Chairil Effendy, MS untuk membuka acara. Chairil selama ini dikenal sebagai pakar folk-lore atau sastra lisan. Ia juga sangat mengerti tentang geoetnopolitik relasi etnik di Kalbar. Tampil pula peneliti utama, Ir Kristianus Atok, M.Si alumni S1 dan S2 Untan yang kini tengah menyusun disertasi doktoral du University Kebangsaan Malaysia. <br />Pada kesempatan launching akan tampil keynote speech peneliti relasi etnik di tingkat SMA se-Kalbar, Dr Amrazi Zakso. Sedangkan pembedah buku menampilkan tokoh muda Madura, aktivis MiSem, Subro, pakar etnik asal STAIN, Dr Hermansyah dan pakar etnik yang terkenal dengan hipotesa 2020-nya, Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie. Acara akan berlangsung sejak pukul 08.00-13.00. <br />Prof Esmi menyarankan agar buku-buku dan riset-riset etnis lebih diperbanyak lagi, karena dengan penulisan hasil riset bisa ditumbuhkembangkan kepada banyak hal positif lainnya. Sebutlah daerah Sebangki di Kabupaten Landak yang dihuni warga Dayak dan Madura, namun tidak pernah terjadi konflik komunal. Sebaliknya mereka hidup rukun, kompak, bersatu. “Ini contoh harmonisasi yang baik dan patut dijadikan suri tauladan. Suri tauladan itu merupakan bagian dari budaya hukum yang ditopang oleh sosiologi hukum,” imbuhnya. <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-44708682953267609982009-11-08T09:14:00.000-08:002009-11-08T09:15:47.277-08:00Karol Kerja Keras Merintis Karir Politik dari DasarNur Iskandar<br />Borneo Metro, Pontianak<br /><br />Nopember 2007 Karol Margret Natasa baru saja menyelesaikan kuliah kedokterannya. Ia duduk akrab ditemani adiknya Angel di kediaman orang tuanya di Gang Abdul Madjid. Kala itu ayahnya, Drs Cornelis, MH tengah sibuk berkampanye ke daerah-daerah di arena Pilkada Gubernur Kalbar. <span class="fullpost"> <br />Kakak adik itu begitu akrab. Angel kala itu sedang hamil tujuh bulan, sedangkan Karol sedang menyiapkan langkah menempuh hidup baru. “Saya belum tertarik dengan pentas politik,” ujarnya seraya mengajak menyeruput teh panas di ruang tamu utama. <br />Redaktur, reporter dan fotografer Borneo Tribune yang datang meliput Tanto Yakobus, Endang Kusmiyati dan Lukas B Wijanarko selain saya sendiri. “Trah politik tak akan bisa dielakkan. Karol punya aura politik yang bagus,” kata saya. <br />Karol masih mengelak. Ia tersipu dan sedikit tersedak mendapatkan nujum dadakan di kala senja memerah di ufuk barat Bumi Khatulistiwa waktu itu. <br />Hari berganti hari, waktu berganti waktu. Drs Cornelis, MH tampil sebagai pemenang di arena Pilkada Gubernur. Kemenangan itu sudah tertera di akhir Nopember disusul pelantikan pada Januari 2008. <br />Karol yang kerap mendampingi ayahnya sebagai dokter di masa-masa kampanye tersambar energi retorika ayahnya yang singa podium atau macan mimbar. Sengatan energi untuk membawa perubahan dalam dealektika pembangunan nasional telah bertubi-tubi menghantui pikirannya. <br />Tak pelak, saat Taruna Merah Putih sebagai sayap PDIP dikembangkan ke Kalbar, Karol adalah orang yang tepat. Pinangan Muarar Sirait selaku Ketua Umum TMP Pusat disambut dengan semangat membara oleh Karol. Sejak saat itu resmilah Karol berada di jalur politik PDIP. <br />Karol punya “inner dynamic” laksana dinamit. Ledakan pertama terlihat saat namanya yang duduk sebagai nomor urut tiga untuk Pemilu Legislatif DPR RI mampu menembus angka bilangan pembagi pemilu. Dia menghimpun suara di atas rata-rata nasional. Dua ratus ribu lebih suara sah hanya untuknya. Ia peringkat satu Kalbar dan bahkan peringkat kedua nasional setelah putra RI 1, Edhie Baskoro Yudhoyono asal Partai Demokrat. <br />Kemampuan belajar Karol bisa diikuti sejak usianya masih belia. Dia juga hadir di depan mata publik. <br />Saya menjadi saksi ketika Karol belum bergairah dengan suhu politik, tapi saya juga menjadi saksi bahwa Karol bukanlah anak bawang yang tumbuh di bawah ketiak ayahnya. Karol pekerja keras. <br />Kesan pertama saya adalah ketika dia menemani ayahnya menerima Borneo Tribune Award, akhir 2008. Dia bicara laksana diplomat di meja bundar di mana ada ayahnya, ibunya, dan Dirut PT Borneo Tribune Press, W Suwito, SH, MH. <br />Bicara gaya diplomat adalah ketika ayahnya bicara berapi-api di mimbar dengan kerap kali mendapat applaus ratusan hadirin, Karol menterjemahkan kata-kata ayahnya pada majelis meja bundar. “Bapak kalau sudah bicara lupa dengan lelah,” katanya.<br />Pada even lain, saat Angel melahirkan putranya. Cucu pertama Gubernur Cornelis. Karol berdiri menyambut tamu dengan ramah. Bukan dibuat-buat. “Ini anak bakal banyak dapat suara asal dia mau,” kata saya kepada kawan-kawan yang hadir di Pendopo. Mereka antara lain adalah mahasiswa dan mahasiswi Bonn University, Jerman.<br />Okelah jika publik menilai putri sulung Cornelis ini punya kans karena ayahnya, tetapi dalam kesaksian saya, saya melihat Karol lepas dari prediksi itu. Dia pekerja keras. <br />Bukti kerja keras yang tertangkap kru Borneo Tribune adalah saat Pilpres. Dia turun langsung dari TPS ke TPS melakukan monitoring. “Kita harus cek TPS TPS karena di sini kuncinya,” kata Karol. <br />Karol berjalan sendiri. Dia hanya ditemani seorang sopir. Bajunya merah. Perutnya sedang hamil tua ketika itu. <br />“Hamil tua masih sempat spot check begini?” kata saya yang juga mobiling dari TPS ke TPS selaku jurnalis. “Ya, kita harus cek. Kita harus kerja keras. Ini panggilan hati nurani,” tuturnya. <br />Karol sudah melahirkan. Sudah pula dilantik sebagai anggota DPR RI mewakili Kalbar di Senayan. “Saya minta dukungan rakyat Kalbar. Kita harus majukan Kalbar di dalam sistem NKRI,” ujarnya. <br /> <br /> <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-5983742185126628182009-11-08T09:13:00.000-08:002009-11-08T09:14:21.273-08:00Tiket Ludes di Under-LimitNur Iskandar<br />Borneo Metro, Pontianak<br /><br />Tak mudah menjual tiket kendati harganya Rp 5.000 dengan tim artis kondang, Kangen Band. Biaya besar harus digelontor demi satu naluri nasionalisme: menggerakkan energi pemuda ke wilayah kerja positif. <br />Musik dan lagu punya elaborasi positif. Kangen Band bisa jadi teladan, bagaimana konkow-kongkow bisa melahirkan rupiah berkali lipat. Hanya dengan modal nekat, senar gitar, bas dan drum band. Lirik ditambah nada menyebabkan nama jadi tenar, rupiah keras mengalir ke kocek, serta melanglang buana ke berbagai kota nusantara. <span class="fullpost"> <br />Panitia yang tergabung dalam Taruna Merah Putih dipimpin Maskendari mesti kerja keras. Ia memimpin rapat ke rapat. Evaluasi teknis ke teknis. Mulai dari pemasangan spanduk dan baliho, hingga rigger rink. <br />“Soal tiket, wah payah, masih numpuk,” kata Maskendari saat rapat evaluasi teknis, Kamis malam yang lalu. “Semoga under limit (batas waktu akhir, red) tiket bisa ludes,” doanya. <br />Doa Maskendari terjawab. Tiket yang disebar di loket-loket tandas. Remaja dan pemuda bersemangat mengikuti ritual Sumpah Pemuda ala TMP. <br />Lapangan di Stadion Sultan Syarif Abdurrachman Alkadrie sempat diguyur hujan lebat. Tetapi tidak menyurutkan massa membeli tiket. <br />“Bang, masih ada jual tiket tidak?” tanya Torie dari TMP kepada Redaksi Borneo Tribune. “Ludes Torie, habis,” begitu suara jawaban yang terdengar. “Puji Tuhan,” selanya seraya pamit gembira. <br />Maskendari merasa lega. Dia melakukan pemeriksaan lapangan. Semuanya paripurna. Band telah check sound sejak siang sampai sore hari. Bendera merah putih telah terpacak dengan gagah di sisi kanan panggung, sedangkan sederet bendera TMP dengan manis menyeimbangi di sisi kiri stage. Adapun pada bagian tengah terpampang back-drop acara dengan dominan warna hitam dan merah. <br />Panggung dan kelengkapan atributnya tampak megah nan meriah pula di tengah lapangan hijau SSA. Acara yang didapuk dalam rangka menyemangati Hari Sumpah Pemuda ini bakal menyedot tak kurang dari 3.000-an pasang mata. <br />“Ini hasil kerja keras kawan-kawan TMP dibantu mitra kerja,” kata Andrew Yuen dari TMP. “Kalian silahkan ajukan ide, saya tinggal putuskan,” timpal Karol, Ketua TMP kalbar, anggota DPR RI dengan wajah sumringah. <br />Pemuda Kalbar di mana saja berada, jika ada ide ya jangan didiamkan begitu saja. Silahkan. Sekali lagi silahkan ke TMP, karena TMP menjadi saluran wadah yang tepat dan cepat. Ingat kata orang bijak, siapa cepat dia dapat. <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-133572732550655732009-11-08T09:12:00.000-08:002009-11-08T09:13:02.946-08:00TMP Garap Grand Design PemudaNur Iskandar<br />Borneo Metro, Pontianak<br /><br />Wajah cantik yang ditopang tubuh mungil itu nyaris terbenam dipeluk sofa model panda di ruang tamu kediaman pribadi Gubernur Kalbar, Drs Cornelis, MH di bilangan Gang Pak Madjid, Jalan Danau Sentarum. Putri sulung Gubernur yang duduk sebagai anggota DPR RI dengan nama lengkap dr Karol Margret Natasa pada hari Kamis (29/10) memimpin rapat Taruna Merah Putih (TMP). <span class="fullpost"><br />Agenda TMP menukik pada episentrum gerakan pemuda yang terukir dalam sejarah Republik Indonesia. Sumpah Pemuda. Sumpah yang diikuti pemuda dari Tanah Air dengan melahirkan gerakan monumental satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Itulah Indonesia. <br />Indonesia sebagai entitas nasional sempat dijajah Belanda hingga 3,5 abad lamanya karena tidak adanya persatuan dan kesatuan. Kesadaran pemuda yang disumpahkan pada 28 Oktober 1928 melecut semangat kepemimpinan nasional dengan elan vital persatuan dan kesatuan sehingga Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, 17 tahun berikutnya. <br />“Gerakan pemuda kini perlu digemakan. Kita sangat mementingkan gerakan pemuda, karena pemuda hari ini adalah jawaban Bangsa dan Negara kita 5, 10, atau 17 tahun yang akan datang. Sebaliknya, kita prihatin dengan berbagai problem kepemudaan seperti sempitnya lapangan pekjerjaan, kenakalan remaja, narkoba, hingga HIV/AIDS,” ungkap Karol di tengah rapat yang diikuti tak kurang dari 20-an anggota pengurusnya. <br />Dalam balutan T-shirt sederhana, Karol memimpin rapat dengan tegas dan bernas. “Kita garap grand design pemuda melalui TMP,” timpal dokter umum yang kini masuk dalam sistem tata negara, sebagai legislator Kalbar di DPR RI, Jakarta. <br />Grand design atau program besar kepemudaan itu tumbuh sebagai semangat nasionalisme yang ditanamkan founding fathers (pendiri bangsa), antara lain Dr Ir Soekarno dan kini ruhnya ditiupkan kembali oleh TMP sebagai sayap PDIP dengan ketuanya, Megawati Soekarno Putri. Karol memimpin TMP di Kalbar duet dengan ayahnya yang tak lain tak bukan Ketua DPD PDIP Kalbar. Maka grand design itu tak terlepas dari grand strategi pembangunan lokal, regional dan nasional. <br />“Semangat 28 Oktober dengan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa terus kita gelorakan. Salah satu caranya adalah pendidikan dan kebudayaan,” ujarnya. <br />Pada tahun lalu, di mana TMP baru dilahirkan, Karol memimpin gerakan bersepeda dengan tempat Taman Alun Kapuas. Ketika itu Karol menekankan pentingnya bagi generasi muda berpikir jauh ke depan menyelamatkan lingkungan dari gas emisi buangan. “Kita perlu menyelamatkan bumi dari gas rumah kaca,” tegasnya. <br />Sumpah Pemuda tahun ini, Karol memimpin TMP dengan hiburan massal seni-budaya bersama Kangen Band. Lokasi disiapkan di Stadion Sultan Syarif Abdurrachman Alkadrie dan diperkirakan akan disesaki oleh ribuan pelajar dan mahasiswa serta masyarakat umum. <br />“Hiburan adalah salah satu cara mengumpulkan remaja dan pemuda serta masyarakat umum. Dalam kerumunan massa itu kita sisipkan pesan-pesan semangat nasionalisme kebangsaan dan kepemudaan. Upaya-upaya seperti ini harus terus ada yang memelihara dan menjaga spiritnya karena pemuda adalah inti gerakan pembangunan di mana pun adanya,” kata Karol. <br />Kalbar menurut Karol harus bisa tampil ke pentas pembangunan nasional. Maka, melalui peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2009, pemuda Kalbar diajak tampil sebagai pioner sesuai dengan minat serta bakat masing-masing secara positif. “TMP menyerap dan membina energi potensial para pemuda Kalbar untuk bisa melesat secara nasional. Kebanggaan pemuda adalah kebanggaan bersama milik bangsa,” gugahnya seraya mengutip pendapat Bung Karno, “Berikan aku 10 pemuda, maka akan aku guncang dunia!” <br />Karol ternyata tidak hanya elok dan rupawan wajahnya, tetapi ide dan pemikirannya juga jauh maju ke depan. Tipikal kepemimpinan pemuda yang patut diteladani. <br /> <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-83462295533156434732009-11-08T09:09:00.000-08:002009-11-08T09:11:37.910-08:00Selamat Datang Borneo MetroW. Suwito, SH, MH<br />Dirut PT Borneo Tribune Press <br /><br />Tiada kata yang indah selain mengucapkan puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih bahwa dalam usia 2,5 tahun PT. Borneo Tribune Press melansir Harian Borneo Tribune, sudah mampu melahirkan koran baru dengan nama Borneo Metro. <br />Borneo Metro mengambil nama induknya, Borneo Tribune dengan terus mengedepankan kata Borneo. Borneo adalah pulau ketiga terbesar di dunia setelah Green Land di Amerika dan Papua di wilayah Timur Indonesia. <span class="fullpost"> <br />Dengan nama Borneo, ada semangat yang sama. Bahwa Borneo tidak hanya besar pulaunya. Tetapi juga harus besar pula medianya. <br />Sasaran koran induk Harian Borneo Tribune (HBT) adalah menuju koran nasional. Impian menjadi koran nasional ini bukanlah gertak sambal, atau tong kosong nyaring bunyinya, melainkan sudah dikemas sedemikian rupa dengan jejaring media secara regional Kalimantan serta Nasional. <br />Kita punya jejaring lokal, regional dan nasional bahkan internasional dengan baik. Modal jejaring itu telah membuat HBT tumbuh subur dan besar dengan kapasitas terpasang di 14 kabupaten-kota di Kalbar serta kontributor di sejumlah provinsi di Indonesia maupun sejumlah negara di Asean, Eropa dan Amerika. <br />Borneo Metro lahir sebagai jawaban atas kegundahan hati publik, bahwa mereka membutuhkan koran populis yang meletakkan dasar-dasarnya dari sisi edukasi atau pendidikan. <br />Borneo Tribune sebagai koran pendidikan dan koran publik berusaha memberikan jawaban itu. Jika Borneo Tribune “cool” dengan sisi edukatif, maka Borneo Metro masuk wilayah populis seperti hukum dan kriminal, namun soft, lembut, edukatif dari sisi pemberitaan berbeda dengan yang menghujat dan menghakimi, dengan memberikan tempat kepada yang terhakimi.<br />Borneo Metro disajikan dengan bentuk serupa The Sun atau Koran Tempo. Tata wajahnya di-make up sedemikian rupa sehingga merona dan mempesona. <br />Edisi perdana Borneo Metro sengaja diambil 1-11 karena menunjukkan angka tripel one. Satu, satu, satu. Angka tahun 2009 menunjukkan angka baik, kembar dan angka tertinggi sembilan. <br />Filosofi angka ini menjadi sejarah bagi kebangkitan koran daerah untuk menjadi tuan rumah bagi negerinya sendiri. Borneo harus memberikan tempat kepada Koran Borneo untuk tumbuh dan berkembang, sehingga menjadi Koran Publik yang bisa dibaca dan mendapat informasi murah. Apabila memungkinkan gratis bagi semua masyarakat, termasuk masyarakat di daerah pedalaman Borneo yang jauh dan belum tersentuh pembangunan. Janganlah kami diaborsi sebelum lahir. Janganlah Pendiri dan Pemiliknya dihakimi. Untuk itu kami mohon doa restu publik di mana saja seantero Bumi Borneo pada khususnya dan pembaca di mana saja pada umumnya. <br />Media ini kami lansir dengan harga terjangkau. Tetap seribu selamanya.<br />Akhirnya kami ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang mendukung Borneo Tribune. <br /><br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-53646073851451550232009-11-08T09:07:00.000-08:002009-11-08T09:08:55.034-08:00Seruan Damai yang SeruOleh Edi v.Petebang, wartawan, aktivis perdamaian<br />Sore sehabis magrib sekitar tanggal 7 September 2009 saya menerima pesan singkat dari Bung Nur Iskandar, karib saya sejak sama-sama mengelola koran kampus era 90-an yang kini menjabat Pemred Harian Borneo Tribun. Isinya kira-kira demikian "Sabtu, 19 September 2009 sekitar 77 tokoh akan membuat seruan damai. Draftnya silakan baca di blog saya atau blog tribun institute". Esoknya saya membaca bebeberapa kali draft "Seruan Pontianak" tersebut dan memikirkan apa dampaknya di masyarakat. <span class="fullpost"> Kemudian saya kirim usulan/saran terhadap isi draft SP tersebut. Intinya: secara esensi saya setuju; tetapi secara teknis dan kepatutan tidak setuju. Karena itulah saya mengusulkan dua hal: pertama, jangan memasukkan angka-angka dan penyebutan nama etnis; kedua, kata-kata yang dipakai jangan vulgar. "Jika dua usulan saya ini tidak bisa diakomodir, maka saya menolak namanya dimasukkan",pinta saya. Akhirnya nama saya pun tidak ada di SP tersebut.<br /><br />Ketika membaca draft SP tersebut saya menduga pasti akan ramai dibicarakan orang. Ramai karena SP ini dimuat satu halaman penuh dan di tiga koran terbesar di Kalbar--sehingga pembacanya banyak. Kalau dimuat di media yang lebih kecil mungkin tidak terlalu ramai. Ramai karena setelah SP ini terbit media massa nasional, lokal dan regional memuat tanggapan pejabat/tokoh soal SP tersebut. Ramai karena kemudian sejumlah elemen organisasi masyarakat, terutama Dayak dan Melayu, proaktif merespon SP ini. Ramai karena kemudian sejumlah orang yang namanya tercantum di SP tersebut membantah telah menyetujuinya. Saya kira itu sebabnya sejumlah orang/tokoh kemudian membantah ini (seperti Dr.Chairil Effendi) karena tidak sempat membuka draft SP di internet. Tetapi karena di SMS seperti yang saya terima, maka setuju saja. Intinya akhirnya SP itu menjadi kontroversi, bahkan cenderung kontra-produktif dengan semangat awalnya, yakini berkontribusi untuk menjaga dan mengisi perdamaian di Kalbar. Seruan ini pun benar-benar seru.<br /><br />Saya ditanyai beberapa orang, baik di luar Pontianak, di Pontianak maupun di kampung (Tebas, Singkawang, Nyarumkop, Ngabang, Ketapang, dll). Teman-teman dari daerah bertanya "kok ndak ada angin ndak ada hujan tiba-tiba ada seruan seperti itu? Maksudnya apa? Ini mengungkit luka lama,"telpon seorang teman dari Tebas, Sambas. Seorang teman, kadidat doktor di Cornell University, AS, yang meneliti soal konflik di Kalbar bertanya: "semarah itukah warga di Kalbar? ada apa sebenarnya?,"tanya via surat elektronik.<br /><br />Mengapa SP itu menjadi kontroversi? Selama enam tahun terakhir saya, bersama rekan-rekan di credit union dan sejumlah organisasi non pemerintah, keluar masuk kampung di wilayah Kabupaten Sambas, Singkawang, Landak, Bengkayang, Kabupaten/Kota Pontianak. Menurut saya masyarakat kita belum siap untuk menerima informasi seperti yang disampaikan dalam SP tersebut. Di forum ilmiah oke-oke saja bicara vulgar, apa adanya. Tapi di masyarakat akan lain ceritanya. Angka yang disajikan dalam SP tersebut juga tendensius merujuk etnis tertentu. Kalau mau jujur bukankah etnis lain (yang tidak disebut dalam SP itu) juga puluhan, bahkan ratusan yang jadi korban? Kalau memang mau fair,mestinya semuanya dipaparkan. <br /><br />SP ini memberikan pelajaran bagi kita semua, termasuk semua orang yang ingin berkontribusi dalam proses perdamaian di Kalbar ini agar lebih sensitive soal isu-isu etnis. Saya mengapresiasi penelitian Zainudin Isman (Zis) yang mengatakan bahwa 52% dari 300 respondennya tidak mengetahui SP tersebut. "Masyarakat tidak terlalu ribut, elit dan aktoir sosial yang belum siap. Tidak ada persoalan," kata Zis, seperti dikutip Borneo Tribun (7/10 hlm.2). Tiga respon saya terhadap studi ini. Pertama, jangan meremehkan yang 48%. Kedua, kalau 52% tidak peduli/tidak ribut, berarti masa depan kedamaian di Kalbar ini terancam. Karena kalau masyarakat sudah tidak peduli lagi dan tidak mau terlibat aktif dalam proses perdamaian, maka merupakan preseden buruk bagi perdamaian Kalbar. Ketiga, kalau memang benar warga akar rumput yang tidak peduli dengan SP itu; pertanyaannya warga yang mana/dimana? Warga Pontianak tentu beda persepsi dan pandangannya (tentang SP) dibanding warga Sambas, Bengkayang, Landak atau daerah yang lain pada masa silam pernah terjadi konflik kekerasan.<br /><br />Kita semua sepakat bahwa damai adalah proses, bukan tujuan akhir. Karena itu semua orang (di Kalbar) harus berbuat, berkontribusi untuk menjaga, memelihara dan mengisi perdamaian di Kalbar dengan apa yang dia punya dan mampu. Konflik adalah kondisi yang sangat buruk dan merugikan semua orang. Sesungguhnya tidak ada yang menang atau kalah jika konflik. Saya sudah mengalami beberapa kali konflik kekerasan di Kalbar ini dan sungguh sangat merugikan. Semua jadi korban, semua sektor kehidupan terkena dampak negatifnya. <br /><br />Kita patut bersyukur dalam satu dasawarsa terakhir ini kesadaran warga untuk tidak meng-etniskan criminal semakin tinggi. Ini terbukti tidak meluasnya konflik-konflik skeala kecil yang terjadi. Kita patut mengapresiasi aparat keamanan yang kini mempunyai sensitivitas etnis yang tinggi sehingga setiap tindak kriminal bernuansa etnis diberi perhatian khusus. <br /><br />SP ini menjadi ramai diperbincangkan warga. Mari kita memakai media untuk secara berkala menyampaikan seruan damai yang benar-benar mendamaikan suasana.***<br /><br />Pontianak, 6 Oktober 2009 <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-53015315248228510992009-11-08T09:05:00.000-08:002009-11-08T09:06:36.893-08:00SERUAN PONTIANAK VS PERNYATAAN SIKAP BERSAMA: KEPEDULIAN & KEKECEWAANOleh: Syarif Ibrahim Alqadrie<br />Sejak dalam perjalanan dari Pontianak sampai ke Bandung hingga pelatihan dimulai, telpon genggam (HP) saya selalu berdering yang berbentuk baik pembicaraan maupun SMS. Semua informasi itu berasal dari rekan-rekan saya dari beberapa kota di Jawa, Sumatera, Pontianak dan Singkawang; bahkan dari Copenhagen, Denmark dan Seoul, Korsel; serta diantaranya terdapat seorang anggota keluarga besar Qadriah di Jakarta. Mereka meminta komentar saya tentang ‘Seruan Pontianak’ (SP) yang dianggap “menghebohkan” dan reaksi terhadapnya dalam bentuk ‘Pernyataan Sikap Bersama’ (PSB) yang kemudian mendasari ramainya komentar tentang hal itu di KalBar. Kerabat saya ini meminta saya mendorong terciptanya kondisi tenang (cooling down) agar suasana kondusif di daerah ini dapat tercipta kembali.<span class="fullpost"> <br />Semua keinginan rekan-rekan itu terasa berat untuk dipenuhi, karena saya tidak termasuk orang yang memiliki kompetensi dan berkompetan melakukannya. Namun, karena saya menyenangi keadilan dan perdamaian serta tidak menyukai pemaksaan kehendak, maka saya juga ingin menyumbang pemikiran, walaupun mungkin belum tentu banyak orang menyetujuinya. Selain itu tulisan ini ingin menghargai keinginan rekan-rekan seperjuangan yang ingin mengetahui pendapat saya tentang apa yang sedang terjadi di KalBar.<br /><br />Seruan Pontianak vs Pernyataan Sikap Bersama<br />Dimulai katanya dengan kepedulian dan keprihatinan tentang kondisi tidak gregetnya upaya mengurangi pelanggaran HAM di KalBar, SP yang ditandatangani oleh 77 tokoh, aktivis LSM dan perdamaian, pemerhati sosial dan akademisi, muncul pada tiga media cetak Pontianak, Senin 28/9 - 2009. Dua hari kemudian muncul reaksi dalam bentuk PSB yang ditandatangani oleh 11 lembaga dan organisasi Masyarakat Dayak, tidak termasuk Institut Dayakologi Research and Developmetn (IDRD), termuat dalam Pontianak Post, Rabu, 30/9-2009.<br />Reaksi terhadap iklan SP yang tertuang lewat PSB merupakan hal yang sangat wajar, beralasan dan tidak berlebihan. Penanda tangan PSB tidak sama sekali menolak seruan yang mengedepankan penegakan hukum dan HAM, bahkan mereka menghargainya. Keberatan itu hanya mengarah pada hal-hal teknis misalnya penggunaan lambang etnis, etika dan informasi data yang belum diklarifikasi kebenarannya. Karena itu, PSB menyesalkan tindakan pengungkapan kembali peristiwa dan luka lama yang merupakan tragedi kemanusiaan yang terjadi tanpa diinginkan oleh siapapun dan berpendapat upaya membuka kembali peristiwa itu hanya akan memancing masalah baru. Para tokoh adat Sambas juga bereaksi spontan terhadap SP tersebut (Equator, 2/10-09:1) yang mereka anggap hanya terbawa oleh isu HAM tanpa melihat perkembangan kondisi di Sambas sehingga SP itu mengganggu tata kehidupan masyarakat di kabupaten itu yang telah mulai kondusif itu. <br />Beberapa hari kemudian tidak sedikit kritikan dan komentar miring terhadap SP berhamburan baik di berbagai media cetak, audio dan visual maupun melalui “media” lisan berupa diskusi informal di kantor, dalam perkuliahan maupun dalam percakapan sehari-hari di warung kopi. Oleh karena sebagian besar dari komentar tersebut bernada memvonis dan tidak memberi jalan keluar bagi pemecahan masalah yang kontroversial itu, maka polemik berkenaan dengan SP versus PSB bertambah panas, sehingga perlu dicarikan jalan pemecahan yang lebih bersahabat jauh dari rasa dendam dan kebencian. <br />Jalan ke luar dimaksud dapat dianalogikan sebagai suatu sintesis yaitu upaya mencari jalan tengah dengan mempertemukan dua pendapat yang berhadapan sebagai tesis dalam hal ini SP dan antitesis yaitu PSB. Dengan demikian kehadiran tesis dan antithesis itu tidak sampai memancing polemik yang memperuncing suasana, tapi justru dapat dimanfaatkan sebagai ide-ide baru untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kita masih peduli terhadap HAM dan di lain fihak kita seharusnya memahami posisi masing-masing dengan tidak begitu saja membuka luka lama. <br /><br />Komentar dan Pemahaman. <br />Saya memang sudah membaca iklan SP dan PSB sebelum berangkat, namun karena kesibukan mempersiapkan bahan pelatihan, saya tidak fokus dengan hal tersebut. Karena itu, saya belum dapat berkomentar apapun apalagi menjelaskan tentang latar belakang timbulnya SP tersebut. Apa yang kita perlukan segera sekarang adalah bukan komentar yang berlebih-lebihan terhadap salah satu fihak dan mengurangi fihak lain, apalagi komentar yang memojokkan dan “mengipas-ngipas” fihak-fihak tertentu. Menurut hemat saya komentar semacam itu tidak bakal menyelesaikan masalah, bahkan sebaliknya akan memperburuk suasana yang sudah mulai tenang selama 8 tahun ini, dan baru kemudian 28/10 ada sedikit hal yang menghebohkan.<br />Betapa tidak, komentar-komentar terhadap SP sudah mulai meluas dan tidak lagi proporsional (Equator, 30/9-09:1). Ada komentar bernada memperingatkan untuk tidak terperangkap pada kepentingan pribadi (Ptk Post, 1/10-09:1), ada komentar bernada netral agar tidak membesar-besarkan masalah yang tidak perlu diperluas, ada juga yang menganggap para penggagas SP itu sebagai “provokator” yang tidak menyukai kondisi KalBar kondusif lalu menginginkan mereka dan 77 orang penanda tangannya meminta maaf dan diajukan ke pengadilan. Selain itu, adapula yang kurang yakin bahwa penggagas SP apalagi para penandatangannya dapat dipidana, karena aturan pelanggarannya tidak jelas (Equator, 3/10-09:1). Tidak kurang pula yang mengingatkan secara keras agar “tidak menggali bangkai” para korban pertikaian sebelumnya dengan tidak mengungkapkan tragedi lama. Tak kurang pula yang menganggap penggagas SP dan penanda tangannya “tidak senang” dengan pemegang pemerintahan yang ada di KalBar. Bahkan ada komentar aneh – justru ini mengkhawatirkan masyarakat demokratis yang cinta damai dengan akan timbulnya wajah baru dari karakter lama ORBA yang otoriter-- dengan mengaitkan SP sebagai bentuk lain dari “bahaya laten PKI” yang katanya perlu diwaspadai (Ptk Post, 2/10-09: 22).<br />Karena itu, dalam kondisi hampir tak menentu sepanjang tiga minggu ini, diam menurut saya adalah emas. Kalaupun komentar diperlukan, ia memerlukan bahwa kedua fihak, pro dan kontra, tidak dikonfrontir atau dipertemukan secara berhadap-hadapan untuk membela diri mati-matian dan menyerang dan memvonis habis-habisan, apalagi sampai diproses di pengadilan. <br /><br />Perbedaan Pendapat dan Masyarakat Madani.<br />Sejumlah pengamat netral melihat bahwa perbedaan pendapat sebagai konsekuensi dari hal-hal yang kontroversi sekitar iklan SP dan PSB adalah hal yang wajar dalam masyarakat plural dan demokratis. Perbedaan pendapat adalah salah satu konsekuensi logis dalam berdemokrasi. Berdasarkan management konflik (Simon Fisher, Working With Conflict: Skill and Strategies for Action. NY, USA: Zed Books, 2000:1-16) perbedaan pendapat antara dua orang atau lebih, antara kelompok dan antara negara dalam pengertian akademis disebut konflik dan secara umum belum mengandung kekerasan baik fisik maupun non-fisik atau mental dan sosial. <br />Karena itu, konflik adalah perbedaan pendapat yang belum sama sekali masuk ke dalam tataran kekerasan. Konflik kekerasan atau kerusuhan (violent conflict) dapat dicegah dengan kemauan dan kemampuan dalam mengelola konflik yaitu menerima, menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan. Biarkan perbedaan pendapat itu menghampiri dan berjalan bersama kita tanpa paksaan agar fihak lain “mengikuti” dan “setuju” dengan apa yang kita mau. Kalau karakter pemaksaan itu terjadi, itu berarti kekerasan telah diambang pintu dan ia telah merobohkan kebijaksanaan dan akal budi. Itulah yang pernah terjadi selama ini di daerah yang kita cintai ini –tentu juga disebabkan oleh faktor lain—selama 4 (empat) priode lingkaran 30 tahunan: 1900-an, 1930-an, 1960-an dan 1990-an (Alqadrie, The Pattern of Violent Conflict in West Kalimantan and its factors. Copenhagen, Denmark: NIAS, 2001). Khususnya pada periode lingkaran ke 3 dan ke 4, 1960-an dan 1990-an, telah terjadi lebih dari 14 kali pertikaian. Tanpa memahami sejarah dan menghormati perbedaan yang ada, peristiwa menyakitkan yang memang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya dikhawatirkan akan terjadi lagi. <br />Bagaimanapun upaya kita untuk tidak “menyukai” peristiwa yang mencoreng nama kita di dunia internasional yang membuat kita prihatin sebagai bangsa yang berbudi, memang tidak bisa kita lakukan dengan melemparkan realitas sejarah. Walaupun, kesemuanya itu adalah musibah, di luar keinginan kita dan semua fihak memang sudah menderita dan menjadi korban karenanya. Upaya pengingkaran pada realitas sejarah bukanlah keinginan dari hati nurani maupun kearifan kita sebagai putra dari sebuah bangsa yang besar. Masalahnya adalah memang kita masih memerlukan waktu sehingga kita siap untuk menerima realitas sejarah sehingga memudahkan kita diterima dalam masyarakat internasional dan sistem dunia. Penggagas SP tampaknya “tidak sabar” dan “tergesa-gesa.” <br />Apa yang kita butuhkan sekarang dan yang akan melahirkan serta memperkuat kembali marwah dan kearifan lokal kita adalah perenungan, kesadaran dan pemahaman terhadap posisi kita masing-masing. Bahwa ada satu fihak yang mungkin terdorong dan berkewajiban untuk mengingatkan akan kealpaan kita dan fihak lain mungkin berhak untuk berkeberatan dan menolak sesuatu yang dianggap berlebihan dan mencoreng wajah kita, adalah perbedaan pendapat yang perlu disikapi dengan karakter multikulturalisme dalam pluralisme yang sudah ada sejak masyarakat Madani di Mekah sekitar 1450 tahun yang lalu. <br /><br />Ide Baru dan Keberanian Moril<br />Terlepas dari pro dan kotra, SP telah “mengusik” ketenangan kita dengan ungkapannya yang “telanjang” tanpa tedeng aling-aling. Kita dapat mengatakan dengan suara lantang bahwa SP adalah bentuk kelancangan. Begitu beraninya sebuah seruan yang memuat ajakan untuk menegakkan hukum dan HAM di tengah masyarakat dunia –ditunjukkan oleh Negara adi daya dan sekutunya-- yang tidak konsisten dan memiliki standar ganda terhadap keadilan dan penegakan HAM. Bahkan di Indonesia sendiri, konsistensi hukum dan keadilan menjadi barang mewah dan langka. Ini adalah ide besar. Sayang kalau kita potong begitu saja dengan komentar “mematikan,” kita khawatir tidak ada lagi orang yang berani mengungkapkannya. <br />Oleh karena itu, beberapa pengamat netral melihat bahwa SP pada dasarnya ‘menyentak’ kesadaran kita dan membuat kita berfikir bahwa apa yang dilakukan oleh penggagas SP tersebut –yang tentu bukan terdiri dari satu atau dua orang saja— dan oleh para penanda tangannya –yang tentu telah mempertimbangkan masak-masak dengan segala resikonya— adalah sebuah ‘terobosan’ dan ‘keberanian moril.’ Terobosan “baru” ini, lanjut pengamat tersebut, seharusnya diberi ganjaran (reward) dan hukuman/sanksi (sanction) yang seimbang antara ide besar yang diungkapkan secara berani sebagai bentuk kerisauan mereka terhadap dunia dengan kelancangan mereka yang telah mengusik kondisi tenang yang mulai tercipta di bumi Khatulistiwa ini.<br />Mereka yang terlibat dalam SP itu telah menimbulkan kemarahan kita dan polemik berkepanjangan dalam masyarakat. Karena itu, kalaupun ada unsur pelanggaran dan gangguan terhadap ketentraman umum, kita setuju dengan proses hukum terhadap mereka yang terlibat di dalamnya. Akan tetapi, banyak pengamat optimis bahwa SP itu kemungkinan besar tidak akan sampai menciptakan konflik kekerasan horizontal baru baik antar etnis maupun antar generasi –seperti dikhawatirkan oleh seorang pengeritik. Bahkan sebaliknya SP itu tampaknya telah memulai era baru dalam mana putra-putra Indonesia yang lahir di daerah KalBar akan menjadi insan-insan yang humanis dan multikultural yang peka terhadap perdamaian, keadilan dan HAM. <br />Mengapa tidak? Penggagas dan penanda tangan SP tersebut tampaknya relatif lengkap terdiri dari berbagai kelompok etnis: seperti Dayak, Melayu, Tionghoa, Bugis, Jawa, Madura, Banjar, Keturunan Arab (Alawiyyin), Sunda, Batak, Minang, Belanda, Manado, Aceh, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Bali, Ambon dan Gorontalo. Lagi pula, walaupun sebagian besar mereka merupakan generasi muda, namun tampaknya dari segi umur mereka juga sangat bervariasi dan dapat dibagi menjadi dua kelompok umur: di bawah 40 tahun dan di atas 41 tahun. <br /><br />Kekuatan Sosial dan Cakrawala Global <br />Berdasarkan fakta sosial, budaya dan alamiah ini, penggagas dan penanda tangan SP terdiri dari unsur lintas antar etnis – bahkan bangsa, budaya, agama dan generasi (inter cross etnic –even citizen, cultural, religious and generation elements). Karena itu, KalBar seharusnya bangga terhadap mereka dan sangat beruntung dengan lahirnya kekuatan sosial yang mampu tidak saja merangkul semua potensi sosial budaya dan ekonomi di daerah ini yang tadinya terpisah atau tersegmentasi oleh kepentingan politik dan ekonomi sempit jangka pendek, tetapi juga menembus cakrawala global sehingga menjadi kekuatan sosial bersama kekuatan progresif lain di bagian dunia ini untuk mengikis ketidakadilan, dominasi dan pemiskinan yang dilakukan negara industri maju (NIM) terhadap bangsa-bangsa negara sedang berkembang.(NSB).<br />Para pengamat sosiologi etnis dan sosiologi hukum percaya bahwa apa yang tertera dalam SP tersebut mengenai tuntutan mereka agar pelaku kekerasan sepanjang periode ke 3 dan 4 lingkaran kekerasan 30 tahunan: 1960-an, terutama di kawasan pedalaman dekat (interior valley areas) tahun 1967 dan 1968, serta 1990-an, khususnya di Pesisir Utara tahun 1998 dan 1999, dikategorikan sebagai pelanggaran HAM dan diseret ke pengadilan sebagai kejahatan kemanusiaan. Hal ini belum mungkin dilakukan sekarang karena dua hal: (1) Peristiwa yang terjadi secara beruntun itu merupakan musibah dan tragedi kemanusiaan yang tidak direncanakan sebelumnya; (2) Indonesia, khususnya KalBar, sebagai NSB masih memerlukan waktu cukup lama untuk masuk ke dalam jaringan sistem peradilan HAM apalagi untuk dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan. <br />Peristiwa pelanggaran seperti itu tidak dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan asal tidak dilakukan secara terorganisir dan terencana atau dilakukan oleh pejabat resmi negara: tentara, polisi dan pejabat pemerintahan seperti pernah dilakukan oleh pejabat, petugas keamanan dan tentara Serbia terhadap rakyat Muslim Bosnia Herzegovina. Munculnya SP itu tampaknya dilandasi oleh dua motif: (1) ingin membuat kejutan (surprised) kepada dunia internasional yang memiliki data akurat dan yang tidak dapat disembunyikan bahwa rakyat KalBar akan siap memasuki sistem peradilan global tentang HAM dan kejahatan kemanusiaan; (2) Ingin mengajak para tokoh, pemuka masyarakat dan pejabat pemerintah daerah ini agar memiliki keberanian dan dukungan moril untuk memperkuat motif pertama. Ini perlu dimiliki mereka agar dunia internasional tahu bahwa mereka tidak terlibat dalam menggerakkan massa. <br />Karena itulah, menurut pengamat tersebut SP tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Tampilnya PSB sebagai reaksi dari SP sudah tepat, apalagi setelah itu lembaga masyarakat adat Dayak dan Melayu Sambas tidak lagi menunjukkan kemarahan mereka. Itu berarti bahwa sudah ada pemahaman di antara tokoh masyarakat KalBar tentang pentingnya menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat KalBar dan tokoh mereka bukan pelanggar HAM terbesar di dunia. Dua motif tadi dapat dilihat pada mereka yang menandatangani SP tersebut. Mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Dari 77 orang tersebut, lima di antaranya bergelar doktor, satu orang professor, dua orang setara dengan pejabat asselon satu, sekitar 50 dari mereka bergelar Master atau Magister Sains, hampir seluruh mereka beregelar sarjana satu, empat orang tokoh agama, dan sebagian besar mereka adalah aktivis perdamaian. Jadi menurut para pengamat, mereka seluruhnya memiliki motif yang jelas demi kebaikan dan peningkatan marwah Indonesia pada umumnya dan KalBar pada khususnya. Hal penting untuk dilakukan adalah mempertemukan para penggagas dan penanadatangan SP (kelompok “tesis”) dan penanda tangan PSB dan fihak lain yang berseberangan dengan SP ( kelompok “antitesis”)..<br />Besok siang (hari ini pukul 13.00) KAPOLDA KalBar akan mengambil inisiatif mempertemukan kedua kelompok ini (pada saat naskah ini dinaikkan sebagai edisi khusus peristiwa itu sudah terjadi, redaksi). KAPOLDA dengan seluruh jajarannya akan didukung sepenuhnya semua fihak yang netral, termasuk Jaringan Studi Konflik Indonesia (Indonesia Conflict Studi Network/ICSN). POLDA KalBar dan fihak netral dalam kasus ini merupakan kekuatan penyeimbang (kelompok sintesis) yang mempertemukan dua kekuatan utama KalBar yang tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dalam membangun KalBar. Kita percaya bahwa semua kekuatan sosial di KalBar termasuk Lembaga Adat Dayak dan DAD serta Lembaga adat Melayu Sambas sangat optimis akan keberhasilan KAPOLDA KalBar dalam merangkul semua fihak yang terkait dan mencairkan kondisi KalBar yang sedikit terganggu. Tidak salahnya para penggagas meminta maaf kepada mereka yang telah dirugikan secara moril dengan bersalaman dan berangkulan satu dengan lainnya di hadapan KAPOLDA dan pemuka masyarakat lainnya tanpa rasa dendam. Hal seperti ini perlu dilakukan karena ada hal yang lebih penting lagi dalam membangun KalBar dengan kebersamaan kita. Marilah kita berdoa. (Dosen FISIP UNTAN dan Direktur Indonesia Conflict Study Network/ICSN)<br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-52532649823060406952009-11-08T09:04:00.001-08:002009-11-08T09:04:34.230-08:00Kronologi Cerita SP Selengkapnya1. Kamis (3/9) malam terjadi kasus kriminalitas murni antara Bie Wong alias Apeng (26) dengan Tri Andika (17) di kawasan Jalan Tanjungraya. Seribuan orang menyemuti TKP dan Apeng serta keluarga dievakuasi. Modus operandi kasus ini mirip Gang 17 yang terjadi November 2007.<span class="fullpost"> <br />2. Berita dengan judul Gang 17 Jilid II Terjadi di Tanjungraya yang terbit di Borneo Tribune menjadi bahan diskusi Buka Puasa Bersama Lintas Etnis di Tribune Institute menyusul kasus kriminalitas murni yang terjadi di Punggur, juga melibatkan massa. Ada dorongan moril dan intelektuil untuk melakukan tindak pencegahan dini di kemudian hari sekaligus belajar akan sejarah kelabu di masa lampau. <br />3. Hasil diskusi di Tribune Institute terus berkembang ke dunia maya dalam diskusi sinergi melahirkan draft Seruan Pontianak. Tujuan Seruan Pontianak tentu saja membantu polisi melakukan tindakan preventif agar kasus kriminalitas murni seperti Gang 17 dan Tanjungraya serta Punggur tidak berkembang menjadi komunal. Belajar dari sejarah konflik di Kalbar, nyaris semua konflik besar dimulai dari hal ihwal yang kecil. <br />4. Draf awal SP dimuat di www.noeriskandar.blogspot.com pada 13 September 2009 dengan pengantar sbb: “Saya menghubungi sejumlah tokoh untuk "Seruan Pontianak". Ini baru draft. Tolong kasi masukan dan dukungan dengan memasukkan nama masing-masing.”<br />5. Pihak yang dihubungi via telepon, facebook, email dan SMS atau bertemu langsung sebagian besar setuju. Namun ada pula yang menolak. <br />6. Proses diskusi terus berlangsung, beberapa kata dan kalimat dalam draft diperhalus.<br />7. Rencana penerbitan di tiga media besar masing-masing 1 halaman penuh pada 19 September gagal karena dananya tidak cukup. Forum Diskusi menyimpulkan, jika iklan layanan masyarakat ini gagal, prosesnya sudah dinilai subur bagi tumbuhnya bibit perdamaian yang multi etnis karena di forum diskusi terdiri dari lintas etnis. Dana dihimpun dari sumbangan sukarela peserta diskusi, atau mereka yang bersimpati akan adanya seruan tindakan preventif.<br />8. Tiga media massa calon pemuatan iklan SP yakni Borneo Tribune, Tribun Pontianak dan Pontianak Post memberikan diskon harga yang sangat tinggi sehingga dana mencukupi untuk pemasangan iklan. Total dana lk Rp 10.500.000. <br />9. Disepakati penerbitan iklan pada Senin, 28 September 2009. Pertimbangannya pada hari Senin intensitas pembaca relatif tinggi. Terlebih terhitung hari pertama masuk kantor setelah Idul Fitri. <br />10. Malam pada saat materi iklan akan naik cetak di tiga media ada sejumlah “tokoh” mengundurkan diri, masing-masing Akil Mochtar, AR Muzammil dan Deni Sofian. Nama Akil dan Muzammil berhasil dihapus di 3 media saat naik cetak, hanya nama Deni yang masih terbit di Pontianak Post. Di malam itu terjadi komunikasi via telepon langsung antara Deni dan Nur Iskandar. Keduanya sudah saling maklum atas persoalan teknis percetakan. Intinya Deni sudah keluar dari list walau namanya tercetak di Pontianak Post. <br />11. Senin (28/9) Kapolda diwawancarai wartawan soal SP. Kapolda yang sudah membaca isi SP sebelumnya menindaklanjuti dengan teleconference kepada para Kapolres se-Kalbar sebagai langkah antisipasi. Kapolda minta kasus ini ditanggapi dengan arif dan bijaksana. <br />12. Sejumlah tokoh dikonfrontir wartawan soal namanya masuk di dalam list statemenship. Chairil Effendy, Gusti Suryansyah, Paulus Florus bereaksi. Reaksi ini terus membesar. Lantas muncul pro dan kontra. Nyaris saja niat baik penggagas SP menjadi kontra produktif. Menjadi bumerang.<br />13. Tokoh DAD, PFKPM, Kerabat Istana Kadriah dll datang menghadap Kapolda. Mereka menilai SP provokatif. Sejumlah media massa lokal kemudian menuding adanya dana internasional, dugaan neo-komunisme, upaya menggulingkan tampuk kepemimpinan daerah, bahkan tudingan provokator. <br />14. Terjadi pertemuan informal sambil makan malam bersama di Orchardz Hotel difasilitasi Romo Robini Marianto terhadap sejumlah tokoh. Pihak tokoh adat Dayak hadir Thadeus Yus, Yakobus Kumis, Atan Phalil dan Paulus Florus. Dari pihak penggagas hadir Asriyadi Alexander Mering, Yohanes Supriyadi dan Nur Iskandar. Di forum itu sudah disampaikan beberapa critical point dan permohonan maaf jika di dalam proses SP ada kesalahan dan kekurangan. Romo Robini kemudian mendapatkan amanah untuk membuat draft permohonan maaf. <br />15. Draft maaf dibahas di Seminari Siantan antara Romo Robini dan Nur Iskandar, namun karena sudah memasuki dini hari, keduanya lelah, draft harus dilanjutkan di pagi hari/sore hari. <br />16. Sejumlah tokoh antara lain Romo Robini, Utut, Romo William Chang, Kristianus Atok, Paulus Florus, Abdullah HS, Faisal Riza, Nur Iskandar dan Dwi Syafriyanti menindaklanjuti pembahasan draft maaf. Pembahasan deadlock pada beberapa hal krusial karena isi SP dinilai pro dan kontra. Masih debatable. Disimpulkan bahwa 77 statemenship harus berkumpul semua agar ada kekuatan hukum lantaran yang tertera namanya di dalam list bukan atas nama lembaga tetapi orang per orang sedangkan permohonan maaf berasal dari lembaga-lembaga. <br />17. Nur Iskandar dkk kemudian mengundang pertemuan di Gitananda pada Minggu (4/10) pukul 08.00 sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Tidak lempar batu sembunyi tangan. Hadir 16 orang. Beberapa menyampaikan pesan lewat SMS. Beberapa menyerahkan sepenuhnya terhadap mufakat para tokoh statemenship. <br />18. Tiga jam berembug dihasilkan 3 point. Pertama, kedepankan ruh SP. Kedua, lanjutkan pendidikan pluralisme. Ketiga, action plan seminar, workshop, diskusi, bedah buku, launching buku, jambore interfaith dll sebagai menjembatani adanya pro dan kontra. <br />19. Senin (5/10) empat penggagas diundang Dirintelkam Polda Kalbar di Mapolda. Empat nama yang disorot sebagai aktor intelektual SP masing-masing Andreas Harsono, Asriyadi Alexander Mering, Nur Iskandar dan W Suwito memenuhi undangan tersebut sejak pukul 11.00-18.00 WIB. Empat penggagas didampingi belasan statemenship lainnya. Seusai tanya-jawab di Mapolda dilaksanakan konferensi pers. <br />20. Kapolda melalui Kabid Humas, Suhadi SW menegaskan, “Belum ditemukan adanya unsur pidana di dalam SP” tetapi aparat terus mengikuti perkembangan kasus SP yang pro-kontra. Dalam konferensi pers wartawan menguliti maksud, tujuan, sumber dana, ihwal maaf dll.<br />21. Rabu (7/10) Kapolda mengundang seluruh statemenship, ormas, tokoh agama, tokoh adat, LSM, akademisi dll untuk makan siang bersama dilanjutkan dengan upaya mencari solusi Seruan Pontianak. Hadir lk 150 orang tokoh termasuk insan pers cetak maupun elektronik. <br />22. Kabid Humas di dalam pembukaan meminta pers memberitakan secara objektif tidak memantik provokasi. Kapolda menegaskan forum diskusi ini mencari solusi, bukannya ajang penghakiman untuk mencari siapa yang kalah dan menang. Tampil moderator Dekan FISIP Untan, Prof Dr AB tangdililing, MA.<br />23. Pada forum diskusi solusi SP disepakati adanya permohonan maaf disampaikan secara lisan dan ditindaklanjuti dengan penerbitan di tiga media massa yang sama seperti sebelumnya, yakni Borneo Tribune, Tribun Pontianak dan Pontianak Post.<br />24. Kapolda menilai permohonan maaf adalah sikap gentlement karena sejak guru besar sampai tokoh masyarakat sudah menyatakan yang dituntut adalah permohonan maaf. Kapolda juga menegaskan dengan kasus SP, ia belajar banyak bagaimana menyikapi situasi seperti ini secara arif dan bijaksana. Adapun catatan kritis buat Andreas Harsono kapolda akan menanganinya. <br />25. Kamis (8/10) iklan Seruan Pontianak telah menjadi Seruan Damai berisi permohonan maaf sesuai harapan di dalam diskusi di Mapolda Kalbar. Tribun Pontianak akibat faktor teknis memuat iklannya terlambat sehari. Sebab keterlambatan adalah faktor mis komunikasi, sama sekali bukan karena salah satu pihak mencederai kesepakatan bersama di Mapolda Kalbar. <br />26. Semua pihak berharap damai selalu bagi Bumi Kalimantan Barat pada khususnya dan NKRI pada umumnya. Mari kita jaga dan rawat secara bersama-sama. Damai harus dimulai dari hati dan pikiran serta tindakan kita masing-masing. <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-69787957414816180632009-11-08T09:02:00.000-08:002009-11-08T09:03:07.633-08:00Mari Jadikan Kasus SP Sebagai Proses Belajar BersamaSejak Iklan Seruan Pontianak (SP) terbit di Borneo Tribune, Tribun Pontianak dan Pontianak Post pada Senin (28/9) segera disambut pro dan kontra di tingkat elite maupun grass roots. Pro-kontra ini melahirkan polemik. Polemik yang tidak tertangani dengan baik akan menjadi kontra produktif, bahkan bumerang. Syukurlah Polda dan masyarakat mampu mengatasi berbagai titik kritis dalam kerangka penegakan supremasi hukum dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sehingga kita bisa menjadikan kasus ini sebagai proses belajar bersama. Dan semoga segala hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya menebar benih damai ke lubuk hati untuk kemudian memancar ke segala penjuru mata angin nusantara, bahkan segala penjuru dunia. Bahwa orang Kalbar cinta damai. <span class="fullpost"> <br />Pada edisi khusus ini, sesuai dengan berbagai masukan, perlu ditampilkan kronologi kasus SP dari A sampai Z. Dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Dengan demikian kita semua tidak seperti orang buta yang kenal gajah. Bagi yang baru memegang kakinya mengatakan gajah seperti pohon kelapa. Bagi yang baru memegang belalainya mengatakan gajah seperti ular. Bagi yang memegang kupingnya lantas mengatakan bahwa gajah itu tipis seperti daun. Kesemuanya tidak salah, tetapi belum sempurna. Yang sempurna adalah yang integral-komprehensif-menyeluruh. <br />Untuk menghindari bias, maka edisi khusus ini bukan liputan Borneo Tribune tetapi menerima tulisan luar. Ditampilkan ulasan akademik dari pakar konflik etnik dari Universitas Tanjungpura, Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie. Beliau juga populer dengan hipotesa 2020-nya. Oleh karena itu pada tempatnyalah porsi halaman edisi khusus ini jatuh kepada Prof Syarif Ibrahim Alqadrie karena sesuai dengan kepakarannya.<br />Artikel Prof Syarif yang juga dikirimkan ke Harian Equator dan Pontianak Post dimuat pada edisi khusus hari ini. Edisi khusus SP juga memuat tulisan ringan Edi Patebang prihal SMS yang dia terima perihal ajakan masuk di Seruan Pontianak. <br />Edi yang aktif di Komnas HAM Kalbar cum jurnalis sempat membaca isi draftnya. Pegiat perdamaian ini sempat melakukan koreksi pada nama-nama etnis dan angka-angka dalam draft, namun karena saran-saran itu ditolak, maka ia pun menolak namanya untuk dicantumkan. <br />Edisi khusus ini juga memuat kronologi dengan petikan-petikan foto secara lengkap sehingga setiap pembaca bisa mengikuti sejak awal kisah SP sapai akhir secara general. Kronologi ini adalah dokumentasi otentik faktual atas rekam jejak peristiwa yang telah terjadi sepanjang proses, hingga ujung permohonan maaf. <br />Semoga dengan membaca edisi khusus ini semua kita dapat belajar banyak dari kasus Seruan Pontianak yang kemudian berujung pada Seruan Damai. <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-73822158589002066222009-09-22T08:32:00.000-07:002009-09-22T08:35:09.999-07:00Buka Puasa dan Persiapan Pawai Takbir AkbarOrang mengatakan bahwa kinerja redaksi memang tiada kenal kata henti. Orang berpuasa, redaksi juga berpuasa. Orang berbuka, redaksi terus bekerja dengan menyisihkan waktu untuk terus bisa menikmati berbuka puasa bersama keluarga, rekan sekerja maupun handai taulan.<span class="fullpost"> <br />Seperti yang dapat Anda baca dari Borneo Tribune, bahwa liputan Ramadan terus berlanjut dari berbagai sisi. Mulai dari derap ibadah ritual, spiritual, hingga sosial dan budaya. Kinerja liputan tetap menukik sampai kepada rekam jejak kehidupan dari segala macam aspeknya, 24 jam. <br />Dua hari yang lalu Redaksi Borneo Tribune turut menyemarakkan buka puasa bersama ala tokoh Kalbar, Oesman Sapta. Hari berikutnya giliran kami yang mengundang keluarga dekat Borneo Tribune, terutama karyawan-karyawati serta keluarga untuk dapat berbuka puasa bersama.<br />Kegiatan buka puasa bersama di Borneo Tribune mengambil tempat di Gedung Tribune Institute diikuti tak kurang dari 60-an orang. Terdapat di dalamnya sejumlah tokoh seperti Maikhel Yan Sriwidodo, Andreas Acui Simanjaya, Syafaruddin Usman, Sri Nur Aeni, Pay Jarot Sujarwo dan dua orang warga negara asing, masing-masing Christian Kleissle dari Jerman dan Alena dari Bulgaria. <br />Buka puasa bersama yang lintas etnis dan agama ini sudah menjadi tradisi bagi Borneo Tribune. Tradisi untuk melihat bahwa ajaran memanage hawa nafsu adalah nilai universal yang diajarkan oleh seluruh agama. Maka tak ayal dalam undangan pun dituliskan, ”Buka Puasa Bersama sekaligus Dinner Party.”<br />Romo William Chang menyampaikan salam bahwa dia respek dengan acara ini namun sedang ada kegiatan di luar. Begitupula Kadispen Polda Kalbar yang sedang mewakili Kapolda berbuka puasa bersama di Hotel Mercure.<br />Buka puasa bersama sekaligus Dinner Party di Borneo Tribune dikatakan Alena sebagai pengalaman pertama buatnya. Tentu saja sangat berkesan. <br />Topik dialog menjelang berbuka puasa bersama adalah kamtibmas terakhir di Kota Pontianak dan sekitarnya. Terutama pasca kasus Tanjung Raya dan Punggur yang ibarat Gang 17 Jilid II. Kita berharap semua pihak bisa menahan diri karena di sinilah keberhasilan berpuasa, yakni kemampuan mengendalikan diri benar-benar diuji. Diuji tidak hanya sebulan Bulan Ramadan, tapi nanti 11 bulan berikutnya. Kita berharap semua pihak berhasil dalam training puasa sehingga Kalbar senantiasa kondusif, polisi senantiasa arif dan cepat-tepat dalam bertindak. Adapun masyarakat bisa menjadi polisi bagi diri sendiri. <br />Pembaca, kesibukan redaksi tidak hanya di lingkungan Tribune Plex, tetapi juga di Karimata 43. Di Sekber ini kami bekerjasama dengan para pihak terutama FLEGT Support Project serta Sekber 43 untuk menggelar seminar Conflict Resolution menghadirkan Farid Gaban serta Muhammad Yunus. Kegiatan ini juga ditutup dengan berbuka puasa bersama. <br />Sementara itu kegiatan lain yang sedang dipersiapkan adalah Borneo Tribune sebagai Event Organizer Pawai Takbir Akbar keliling Kota Pontianak. Rapat teknis telah dilakukan di tingkat Pemkot Pontianak dan Pemprov Kalbar. Menurut rencana start akan mengambil tempat di Pendopo Gubernur dengan serangkaian acara serta finish di Taman Alun Kapuas. Pemkot mengangkat Idul Fitri sebagai salah satu agenda pariwisata kota. <br />Pembaca, kami mohon dukungan Anda untuk suksesnya semua langkah langkah yang kami tempuh. Kesemua langkah itu adalah untuk kemajuan kita bersama. Karena: bersama kita bisa. Bersatu kita menang.<br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-78765434064704589822009-09-22T08:20:00.000-07:002009-09-22T08:32:23.960-07:00Gang 17 Jilid II Terjadi di Tanjung RayaSikap tanggap aparat Polri patut diacungi jempol karena kembali berhasil menangani kasus kriminalitas murni yang melibatkan massa, Kamis (3/9) malam. Kasus Gang 17 yang terjadi November 2007 lalu kembali terulang di Tanjungraya dengan skala yang nyaris sama, hanya saja tingkat kerusakan ruko relatif sangat kecil. <span class="fullpost"> <br />Ruko yang dirusak massa bernama PD Cinta Damai. Toko ini semula berjualan fashion, namun berubah menjadi jualan air kelapa muda. Di ruko ini dahulu menetap Ibu Rita, tetapi Ibu Rita sudah berpindah ke Gang Peniti sejak tiga tahun yang lalu. Sebaliknya yang menjaga ruko adalah Bie Wong alias Apeng (26) beserta istri dan dua anaknya.<br />Entah mengapa di malam hari itu Apeng naik pitam. Ia meninju Tri Andika (17) yang dinilainya parkir sembarangan di depan ruko miliknya. “Kalau mau parkir parkir yang rapi jangan parkir seperti di rumah kamu dan saya lalu memindahkan motor dan di saat memindahkan motor saya langsung ditinju, saya sempat menangkis tinjunya pelaku,” jelas Andi di pemeriksaan kepolisian. <br />Dikatakan olehnya, walau sempat menangkis pukulan pelaku, namun sempat terkena imbas di pipi bagian rahang kiri. Atas kasusnya ini, Andi langsung membuat laporan di Polsekta Pontianak Timur dan saat itu juga korban langsung dibawa ke RS. Yarsi untuk mendapatkan visum. Kebetulan jarak tempat kejadian perkara hanya sekitar 100 meter dari Yarsi.<br />Perkara yang sebenarnya sepele ini segera menyebar dari mulut ke mulut. Tak pelak lagi massa yang berkumpul menjadi anarkis karena pintu ruko diketuk untuk perwakilan massa menjumpai Apeng tak kunjung dibukakan. Tak ayal, folding gate dirusak massa. Dampaknya polisi segera turun tangan dan sempat melepaskan tembakan hampa ke udara sebagai peringatan.<br />Seperti yang dilakukan polisi di Gang 17 di mana penghuni rumah dievakuasi, hal ini pula yang terjadi atas diri Apeng, istri dan anak-anaknya. Dan proses evakuasi ini tidak mudah di tengah kerumunan massa sekitar seribuan orang. Terlebih beredar pula isu-isu yang tidak sedap sehingga perlu dijelaskan duduk perkara yang sebenarnya.<br />Untuk mengamankan situasi, Kapoltabes Pontianak, Kombes Pol Moch. Asep Syahrudin bersama Kasat Operasi dan Kasat Reskrim serta ratusan anggota dikerahkan untuk mengamankan situasi. Mereka berjaga di TKP hingga larut malam. “Belum ada perintah penarikan, kami masih ronda di sini,” kata anggota bersenjata lengkap.<br />Sementara itu ibu kandung Apeng, Rita menelepon pekerjanya, Ana untuk mengisi kekosongan warung karena Apeng sekeluarga dievakuasi ke Mapoltabes. Ana yang aksen Melayunya amat sangat kental mengakui bahwa Rita adalah majikannya yang sangat baik. Bertahun-tahun menetap di Tanjungraya tak pernah ada masalah. “Saya juga dulu kerja di ruko ini, tapi sekarang ikut Bu Rita di Gang Peniti untuk bisnis rumah kost,” kata Ana ditemui lewat tengah malam kemarin. <br />Ana yakin kasus ini akan selesai dengan baik karena masing-masing pihak ingin hidup berdampingan secara damai. Terlebih nama toko yang digunakan Apeng pun PD Cinta Damai. Berdamailah karena damai itu indah. <br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-51135576880419504692009-09-13T08:33:00.000-07:002009-09-13T08:40:08.885-07:00DraftSaya menghubungi sejumlah tokoh untuk "Seruan Pontianak". Ini baru draft. Tolong kasi masukan dan dukungan dengan memasukkan nama masing-masing. <span class="fullpost"> <br />Seruan Pontianak<br />Kami prihatin dengan ketegangan belakangan ini, antara beberapa warga Kalimantan Barat, yang dianggap Melayu, dan mereka yang dianggap Tionghoa. Sengketa-sengketa kecil, antar perseorangan, dari soal mobil BMW tergores, parkir motor hingga pengembalian sekaleng cat, bisa berujung perkelahian serius. Ada rumah dirusak. Ada kemarahan. Ada ketakutan. <br />Kami sadar Kalimantan Barat adalah kawasan rawan kekerasan berdarah. Perubahan sosial besar-besaran, sejak penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia, lantas tahun pengalaman 1950an serta masa Orde Baru, menciptakan banyak dinamika baru di Borneo. Kesultanan-kesultanan dipinggirkan. Batas-batas berubah. Kekuasaan bergeser dan keadaan populasi berubah. Kini pasca-Soeharto, Kalimantan Barat juga melihat perubahan besar lewat pemilihan umum dan sebagainya. <br />Jamie Davidson, seorang peneliti dari Universitas Washington, menyebut pembunuhan sekitar 3,000 orang Tionghoa pada 1967 sebagai “akar kekerasan” di Kalimantan Barat. Kekerasan berbuah kekerasan. Pada 1977, sekitar 600 orang Madura dibunuh di Sanggau Ledo. Pada 1999, giliran Sambas membersihkan orang Madura. Sekitar 3,000 orang Madura dibunuh dan 120,000 melarikan diri. Penderitaan mereka tentu jadi ingatan pahit kita semua. <br />Empatpuluh tahun ternyata tak membuat kekerasan menghilang dari Pontianak. Kelemahan penegakan hukum, ketiadaan policy pemerintahan yang bermutu serta ketiadaan upaya mencari kebenaran dan keadilan, membuat kekerasan berakar makin dalam di kawasan ini. Akibatnya, banyak warga Kalimantan Barat menekankan simbol-simbol etnik dan budaya secara tidak proporsional: Dayak, Jawa, Madura, Melayu, Tionghoa dan sebagainya. Bila ada persoalan kriminal biasa, sebagian orang lantas menggesernya jadi persoalan kelompok etnik atau agama. Mereka menggerakkan “solidaritas semu” guna mobilisasi massa. <br />Namun kami ingat bahwa fitrah manusia adalah berbeda dan beragam. Perbedaan bukan alasan untuk melakukan kekerasan. Keragaman bukan alasan untuk saling bermusuhan. Manusia berkembang sesuai fitrahnya. Kita sekarang tak bisa memutar kembali arah jarum jam. Punya organisasi etnik budaya dan agama, juga bukan kejahatan namun ia perlu dijalani dalam suatu negara hukum. Hukum seharusnya berdiri tegak dalam masyarakat yang beragam. Kita perlu belajar menempuh jalan lurus, belajar dari kekerasan masa lalu demi masa depan yang lebih damai. <br />Oleh karenanya kami menyerukan warga Pontianak untuk membongkar akar kekerasan dalam masyarakat kita. Kami menyerukan warga Pontianak untuk belajar menyelesaikan perbedaan pendapat, dari soal goresan mobil hingga soal dagang, lewat cara-cara damai. Gunakan jalur hukum. Manfaatkan kantor polisi, kejaksaan dan pengadilan. <br />Kami juga menyerukan kepada para polisi, jaksa dan hakim di Pontianak untuk bekerja keras, tidak berat sebelah dan sejujur-jujurnya dalam menegakkan hukum. Kami sadar hukum bukan panglima di negara Indonesia. Kami sadar korupsi mengakar bersama dengan kekerasan. Namun kita perlu memanfaatkan ruang-ruang hukum yang ada, sesempit apapun, untuk memperkuat prinsip negara hukum. <br />Kami juga minta kepada pemerintah Indonesia, dengan kedudukan Jakarta maupun Pontianak, melakukan penyelidikan terhadap kejahatan-kejahatan hak asasi manusia dalam pembunuhan dan pengusiran orang Tionghoa tahun 1967 maupun pembantaian orang Madura pada 1977 maupun 1999. <br />Kami minta pemerintah membentuk komisi independen guna mencari para korban dan merekam kesaksian mereka serta menyelidiki mereka yang dianggap bertanggungjawab terhadap kekerasan-kekerasan tersebut serta menyelesaikan dengan tuntas lewat pengadilan. <br />Kami percaya selama orang belum bisa belajar dari sejarah masa lalu, mereka yang dulu melakukan pembunuhan massal, juga takkan takut untuk senantiasa bikin mobilisasi etnik, budaya atau agama, dan bila perlu, melakukan pembantaian lagi. Selama kebenaran dan keadilan tak ditegakkan, selama itu pula kita tak mengerti pentingnya hidup damai dalam persaudaraan yang tulus. <br /><br />Pontianak, 19 September 2009 [TANGGAL SEMENTARA]<br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-21409573109271993562009-08-23T08:03:00.000-07:002009-08-23T08:10:29.301-07:00Memindai Rumah Mimpi<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilQEglMaPd9QpoEVS0SY8DWUUHNen8K0QHk0xTPZPxZpugJP7-nBzppKWlkcZhoFOOkMobmCqeROfbf1OYn1CZua-JmS86ivPPeO9n_T-5XO1nsAcKugfTJ5lvCmjahQfGl4g2HylXQHEf/s1600-h/Foto+P02+yang+ok-ok.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilQEglMaPd9QpoEVS0SY8DWUUHNen8K0QHk0xTPZPxZpugJP7-nBzppKWlkcZhoFOOkMobmCqeROfbf1OYn1CZua-JmS86ivPPeO9n_T-5XO1nsAcKugfTJ5lvCmjahQfGl4g2HylXQHEf/s200/Foto+P02+yang+ok-ok.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5373176812884115650" /></a><br />Taman Gitananda di kawasan GOR Pangsuma Pontianak berdiri dengan segala idealismenya di bidang pendidikan serta tumbuh kembang anak. Gitananda ini sempat memindai perhatian warga Kota Pontianak pada khususnya dan Kalbar pada umumnya lewat aktivitas-aktivitas pendidikan maupun tumbuh kembang anak. <span class="fullpost"> <br />Tak sedikit mata acara berlangsung di tempat strategis ini, sebut satu di antaranya adalah pentas kreasi seni pelajar di hari pendidikan nasional, lomba mewarnai, latihan menari, hingga Kak Seto pun tandang kemari. Tetapi musibah alam datang menimpa. Yakni kawasan GOR Pangsuma Pontianak menjadi daerah pengungsian. Pengungsian yang memakan waktu lama. Bertahun-tahun. <br />Tak ayal lagi, Play Group dengan fondasi sekolah alam pun menyusut penggemarnya. Bukan karena manajemen dan out put yang buruk, melainkan situasinya tidak kondusif. Tidak kondusif dalam arti sosial, maupun lingkungan hidup. <br />Nasib Taman Gitananda sejak saat itu pun semakin terkatung-katung. Terlebih roda zaman terus bergerak sehingga para tokoh pendiri satu per satu non aktif. Maka mesin penggeraknya pun mengendur.<br />Tetapi segala sesuatu yang baik itu selalu saja ada jodohnya. <br />Di tempat lain tumbuh idealisme yang sama kuat di kalangan anak muda. Di Borneo Tribune dan Tribune Institute aktif melakukan training dan kampanye jurnalisme kampung, jurnalisme sastrawi serta jurnalisme online. Pada sisi lain ada Pijar Publishing di bawah kepeloporan Pay Jarot Sujarwo yang malang melintang memotivasi pelajar dan mahasiswa untuk menulis, menulis dan menulis. Ia juga keluar masuk sekolah dan kampung maupun kampus untuk genre kepenulisan berbasis sastra atau fiksi. <br />Masih satu lagi: Canopy Indonesia. Anak-anak muda di sini, di bawah kepemimpinan Deni Sofian ingin mengabadikan dokumen sejarah. Dari dokumentasi (baca: difilmkan) maka pemirsa akan mudah mengurai asah, asih dan asuh. Lewat tiga A tersebut terjalin mimpi-mimpi bersama untuk mewujudkan Kalbar yang maju dan independen berbasis pendidikan. Pendidikan sejak usia dini. Pendidikan yang sinergis dan terintegrasi dengan lingkungan sosialnya. <br />Benar bahwa segala sesuatu yang baik itu akan bertemu jodohnya. Maka Borneo Tribune-Tribune Institute, Pijar Publishing, Canopy Indonesia dan Taman Gitananda (Yayasan Bina Paramuda Khatulistiwa) saling merapatkan diri. Tujuannya bagaimana mengaktivasi kembali kegemilangan Taman Gitananda era 90-an kepada era kesejagatan kini. Keempat lembaga ini pun aktif menganyam mimpi-mimpi indah kembali. Mimpi-mimpi ini disebut dengan ”Rumah Mimpi”. Mimpi bersama untuk diwujudkan.<br />Sedikitnnya sudah tiga kali pertemuan formal membahas kerjasama mengaktivasi Taman Gitanada. Dua kali diselenggarakan di Tribune dan sekali di Taman Gitananda. Hasilnya? Go head. Jalan terus. Apalagi pertemuan non formal pun tak terhitung jumlahnya. Maka kloplah sudah.<br />Ketua Yayasan, Ny Hj Sri Kadarwati HA Aswin memberikan lampu hijau. Ketua Ops, Drg Ary membantu mengarahkan. Kegiatan demi kegiatan pun mengalir. <br />Canopy menggelar In Docs serial film dokumenter kelas dunia disusul launching buku, eksebisi foto dan lukisan Pijar Publishing, hingga kunjungan internship programme Bonn University ala Borneo Tribune-Tribune Institute. <br />Dus program demi program pun terus dirajut-berlanjut. Kebersamaan terus terpatri dan insya Allah akan ada tabulasi aktivitas sepanjang tahun 2010 kelak. <br />Cita-cita mulia berbasis edukasi pun terus dikejar. Semoga saja fajar terang dapat diraih seperti kata Bung Karno, ”Gantungkan cita-citamu setinggi langit.”<br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-61931322601200745452009-08-18T11:37:00.001-07:002009-08-18T11:40:42.561-07:00Sambut HUT RI dengan Diklat Kehumasan<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia0kBSaWTcgve3-sP52mmIxvF1JyijhmLlYBnJgkFB-gu-Ep68qhCfG-Qclgjl5qqIR3BLk6mR-ccewcnjIEDrV0XLYVjNwbeQO9Ig6WNK-k_Gejsdq8uCq_TXLam2a7FqseUujWbrznMq/s1600-h/DSC04841.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia0kBSaWTcgve3-sP52mmIxvF1JyijhmLlYBnJgkFB-gu-Ep68qhCfG-Qclgjl5qqIR3BLk6mR-ccewcnjIEDrV0XLYVjNwbeQO9Ig6WNK-k_Gejsdq8uCq_TXLam2a7FqseUujWbrznMq/s200/DSC04841.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5371375583176237826" /></a><br />Humas adalah public relation (PR) di lembaga pemerintah ataupun swasta. Humas atau PR adalah kepanjangan tangan dari “atasan” sekaligus penyambung lidah rakyat. Tugasnya melakukan akomodasi pemikiran maupun gagasan sehingga lahir kebijakan-kebijakan yang menguntungkan semua pihak. Tugas yang berat untuk mampu menjembatani kepentingan atas maupun bawah, kiri maupun kanan, depan maupun belakang. All sides.<br />Sadar bahwa peran humas dalam kaitannya dengan media massa sangat penting, maka kami dari Borneo Tribune dan Tribune Institute menggelar Diklat Kehumasan. Sebuah pendidikan dan pelatihan yang diramu sedemikian rupa sehingga hasilnya benar-benar “cespleng,” jadi. <span class="fullpost"> <br />Kenapa kami berani mengatakan “cespleng—jadi”. Ya, karena kami mempunyai sarana dan prasarana yang memadai. Kami mempunyai perangkat media cetak massal yang lengkap. Kami juga punya skill yang memadai. Ditambah sempurna dengan kerjasama internasional dalam hal ini bersama Bonn University. Kami juga akan melibatkan internsip programe: Christian Kleisle dan Annabelle Schmitt. Keduanya akan turut ambil bagian dalam presentasi dengan topik relasi PR dengan media massa maupun etika dalam praktik jurnalisme. Tetap dalam konteks teknis pragmatis hubungan kelembagaan antara humas dengan media massa. <br />Waktu yang dipergunakan sejak 12-14 Agustus tidak hanya teori tetapi lebih menekankan praktikum. Sarana dan prasarana praktikum juga amat sangat memadai. Setiap peserta akan mendapatkan satu unit komputer connecting dengan internet sehingga mereka bisa praktik menulis press realease, download dan upload foto, sent email, maupun aneka ragam kepenulisan media massa. <br />Kelas belajar ini sengaja kami targetkan maksimal 15 orang saja agar intensitas pelatihan bisa sempurna. Jika terlalu ramai maka intensitas berkurang. Kami mau sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Pelatihan tidak hanya sekedar datang, duduk, dengar. Tetapi datang, duduk, praktik sampai bisa. Sampai membumi sebagai PR kerjasamanya dengan media massa. Dengan demikian fungsi akomodatif PR menjembatani kepentingan atas-bawah, depan-belakang, kiri-kanan dapat berjalan “cespleng.”<br />Inilah perjuangan. Inilah yang bisa kami persembahkan menyambut dan mengisi HUT RI ke-64. Kami berjuang untuk mempersembahkan yang terbaik dari menyuguhkan sesuatu yang terbaik yang kami miliki. <br />Pembaca yang budiman. Jika Anda tertarik untuk mengikuti kegiatan ini, kami akan menyambut dengan tangan terbuka serta service excellent. Kami tunggu pendaftarannya di alamat redaksi, pada waktu dan jam kerja. Ingat kesempatan amat sangat terbatas.<br />Mari kita bersama berjuang dan terus berjuang. Perjuangan kita sekarang memang sudah tidak seperti para pendahulu di tahun 1945 yang berjuang dengan bambu runcing, tetapi mengisi kemerdekaan dengan profesionalisme. Salah satunya adalah meningkatkan kinerja profesionalitas kehumasan atau public relation. Public relation adalah ujung tombak kesuksesan setiap insan maupun lembaga. Baik negeri maupun swasta. Jika profesional sebuah humas/PR maka akan semakin berjaya seseorang atau suatu lembaga. Begitu sebaliknya. Vise versa.<br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-36599885189592271272009-08-18T11:22:00.000-07:002009-08-18T11:28:12.233-07:00Merenda Semangat Sastra WS Rendra<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieAvB0DPfX5FtyrLz3MQStoeofYNDiNOUOBpqKmrDFoCjDpmyTzVyEhajSw5gt-D3vR-qqpAccBh3A6wimRiE52sjqx64bYKz1r_1Cp-X05CPIz0OG5ha9wtvCSKocIH4wXHnI6IWa8kOh/s1600-h/baca+sajak+by+Budi.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieAvB0DPfX5FtyrLz3MQStoeofYNDiNOUOBpqKmrDFoCjDpmyTzVyEhajSw5gt-D3vR-qqpAccBh3A6wimRiE52sjqx64bYKz1r_1Cp-X05CPIz0OG5ha9wtvCSKocIH4wXHnI6IWa8kOh/s200/baca+sajak+by+Budi.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5371372363321711106" /></a><br />Mengutip salah satu kalimat puitis WS Rendra, “Ia merenda kain mungil dan harapan…” kami sejumlah anak muda Kota Pontianak berkumpul di halaman Tribune Institute di bawah sinar bulan purnama. Kebetulan alamat kami di Jalan Purnama sehingga merenda kain mungil dan harapan terasa makin ritmis serta puitis. Puitisnya puitis yang alami. Terlebih Pay Jarot Sujarwo pimpinan Pijar Publishing juga membawa gitar serta melankolis membacakan sajak-sajak WS Rendra. Tepuk riuh pun bergemuruh. Applaus selalu lahir di setiap usai pembacaan sajak. Tak kalah semangatnya dengan film dokumenter karya Sumanjaya yang ditampilkan Pay. Film dokumenter itu adalah pembacaan puisi WS Rendra di Universitas Indonesia dan Institute Teknologi Bandung. Masing-masing berjudul Sajak Buat Mahasiswa dan Sajak Sebatang Lisong.<span class="fullpost"> <br />Acara “Mengenang WS Rendra” diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, Jumat (8/8) kemarin. Acara direncanakan hanya enam jam sebelumnya, di mana Pay berjumpa dengan saya untuk urusan penerbitan buku dan punya rasa yang sama untuk menghormati wafatnya penyair “ruar biasa” Wahyu Sulaiman Rendra pada Kamis malam dan dimakamkan pada Jumat siang. Prinsip kami sama: lebih cepat-lebih baik. <br />Pay bertugas menghubungi sejumlah rekan. Saya dkk menyiapkan tempat dan penganan. Alhasil terkumpul sekitar 20-an orang. “Pak Halim Ramli tak bisa datang karena baru saja keluar dari rumah sakit. Beliau menyampaikan salam saja. Pak Harun Das Putra juga tak bisa hadir karena ada halangan. Tetapi yang hadir di sini ada dari Komstain, mahasiswa aktivis, Madanika, penulis dan jurnalis,” ungkap Pay memandu acara. Acara dimulai sejak pukul 20.00 WIB.<br />Ada banyak hal penting yang menyeruak sepanjang acara yang berakhir 30 menit lewat tengah malam itu. Pertama bahwa jiwa sastra masih ada di Kota Pontianak walau menurut Kang Leman dari Taman Budaya jalannya “tertatih-tatih” sejak dahulu kala. Jiwa sastra itu mengundang hadir di forum yang sama lantas berbagi seni lewat pembacaan sajak maupun deklamasi. Tampillah Pay dengan puisi disertai musik, Asriyadi Alexander Mering, Budi Rahman, Rizki Wahyuni, Oong, Ali, Leman. Saya sendiri tidak membacakan puisi melainkan sedikit bercerita soal edukasi yang ditularkan WS Rendra secara langsung ke dalam jiwa dan pikiran saya. <br />Saya sebetulnya tak mengenal WS Rendra lebih dari apa yang saya pelajari di bangku sekolah ketika SD. Beruntung saat SMP saya aktif di Bengkel Teater Mujahidin. Di sini ada Yudhiswara, Odhys dan Mizar Bazarvio yang mendidik bersastra ria. Saya diikutsertakan dalam menyambut dan mengisi acara saat pentas “Selamatan Anak Cucu Sulaiman” di GOR Pangsuma Pontianak sekira tahun 1988. Ketika itu Rendra hadir bersama Adi Kurdi, Syamsul Rizal dan istrinya Ken Zuraida. <br />Malam sebelum tampil di GOR saya berdecak kagum dengan Rendra melalui kisah sastranya, juga pembacaan puisi-puisi Chairil Anwar yang dilakukannya. Saya masih terngiang-ngiang sampai sekarang cara WS Rendra membaca puisi Chairil berjudul Aku. Kala itu Rendra ada diskusi sastra bersama sastrawan maupun budayawan Kalimantan Barat. <br />Saya berdecak kagum kepadanya. Lebih berdecak kagum lagi manakala menyaksikan Rendra dkk tampil di GOR memanggungkan Selamatan Anak Cucu Sulaiman. <br />Decak kagum saya adalah penampilan team Bengkel Teater Rendra sangat hebat di depan melompongnya penonton. Menyedihkan sekaligus membanggakan. Di sini saya bisa memaknai prinsip Rendra bahwa seni untuk seni. Bukan seni untuk uang. <br />Ketika menyodorkan buku catatan harian saya, WS Rendra memberikan empat kalimat puitis: Kesadaran adalah matahari// Kesabaran adalah bumi// Keberanian menjadi cakrawala// Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. <br />Saya mengecamkan empat kalimat yang saya terima seperti wangsit di tahun 1988 itu. Saya hapal dan saya berusaha berjuang menjalankan komitmen. Tak terkecuali menyemai dan memelihara semangat sastra Rendra. Sastra pembebasan. Sastra yang merubah peradaban dari gelap menjadi terang. Seperti kalimat terakhir yang disebut-sebut Mas Willy.<br />Saya bersua dalam tempo lebih lama kepada Rendra sekitar 3 jam bersama saat Beliau diundang panitia Musik Kampus FT Untan tahun 1995. Selain Rendra juga hadir politisi Aberson Marley Sihaloho serta Sri Bintang Pamungkas. Saya wawancara khusus bersama Rendra di Kapuas Palace ditemani Syafaruddin Usman. Kapasitas kami ketika itu adalah reporter kampus Mimbar Untan. <br />Dalam wawancara 3 jam itu Rendra mengisahkan kilas balik hidupnya. Betapa ia anak militer yang diharapkan menjadi dokter justru tumbuh menjadi penyair. “Mau hidup apa dari penyair?” sinis keluarganya. <br />Rendra terus bercerita soal perjuangan hidupnya. Sampai kisah siksa di penjara serta nilai hidup yang amat sangat mahalnya. “Alangkah indah teriakan bocah manakala saya siuman dari pingsan di ruang gelap gulita,” ujarnya yang mengiris hati saya seperti sembilu. Saya terus terang tak pernah mengalami derita fisik seperti dirasakan WS Rendra. Tapi cukuplah kisahnya saya rekam sebagai pelecut untuk merealisasikan “Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata….”<br />Rendra mentraktir kami minum jus jeruk dan pisang goreng. Ia memotivasi kami yang masih belia. <br />Diujung wawancara, saya kembali meminta kalimat kalimat bertuah dari Mas Willy. Ia pun memberikan sebuah lukisan sederhana. Sebuah bola dan garis. Di bawahnya ia menulis: Hadir dan Mengalir. Dua kata sihir bagi saya. Bahwa hidup ini memang esensinya bergerak laksana tawaf di muka kabah. Hadir dan mengalir. Justru tanpa mengalir kita mati terinjak-injak.<br />Kembali ke Malam Sastra WS Rendra. Kawan-kawan tampil mengapresiasi sajak-sajak si Burung Merak. Sajak yang bernas sekaligus memberontak. Laksana cambuk yang menyadarkan orang-orang dari tidur panjangnya. Sesuatu yang menjadi nilai seperti selama ini kita cari. <br />Catatan penting kedua adalah idealisme tercurah dengan momentum wafatnya WS Rendra. Kami saling bertukar pikiran dan perasaan. Kami juga mengagendakan malam-malam sastra seperti ini secara rutin, minimal sebulan sekali. Banyak tempat yang bisa menjadi pilihan. Selain di Borneo Tribune dan Tribune Institute juga Taman Gitananda atau Rumah Mimpi yang kami aktivasi melalui konsorsium bersama pihak Yayasan. <br />Pada 15-17 Agustus akan dihelat sejumlah acara berujung sastra di sana. Kita mengundang dan mengharapkan kehadiran penikmat dan pemerhati maupun siapa saja yang tertarik pada kesusastraan dalam konteksnya yang seluas-luasnya. <br />Kami mulai merenda kain mungil dan harapan…kami berharap gayung bersambut—kalimat berjawab. Salam sastra. Salam kebudayaan. Wafatnya WS Rendra bukan untuk ditangisi, tapi untuk dimaknai. <br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4035621698655686076.post-78042582003749695242009-08-18T11:19:00.000-07:002009-08-18T11:22:12.678-07:00Internet Oke, Listriknya Tolong...Kami Pernah Rugi Rp 100 Juta<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgAhJQOXcY85-SQw2D_Mr_zlzTaEYs3IoGcEKQkHKaquCZLgh8Gp4ScmSngGm3W1ZfWzV9ovQclVMcM9h3yy08Nj5SQpGzriDcLpB7GfqbXBwP_IAdbVVjXxSsXf5mrxBbYCjIJnhHag4b/s1600-h/Mou+Borneo+Tribune+dengan+PT+Telkom+by+Mering+(1).JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgAhJQOXcY85-SQw2D_Mr_zlzTaEYs3IoGcEKQkHKaquCZLgh8Gp4ScmSngGm3W1ZfWzV9ovQclVMcM9h3yy08Nj5SQpGzriDcLpB7GfqbXBwP_IAdbVVjXxSsXf5mrxBbYCjIJnhHag4b/s200/Mou+Borneo+Tribune+dengan+PT+Telkom+by+Mering+(1).JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5371370822366403538" /></a><br />Corporate Customer Gathering PT Telkom-PT Borneo Tribune Press<br /><br /><br />Ruang Ulin di lantai 5 Hotel Santika bergemuruh dengan gelak tawa yang riuh rendah kala Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama Universitas Tanjungpura, Ir H Iqbal Jayadi, MT memberikan kata sambutan seusai penandatanganan memorandum of understanding (MoU) bersama pihak Telkom seusai penandatanganan kerjasama di bidang transmisi antara PT Borneo Tribune Press bersama PT Telkom. Ia mengatakan, “Internetnya sudah oke Pak Walikota, tapi tolong listriknya jangan byar pet melulu. Kami pernah rugi di atas Rp 100 juta karena kerusakan alat-alat laboratorium.”<span class="fullpost"> <br />Wakil Walikota, Paryadi yang duduk bersebelahan dengan Aris Dwi Tjahjanto, General Manager Unit Entreprise Regional Kalimantan turut tergelak karena situasi pelayanan PLN byar-pet di mana-mana. Tak urung dalam dua hari terakhir ini media memberitakan demontrasi masyarakat kepada pihak PLN. <br />Iqbal meneruskan agar pelayanan PLN bisa ditingkatkan. Terutama kinerja PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). “Kita berharap PLN bisa cepat pulih, jangan seperti setahun atau dua tahun terakhir ini,” kritiknya secara halus. <br />Corporate Customer Gathering yang dihelat PT Telkom memang bukan ajang penghujatan bagi PLN yang juga BUMN. Tetapi komentar Purek IV Untan bagai mewakili harapan semua pihak. Terlebih menjelang Ramadhan serta Idul Fitri yang sudah di depan mata. <br />Sebaliknya, acara yang digelar Telkom adalah menandai dua paket penandantanganan kerjasama antara PT Borneo Tribune Press dalam hal transmisi. MoU ini ditandatangani oleh Dirut PT Borneo Tribune Press, W Suwito, SH, MH yang diwakili saya karena yang bersangkutan sedang berada di Bunaken, Sulawesi Utara. Sedangkan pihak PT Telkom diteken langsung Aris Dwi Tjahjanto, General Manager Unit Entreprise Regional Kalimantan. Adapun paket kedua adalah MoU antara PT Telkom bersama Universitas Tanjungpura di mana Rektor, Prof Dr H Chairil Effendy diwakili Purek IV Ir H Iqbal Jayadi, MT.<br />Transmisi yang dijalankan PT Borneo Tribune Press ditangkap dari Satelit Palapa yang merupakan bagian dari layanan PT Telkom. Transmisi itu kemudian diteruskan ke pemancar TVRI Kalbar. Melalui transmisi ini TVRI Kalbar bisa ditangkap di seluruh wilayah melalui pemancar parabola, serta dapat pula ditangkap di seluruh Indonesia maupun sejumlah negara bilangan Asia. <br />Saya pernah menjadi salah satu narasumber di acara interaktif TVRI. Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri ada peserta interaktif yang naik tayang dari Sungai Pinyuh, Ngabang, bahkan Australia. Hal ini menunjukkan bahwa layanan transmisi sudah bekerja setelah sempat fakum beberapa waktu lamanya.<br />Menjawab permintaan pembawa acara, Magdalena yang juga presenter TVRI Kalbar, saya mengatakan bahwa kerjasama seperti yang diteken malam hari ini (kemarin malam, red) adalah bagian dari kebersamaan membangun Kalimantan Barat melalui keterbukaan akses terhadap informasi. Hal ini tak lepas dari political will dan sekaligus political action Pemprov Kalbar sehingga rakyat dapat menangkap pemerataan informasi. Informasi amat sangat penting, karena siapa yang menguasai informasi maka akan menguasai dunia.<br />Hal senada dikemukakan Iqbal Jayadi di dalam kata sambutannya. Ia menyatakan bahwa Untan menikmati layanan Telkom. Dahulu hanya 4 Mega ditingkatkan menjadi 20 Mega dalam kapasitas Bent Width. “Kinerja ini seperti dikatakan pembicara sebelumnya adalah untuk membangun Kalimantan Barat,” sambungnya. <br />Pihak PLN yang turut hadir di dalam pertemuan Corporate Customer Gathering dengan tuan rumah PT Telkom Indonesia, Tbk turut tersenyum dan bertepuk tangan belaka sepanjang acara. Mereka tak dapat kesempatan membela diri. Lepas dari masalah kelistrikan ini merupakan bagian dari masalah kelistrikan nasional. <br />Catatan kita adalah, sejauh mana pun kerjasama dalam kerangka ingin membangun daerah selama kelistrikannya terganggu, maka kecepatan kerja juga akan terganggu. Oleh karena itu, semoga PT PLN Persero bisa segera keluar dari kemelut yang melilit tubuhnya. Terlebih dalam kerangka membangun 64 tahun Indonesia merdeka. “Kita masih merah putih,” kata pamungkas Aris Dwi Tjahjanto. <br /><br /><br /><br /></span>Noerishttp://www.blogger.com/profile/05965147804911353313noreply@blogger.com0