Rabu, 18 Maret 2009

Oliver Pye-Yanti Mirdayanti Jalin Silaturahmi Antarlembaga



Peneliti bioenergi dari Bonn University, Dr Oliver Pye didampingi dosen Bahasa Indonesia di Bonn University, Yanti Mirdayanti, MA melakukan silaturahmi antarlembaga sebelum digelarnya seminar internasional bioenergi di Amphi Teatre, Fakultas Kedokteran Untan, Sabtu (21/3) yang akan datang. Kedua delegasi Bonn University ini mengunjungi Internasional Office Untan, Walhi, Aman, Gemawan, Borneo Tribune dan Tribune Institute, FLEGT serta sejumlah tokoh penting di Kalbar.
Oliver Pye sebelum ke Kalbar terlebih dahulu tampil dalam workshop atau lokakarya perihal bioenergi lintas negara (transnasional) dipandang dari aspek ekonomi, sosial dan politik serta lingkungan hidup di Singapura dan berlanjut di Universitas Padjajaran (Bandung) serta Universitas Gadjahmada (Yogjakarta). Kesemua kegiatan itu berlangsung secara akademik dan sukses.
Oliver dan Yanti Mirdayanti tiba di Pontianak pada Minggu (15/3) dan langsung mengunjungi Komunitas Cinte Aek Kapuas yang mempunyai jadwal launching komunitas peduli lingkungan sungai terpanjang di Indonesia yakni Sungai Kapuas. Di forum ini Oliver dan Yanti Mirdayanti bicara betapa pentingnya menjaga urat nadi Kalbar pada khususnya melalui Sungai Kapuas. ”Jika Kapuas bisa dijaga kebersihan lingkungannya, lingkungannya ditata sedemikian rupa, ia akan menjadi aset pariwisata dan sumber inspirasi bagi penduduknya,” kata Yanti Mirdayanti seraya menjelaskan betapa indahnya sungai-sungai di Eropa dan Amerika karena terjaga dari pencemaran sampah maupun limbah. Jalan di kiri dan kanan sungai juga jadi pemikat aktivitas berhadapan dengan sungai nan luas. ”Potensi Kalbar untuk maju pariwisatanya sangat besar. Kita berkepentingan menjaga dan memeliharanya,” kata Oliver yang semasa kanak-kanaknya juga berada di kawasan sungai kota kecil di Jerman. ”Saya suka Sungai Kapuas. Jauh lebih panjang dan luas ketimbang sungai di Bonn,” pujinya.
Kedatangan Oliver dan Yanti Mirdayanti disambut hangat Komunitas Cinte Aek Kapuas yang notabene para fotografer, sineas, jurnalis dan tokoh-tokoh pariwisata kota. Mereka antara lain Wakil Walikota Paryadi, S.Hut, Kepala Dinas Pariwisata Kota, Dirut Gadjahmada Hotel, PHRI, Canopy Indonesia dll.
Di Internasional Office Untan silaturahmi Oliver Pye dan Yanti Mirdayanti disambut Kepala Internasional Office, Dr Elvira dan rekan. Di kantor Internasional Office yang sementara ini menumpang di Magister Teknik mengupas rencana kerjasama riset perihal bioenergi. Kerjasama itu melibatkan Untan, Borneo Tribune/Tribune Institute dan Bonn University.
Selain membahas MoU Oliver dan Yanti ditemani Purek IV Bidang Kerjasama Ir HM Iqbal serta Dr Elvira mengunjungi Fakultas Kedokteran dan dilanjutkan keesokan harinya berdialog dengan Rektor Untan, Dr H Chairil Effendy, MS. Rektor yang low profile ini menyambut hangat dengan merangkai program-program pengembangan kerjasama mutual hingga ke depan secara internasional. Katanya, Untan ingin tampil terdepan dalam meneliti dan memanfaatkan keanekaragaman hayati milik Kalbar.
Sebelum menemui Chairil Effendy yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia, Oliver dan Yanti Mirdayanti berdialog silaturahmi bersama Ketua Walhi Saban Setiawan. Di sekretariat Walhi Saban mengatakan tidak benci akan sawit karena tanaman ini ada gunanya bagi ekonomi masyarakat maupun bioenergi, tetapi tata cara pembukaan lahan sawit yang tidak memenuhi aturan main sesungguhnya telah merusak alam. Hal ini menjadi bahan kampanye mereka untuk diperangi. ”Peraturan dibuat pemerintah untuk dilanggar sendiri. Berapa banyak uang dibuang sia-sia untuk itu. Lihat saja Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL bisa keluar dalam waktu satu minggu. Mana mungkin hal itu bisa terjadi,” ulasnya.
Di Aliansi Masyarakat Adat Nasional (Aman) Oliver Pye dan Yanti Mirdayanti disambut ketuanya Sujarni Aloy. Penulis buku dan peneliti tersebut mengatakan mereka kampanye anti sawit karena lahan hutan yang dibuka menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal lain yang terjadi adalah rakyat tetap miskin di sekitar perkebunan. Dalam kasus yang lain masyarakat dipukuli fisik dan hak-hak tanah maupun kebudayaan mereka.
Oliver Pye dan Yanti Mirdayanti di FLEGT disambut ketuanya Thadeus Yus. Thadeus dengan sistematis menjelaskan kaitan lembaganya yang mendorong manajemen hutan secara lestari dengan efek domino kerusakan lingkungan akibat illegal logging. Sedangkan di Gemawan, Oliver dan Yanti disambut ketuanya, Lely yang pernah bertandang ke Belanda untuk menjelaskan sawit di parlemen Negeri Kincir Angin tersebut. Lely mengatakan lembaganya mengadvokasi kaum tertindas dari pembukaan perkebunan. Sejumlah kasus berhasil diavokasi, tetapi banyak kasus yang lain mereka berhadapan dengan power nan mengancam keselamatan sehingga butuh dukungan internasional.
Oliver dan yanti juga berdiskusi di dapur redaksi Borneo Tribune dan Tribune Institute untuk mengeksplorasi agenda riset bersama secara lebih mendasar.
Seminar internasional bioenergi dihelat dalam kerangka berpikir akademis serta mengupayakan riset agar bermanfaat bagi penyelamatan bumi. Sekecil apapun suatu daerah dan bangsa, di era kesejagatan ini semua saling terkait, interkoneksi, transnasional dan global.



Baca selengkapnya..

Lembaga Tripartit Gelar Seminar Internasional Bioenergi



Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat internasional adalah krisis pangan dan energi. Istilah bekennya ”food and fuel problem”.
Masalah besar tersebut tidak terkecuali terjadi di Kalimantan Barat yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia, bahkan luasnya 1,5 kali luas Pulau Jawa. Di mana di Kalimantan Barat penduduk terus bertambah, terjadi konversi lahan hutan menjadi perkebunan dan pemukiman, serta tak terlepas pula dari dampak perubahan iklim global (climate change).
Menyadari permasalahan tersebut, tiga lembaga masing-masing Universitas Tanjungpura (Untan), Bonn University dan Tribune Institute menggagas seminar internasional tentang bioenergi peluang dan ancamannya bagi Kalimantan Barat. Seminar tersebut akan digelar pada hari Sabtu, 21 Maret 2009 bertempat di Amphi Teatre Fakultas Kedokteran dengan kapasitas peserta sekitar 150 orang.
Seminar internasional ini akan dibuka oleh Rektor Untan, Dr Chairil Effendy, MS dan dilanjutkan dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) dalam hal studi dan riset bersama antarlembaga, serta kemudian dilanjutkan dengan sesi seminar.
Kepala Kantor Internasional (International Office) Untan, Dr Elvira menyatakan segala sesuatunya sudah siap untuk dihelat. ”Kita sudah beberapa kali rapat untuk menyusun kerangka isi MoU maupun seminar. Bahkan bersama Pembantu Rektor IV pada hari Selasa yang lalu kita sudah cek lapangan.”
Menurut staf pengajar di program magister teknik ini akan tampil sebagai pembicara dari pihak-pihak kompeten. Mereka adalah Dr Oliver Pye dari Bonn University yang baru saja menyajikan workshop di Singapura, seminar di Unpad maupun UGM perihal transnasional bioenergi, Kepala Bappeda Kalbar Ir Fathan A Rasyid, M.Agr perihal rencana pengembangan Kalimantan sebagai lumbung energi nasional, maupun peneliti Untan dari F-MIPA Dr Thamrin Usman, DEA serta Kepala Pusat Studi Energi Untan, Dr Ismail Yusuf. Adapun dari Borneo Tribune dan Tribune Institute menampilkan analisa isi pemberitaan (content analysis) perihal bioenergi di media.
Seminar mengundang stakeholder di Kalbar meliputi civitas akademika, ilmuan, aktivis lingkungan, pemerintahan, bahkan perusahaan-perusahaan kehutanan maupun perkebunan. Tujuan melibatkan semua pihak ini agar forum seminar bisa menjadi ajang urun-rembug maupun penyamaan visi-misi dalam menyelamatkan lingkungan bumi yang hanya ada satu ini.
Seminar dimulai pukul 08.30 dan berakhir pada pukul 12.00 WIB. ”Bagi pihak yang belum mendapatkan undangan dapat mengontak langsung kami di International Office Untan, atau Harian Borneo Tribune yang satu kompleks dengan Tribune Institute di Purnama,” tambah Elvira.
Di tempat terpisah Rektor Untan, Dr Chairil Effendy menyatakan bahwa Untan ingin tampil terdepan dalam riset biodiversity termasuk peluangnya terhadap sumber daya energi. ”Kita di Kalbar mempunyai banyak potensi, sayang jika tidak tergali. Adapun cara menggalinya tentu saja melalui riset, dan riset itu mesti melibatkan banyak pihak, tenaga, bahkan biaya. Oleh karena itu tepat jika kita bisa bekerjasama, terlebih dengan Bonn University dari Jerman,” imbuhnya.
Untan, kata Chairil telah membuka International Office dengan tujuan merawat hubungan internasional, menumbuh-kembangkan kerjasama Utara-Selatan, Barat dan Timur. ”Kita harus bergerak cepat karena besarnya keinginan untuk maju dan mencapai kesejahteraan bagi masyarakat luas. Kita tak mau Kalbar dikenal kaya potensi, tapi rakyatnya tetap miskin,” imbuh rektor yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia.



Baca selengkapnya..

Senin, 09 Maret 2009

JK Martir Politik Golkar

Pernyataan Wakil Ketua DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok bahwa Partai Golkar hanya akan mendapatkan 2,5 persen suara pada pemilu 2009 benar-benar menjadi martir di tubuh Golkar. Golkar selama ini seperti raksasa yang sedang tidur.
Golkar adalah partai besar. Infrastruktur parpolnya paling lengkap. Asetnya paling kaya. Sumber daya manusianya paling hebat. Bahkan jika mau jujur, parpol-parpol lainnya, sebagian besar adalah kader Golkar yang lompat pagar.
Dengan alu yang dikemplangkan ke kepala Partai Golkar, kondisi psikologis bangsa Indonesia memasuki babak baru. Bangsa Indonesia adalah bangsa pengasih dan simpati pada pihak yang ditekan. Di sisi yang lain ada kerinduan rakyat pada harmoni masa lalu.
Mega naik panggung karena ditekan Soeharto. SBY naik pentas RI-1 karena ditekan Megawati. Kini JK ditekan SBY, apa yang terjadi? Di dalam hal ini Partai Demokrat dinilai kader beringin ”lancang” menuding Golkar hanya akan mendapat 2,5 persen suara Pemilu 2009.
Kader-kader Golkar merah kupingnya. Menjamur aspirasi ”cerai” dari Partai Demokrat. ”Jika bersama kita bisa, berpisah kita juga bisa,” begitu aspirasi yang menyala-nyala.
Sengatan Mubarok membangunkan tidur panjang Golkar pasca Pemilu 2004. JK bicara lugas dan lantang. Bahkan sesuai dengan karakternya yang ceplas-ceplos, apa adanya. Dia tampil terdepan dengan membantah keras pernyataan Mubarok—walau sedang berada di luar negeri.
JK keras menyatakan bahwa tidak mungkin Golkar hanya akan mendapatkan 2,5 persen suara. Golkar akan mendapatkan angka di atas 25 persen. Hal senada dikemukakan seniornya Siswono Yudhohusodo—mantan rivalnya di Pilpres pasangan Amien Rais. Bahwa Golkar akan mendapatkan angka di atas 25 persen suara.
Partai Demokrat sendiri, kendati SBY punya rating polling teratas, tetapi jika perolehan suara Partai Demokrat seperti pemilu yang lalu di bawah 10 persen, maka alamat hilangnya kesempatan emas. Terlebih koalisi yang dahulu mendukung SBY perlahan-lahan mundur dari gelanggang. PKS, PBB, PBR, dan bisa terjadi terhadap Golkar.
JK di hadapan ratusan caleg dan kader Golkar se-Kalbar, kembali menegaskan kesiapannya untuk menjadi calon presiden. Kondisi aktual bangsa dan dinamika politik yang terjadi di tingkat nasional menjadi sebab kesediaan JK untuk maju sebagai calon presiden RI ke-7.
Apa yang dilakukan JK saat ini dalam banyak segi tetap saja menguntungkan Partai Beringin. Posisi tawar JK terhadap SBY meningkat. Posisi popularitas Golkar juga ”naik daun” lantaran publisitas media atas terbentuknya Blok J selain blok S, M dan Blok Perubahan.
Dukungan yang tampak dalam kunjungan JK jelas terlihat. Tak terkecuali di Kalbar. Dampak langsung ini memicu semangat kerja kader-kader partai. Mereka melihat peluang dibuka oleh Mubarok. JK tampil terdepan menarik gerbong Golkar nasional.
JK bertindak tepat. Ia kini menjadi martir partai. Ketepatan ini bagian dari reaksi kepemimpinan cepat-tepat yang bisa dilihat masyarakat luas. Rating JK juga meningkat dari sejumlah poll-poll terbaru. Dia nomor dua setelah SBY.
Saking cepatnya reaksi Ketua Umum Partai Golkar itu, SBY pun segera meralat Mubarok dengan jumpa pers di Cikeas. Namun mesin Partai Golkar sudah kadung menyala-nyala sehingga parpol-parpol lain mesti berhati-hati. Tak terkecuali dalam memberikan komentar-komentar seperti Mubarok. Komentar melecehkan bisa jadi blunder yang menikam.




Baca selengkapnya..

Merintis Jalan Riset Bersama


Ibarat komplek perumahan, merintis jalan adalah upaya pertama yang paling berat. Jika jalannya sudah terbentuk, material bisa diangkut. Mimpi rumah seindah apapun bisa dibangun.
Jika jalan yang dirintis bagus, lebar, besar, berkualitas, maka arus keluar-masuk dan interaksi parapihak menjadi lancar. Interaksi yang tinggi akan memicu kemajuan entitas masyarakat luas.
Interaksi yang terbuka akibat dirintisnya jalan menuju rumah impian akan memberikan peluang masuknya informasi lebih banyak, peluang lebih besar, dan kesempatan emas semakin multi-choice. Oleh karena itu kita bisa melihat individu, kelompok, lembaga, bahkan negara yang terbuka jauh lebih pesat kemajuannya daripada individu, kelompok, lembaga, atau negara yang mengasingkan diri atau mengisolasi diri.
Sadar akan filosofi tersebut di atas, kami dari Borneo Tribune dengan lembaga nirlabanya di bidang pendidikan, Tribune Institute berupaya sekuat tenaga merintis jalan sukses tersebut untuk kepentingan bersama. Jalan sukses itu terletak pada perencanaan yang matang, action-plan yang dilaksanakan—yang tidak hanya NATO—non action talk only—tetapi benar-benar digarap detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, hingga bulan demi bulan.
Sejak 2006 Borneo Tribune dan Tribune Institute telah melaksanakan riset-riset kecil. Hasil riset itu mulai dilaunching pada 19 Mei 2007. Bentuknya adalah investigative reporting maupun precise journalism sekaligus rekam jejak dinamis dua bayi baru bernama Borneo Tribune dan Tribune Institute.
Seabrek-abrek kegiatan telah dilakukan dua lembaga ini hingga kini. Outputnya sudah dirasakan secara langsung oleh masyarakat Kalbar dan nasional-internasional. Terutama di bidang publikasi, dokumentasi, pendidikan dan pelatihan serta networking bersama berbagai pihak. Kerjasama baik di dalam, maupun di luar negeri.
Borneo Tribune dan Tribune Institute dalam kapasitasnya sebagai fasilitator masyarakat serta ruang belajar sosial yang luas bagi masyarakat Kalbar menggandeng Universitas Tanjungpura dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk menggalang riset bersama secara lebih serius lagi. Riset atau aktivitas penelitian besar adalah ruh dari kemajuan. Adalah jalan sukses yang diidam-idamkan bersama.
Bukankah jika kita mau mendapatkan planing atau perencanaan di bidang apa pun yang terbaik adalah melalui proses riset yang benar benar benar? Aktivitas riset yang benar metodologinya, benar tata caranya, dan benar perangkat maupun parameternya?
Aktivitas jurnalistik kami sadari pada hakikatnya sama dengan aktivitas riset akademik di kampus-kampus. Oleh karena itu Borneo Tribune dan Tribune Institute pada tahap awal ini merintis kerjasama joint-research dengan Untan ditambah Bonn University, Jerman. Di institusi lain, Pemprov Cq Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) turut serta.
Pembahasan materi riset bersama telah dilakukan sejak awal Oktober 2008 dan hingga saat ini terus bergulir. Pertemuan demi pertemuan dilaksanakan. Dimulai dari dapur redaksi hingga ke kediaman Rektor Untan, Dr H Chairil Effendi. Dan pembahasan terus mengalir bagaikan bola salju ke Rektorat Untan, International Office, Bonn University di Jerman, maupun di Borneo Tribune-Tribune Institute.
Jika tidak ada aral melintang, MoU antara berbagai lembaga itu akan diimplementasikan mulai 22 Maret depan. Kita berharap riset bersama ini akan melahirkan jalan luas berkualitas dengan hasil-hasil nyata bagi masyarakat Kalbar pada khususnya dan RI tercinta pada umumnya. Doa restu pembaca sangat kami harapkan. Tentu saja. Salam.



Baca selengkapnya..

Rabu, 04 Maret 2009

Berantas Korupsi, Pilih Caleg Bersih


Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, M Jasin saat hadir di Kota Pontianak dalam rangka mendorong fungsi kontrol masyarakat untuk pemberantasan korupsi mengakui bahwa cukup berat bagi KPK bekerja sendiri. Kasus-kasus korupsi bukannya menurun pasca reformasi, tetapi semakin menggila.
Penangkapan terhadap anggota DPR RI dari Fraksi PAN Abdul Hadi Djamal, Senin (2/3) malam merupakan pelajaran berharga di depan mata kita menjelang pemilu 9 April 2009. Pelajaran itu sangat banyak.
Pertama menjadi wakil rakyat tidaklah gampang. Selain berat untuk menjalankan amanah urusan-urusan kerakyatan, juga rawan akan godaan berbagai kepentingan melalui tangan-tangan wakil rakyat. Jika tidak ekstra hati-hati, maka akan terjadi suap-menyuap seperti yang dirasakan Abdul Hadi Djamal.
Suap menyuap, apalagi indikasi kuat tindakan korupsi yang dilakukan politisi segera terekspose dengan luas. Hal ini merugikan kepentingan karir politik yang bersangkutan. Di sini diperoleh pelajaran kedua, bahwa setiap politisi perlu berpikir jangka panjang ketimbang dari jangka pendek yang senangnya sesaat.
Kita tidak habis pikir, betapa beraninya Abdul Hadi Djamal melakukan tindak pidana korupsi. Uang korupsi itu untuk apa? Apakah ada kaitannya dengan dana Pemilu 2009? Atau hanya sekedar untuk memperkaya diri sendiri?
Jika alasannya untuk memperkaya diri sendiri, apakah gaji yang didapatkan sebagai anggota DPR RI tidak cukup? Jika tidak cukup mengapa ribuan orang ingin duduk di lembaga legislatif? Mengapa banyak orang ingin duduk di ”kursi pesakitan”?
Tindakan Abdul Hadi Djamal tentulah tindakan white cillar crime. Kejahatan berkerah putih. Kejahatan yang merusak citra diri dan partai.
Anggota DPR RI asal PAN melakukan konfrontir. Dia adalah wakil DPR RI asal Kalbar, Ir HM Fanshurullah Asa, MT. Dia berani berkata keras dan membela partainya karena sepanjang duduk di DPR RI dia sanggup memotong gajinya sebesar 50 persen untuk beasiswa. Hal itu seperti langit dengan bumi atas tindakan Abdul Hadi Djamal yang separtai dengannya.
Fanshurullah Asa menilai KPK membanggakan karena mengungkap kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR RI. Ifan—sapaannya—berterimakasih PAN dibersihkan dari korupsi. Petinggi-petinggi lain jika terbukti korupsi mesti dibersihkan tanpa pandang bulu.
Enak bagi Ifan berkata keras karena dirinya bisa diteladani. Keteladanan seperti ini patut dijunjung tinggi. Justru kepada wakil-wakil rakyat seperti inilah suara kita laik dipersembahkan.
Kandidat yang terpampang di kertas suara Pemilu Legislatif 9 April mendatang tentulah tidak sedikit yang seperti Abdul Hadi Djamal, tetapi tidak sedikit pula yang potensial atau cenderung ke kepentingan diri sendiri. Tetapi kita tidak boleh apriori dengan politik yang selalu dikelindan oleh kepentingan ekonomi. Kita juga punya caleg-caleg seperti Fanshurullah Asa. Atau setidaknya caleg-caleg yang potensial baik dalam mengemban amanah. Masalahnya bagi kita adalah sejauh mana kita mengenal para wakil kita di DPRD atau DPR RI.
Untuk merubah nasib bangsa ini menjadi lebih baik, peranan kita sangat penting. Pilihlah caleg yang bersih, yang bukan koruptor, yang mampu mengemban amanah, sehingga pembangunan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan kantong atau kocek pribadi.


Baca selengkapnya..

Ramai-Ramai Jadi Calon Presiden RI 2009-2014


Mana Putra Daerah Kalbar?

Di masa Orde Baru sebelum pemilu dilakukan sudah ketahuan siapa presidennya. Masa reformasi, kondisi sudah jauh berubah.

Di masa Orde Baru berkuasa, amat sangat sedikit putra-putri terbaik bangsa yang berani maju dengan alasan ewuh pakewuh. Kondisi itu kini sudah berubah. Setiap orang sesuai amanat UUD berhak memilih dan dipilih selama tidak mempunyai cacat hukum permanen. Sistem pemilihan juga berubah dari sistem legislasi menjadi sistem langsung. Kepala negara dipilih secara langsung oleh rakyat.
Calon-calon Presiden 2009-2014 sudah bermunculan. Selain incumbent SBY, juga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla, serta yang terakhir muncul baru-baru ini Jenderal Naga Bonar—Deddy Mizwar—si bintang film.
Selasa, 24 Februari kemarin Dewan Integritas Bangsa (DIB) juga melaksanakan Konvensi Nasional Capres RI 2009-2014 di Gedung Taman Budaya Kota Pontianak. Hadir empat peserta konvensi masing-masing putra Bung Tomo--Bambang Sulistomo, politisi ICMI Dr Marwah Daud Ibrahim, mantan Menko Perekonomian Dr Rizal Ramli dan anggota DPR RI Komisi Pertahanan Dr Yudhy Crisnandi. Konvensi dihadiri 250 undangan, empat orang tim pakar, masing-masing Drs Gusti Suryansyah, M.Si (pengamat politik), Drs HM Ali Nasrun, M.Ec (pengamat ekonomi), Prof Dr Redatin Parwadi, MA (pengamat korupsi) dan Dr William Chang (ruhaniawan sekaligus pengamat sosial). Acara selama 4 jam ini diliput media cetak maupun elektronik, lokal maupun nasional.
Peserta yang hadir memberikan catatan maupun pertanyaan kritis cukup menukik. Hanya saja yang patut dicatat adalah tiadanya kader putra-putri Kalbar yang berani maju menjadi Capres Alternatif. Kenapa? Padahal di pentas politik nasional Kalbar cukup dikenal.
Hamzah Haz putra Ketapang pernah menjadi Wapres. Oesman Sapta yang kini Ketua DPD pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI. Bahkan ke belakangnya lagi Sultan Hamid Alkadrie pernah menjadi menteri di Kabinet Bung Karno.
Bermunculannya capres-capres alternatif menyenangkan kita semua, sebab semakin banyak alternatif-semakin banyak pilihan. Di sini mestinya warga Kalbar jeli mendorong putra-putrinya masuk jajaran elit RI 1, tidak hanya “rebutan” jadi caleg DPRD Kota/Kabupaten, Provinsi dan DPR RI. Mestinya ini saat terbaik menunjukkan “inilah Kalbar”. Kalbar pintar!
Sesungguhnya, semakin capres terbuka sejak dini, kita pun tidak seperti memilih kucing dalam karung. Sekarang kucingnya sudah keluar. Kita bisa pilih mana di antara kucing itu yang paling pintar menangkap tikus. Tikus itu adalah kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan Indonesia dari bangsa-bangsa lain.
Kita rindu putra-putri terbaik Kalbar muncul sebagai pemimpin di jajaran elit Republik. Kita ingin Kalbar menyumbang kepemimpinan nasional, memimpin dengan pintar nan santun, serta membawa bangsa dan negara menjadi pemimpin peradaban dunia. Semoga.



Baca selengkapnya..