Pro-kontra penanganan kasus hukum Soeharto
***
Jutaan pasang mata di Indonesia bahkan dunia menyaksikan prosesi pemakaman Jenderal Besar HM Soeharto, mantan Presiden RI yang ke-2, Senin (28/1) kemarin. Seluruh stasiun televisi di tanah Air memberikan siaran langsung sejak pagi hingga siang hari bertajuk Good Bye Mr President—Selamat Jalan Bapak Presiden. Sejak Cendana hingga ke Astana Giribangun, Solo, Jawa Tengah.
Seorang tokoh besar, saksi sekaligus pelaku sejarah telah menghembuskan napasnya yang terakhir karena sakit di RSPP, Minggu (27/1) pukul 13.10. Kawan maupun lawan politik Soeharto sejenak menundukkan kepala menghadapi kenyataan. Bahwa ketika Tuhan berkehendak memanggil hamba-Nya, tak sedetikpun waktu bisa ditunda.
Di Kalbar, antusiasme masyarakat menyaksikan laporan langsung prosesi pemakaman Pak Harto juga terlihat di kantor-kantor, di kampus-kampus, sekolah-sekolah, terutama juga di rumah-rumah. “Saya sekeluarga langsung yasinan setelah salat magrib bersama keluarga,” ungkap Kepala Dinas Diknas Kalbar, Drs H Ngatman. Hal senada dilakukan di kediaman Ketua DPRD Kalbar, H Zulfadhli dan rumah dinas Walikota Pontianak, Buchary Abdurrachman.
Tak urung, di dalam upacara HUT ke-51 Pemprov Kalbar yang dihelat Senin (29/1) pukul 08.00, Gubernur Kalbar Drs Cornelis, MH pidato tentang Soeharto sebelum membacakan sambutan tertulis Mendagri, H Mardiyanto. “Sudah sepantasnya kita memaafkan Pak Harto selaku Presiden RI yang ke-2. Telah banyak jasa-jasa Beliau dalam membangun RI selama 32 tahun kekuasaannya, walaupun sebagai manusia biasa, Beliau tidak lepas dari salah dan alpa. Untuk itu kita patut memaafkannya,” ujarnya.
Cornelis mengimbau agar seluruh rakyat Kalbar mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda bangsa sedang berduka selama tujuh hari lamanya. “Saya imbau kantor-kantor pemerintah, swasta, sekolah-sekolah dan masyarakat luas untuk mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai tanda duka cita yang mendalam buat melepas kepergian Jenderal Besar Purn TNI HM Soeharto,” tegasnya.
Kisah Pak Harto membekas dalam ingatan banyak warga bangsa. “Saya atas nama pemerintah Provinsi Kalbar dan juga atas nama masyarakat Kalimantan Barat turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Presiden Republik Indonesia yang ke-II, Bapak H.M Soeharto,” ungkap Cornelis menjawab wartawan di Pendopo Gubernur setelah upacara HUT ke-51 Pemprov Kalbar.
Cornelis menambahkan, sudah semestinya masyarakat Kalbar memanjatkan doa kepada Alm. Pak Harto mengingat jasa maupun dharma bhakti yang telah diberikan kepada bangsa dan negara Indonesia. “Karena bagaimanapun kita ikut berkabung selama satu Minggu sampai dengan tanggal 2 Februari, dengan menaikkan bendera setengah tiang dan mendoakan agar arwahnya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dan keluarga yang ditinggalkan agar senantiasa tabah,” ujar Cornelis.
Komandan Brigief 19 Khatulistiwa, Kolonel Inf. G.E. Sufit di tempat yang sama mengatakan, sebagai warga negara yang baik dan sebagai anak bangsa Indonesia, tentu masyarakat harus mengerti atas kepemimpinan Pak Harto dan menghargai Beliau. Terlebih di Angkatan Darat (AD), Beliau merupakan seorang panglima besar. “Kita sebagai warga negara tentu harus memberikan rasa hormat atas jasa maupun pengorbanan yang telah Beliau lakukan bagi bangsa dan negara Indonesia. Sebagai pemimpin, Beliau selalu menjadi penutan kita di Angkatan Darat,” kata Sufit.
“Kita harus berdoa sejenak, agar arwah Beliau diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Bagi keluarga dan kita yang ditinggalkan serta seluruh rakyat Indonesia maupun segenap keluarga besar di Angkatan Darat, agar tetap kuat menerima cobaan ini. Tentunya kita harus lebih baik lagi di masa yang akan datang dalam melakukan pembangunan di Indonesia,” ujar perwira dengan tiga melati di pundaknya.
Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Pontianak Kolonel (Pnb) Abdul Muis menilai, yang jelas Beliau (Pak Harto, red) merupakan mantan Presiden Republik Indonesia yang ke-II dan sekaligus sebagai pahlawan di negeri ini. Tentu Beliau telah banyak memberikan jasa maupun pengorbanan yang besar kepada bangsa dan negara Indonesia. “Saya atas nama Danlanud turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas kepergian Beliau. Semoga semua amal dan dharma bakti Beliau untuk bangsa dan negara ini diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa,” hatur Muis.
Ketua Dewan Adat Dayak Kalbar, Thadeus Yus, SH, MPA mengatakan, dengan meninggalnya Pak Harto, sebagai anak bangsa sekaligus sebagai masyarakat Kalbar merasa kehilangan seorang tokoh yang sudah cukup banyak memberikan bentuk kepada negara Indonesia dalam banyak aspek, seperti politik, ekonomi, budaya, hukum dan sosial. “Hal itu tentu memberikan landasan maupun warna dalam kehidupan seperti apa yang saat ini kita rasakan,” kata dia.
“Masyarakat Kalbar harus mengakui Beliau sebagai Bapak Bangsa. Sudah sewajarnya, masyarakat dan rakyat Indonesia turut berbela sungkawa atas kepergian Beliau. Terlepas dari kontroversi yang selama ini terus bergulir terkait dengannya. Mari kita bersama-sama memanjatkan doa bagi Pak harto, agar semua amal baik Beliau diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa,” pinta Thadeus.
Dia juga mengungkapkan bahwa program transmigrasi yang hadir di masa kepemimpinan Pak Harto juga memberikan manfaat tersendiri bagi rakyat Indonesia. Hal itu positif sekali.
Selanjutnya, sesuai dengan imbauan Presiden Republik Indonesia bahwa semua rakyat Indonesia larut dalam hari berkabung dan memasang bendera setengah tiang untuk memberikan penghormatan kepada almarhum Pak Harto.
Delematika Hukum
Wafatnya HM Soeharto meninggalkan tanda tanya besar mengenai status hukumnya.
Polemik pun terus berkembang. Banyak di antara masyarakat mengharapkan negara memberikan pengampunan terhadap status hukumnya, tapi banyak juga yang mengharapkan pemerintah harus meneruskan kasus ini karena menganggap yang wafat Soerhato tidak serta merta melunturkan kewajibannya sebagai seorang warga negara, apalagi di belakang Soeharto yang merupakan orang dekatnya banyak yang bermasalah dengan hukum.
Menurut salah seorang warga Siantan, Hariyanto (33) pedagang sayur di Pasar Puring Pontianak mengatakan Soeharto harus dimaafkan karena tidak ada masalah. Heriyanto mengatakan selama Soeharto memimpin malah negara lebih bagus dari pemimpin yang sekarang, karena selama Soeharto memimpin Heriyanto merasakan keadaan baik, tidak ada kenaikan harga, cari minyak tanah tidak susah. Apalagi pada masa itu keadaan selalu aman. “Sekarang malah lebih susah dari pada waktu Pak Harto dulu bang,” katanya
Dia bingung kenapa pemerintah sekarang terus-terusan mengejar Soeharto untuk di hukum, karena Heriyanto beranggapan bila kasus korupsi ia menilai semua pejabat korupsi, ia tak menjamin kalau memang pejabat itu bersih dari kasus korupsi.
Sama halnya yang dikatakan beberapa buruh bangunan di Siantan yang rata-rata berusia antara 20 hingga 30 tahun. Mereka katakan hidup zaman Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) malah lebih susah dari pada ketika Soeharto menjadi pemimpin. Mereka katakan begitu bukannya tanpa alasan, karena memang selama mereka merasakan Soeharto memimpin bangsa ini, mereka tak merasakan harus antre minyak tanah, susah mencari sembako yang sesuai isi kantong mereka.
Salman (28) mengatakan apa adanya mengharapkan SBY untuk memberikan maaf kepada Soeharto karena memang tidak mempunyai salah.
Sementara itu aktivis mahasiswa, Nurhadi tidak bersepakat bila dosa-dosa Soeharto selama memimpin harus diampuni begitu saja. Ia beralasan selama Soeharto memimpin Indonesia, sudah berapa banyak jerih payah masyarakat Indonesia termasuk di Kalbar ini yang dijual hanya untuk kepentingan pribadi atau kroninya.
Kasus besar yang menjadi utang Soeharto hingga sekarang adalah penghilangan sejumlah aktivis yang hingga sekarang tidak diketahui rimbanya ke mana, apakah sudah mati atau masih hidup. Era Soeharto juga pengekangan terhadap hak bersuara, berkumpul, dan berserikat seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 kuat mengunci demokrasi.
Nurhadi juga mengharapkan pemerintah sesegara mungkin untuk mengusut semua KKN, karena puluhan tahun berkuasa, Soeharto dan antek-anteknya meninggalkan ribuan dosa-dosa yang tidak bisa diampuni masyarakat Indonesia. “Bom waktu” di negeri yang bisa meletus setiap saat. “Bisa muncul ledakan dasyat,” katanya
Nurhadi menegaskan tiada kata maaf buat Soeharto yang telah menyengsarakan rakyat selama 32 tahun, baik fisik maupun mental.
Lain halnya dengan salah seorang anggota Komisi Perempuan Indonesia, Sisin.
“Terlepas dari apa yang menjadi permasalahan Soeharto, sebagai umat manusia, sudah sewajarnya kita mengampuni kesalahan seseorang. Tuhan saja yang Maha Kuasa, juga Maha Pengampun, apatah lagi kita sebagai makhluk-Nya,” ujarnya. ■
Selasa, 29 Januari 2008
Good Bye Mr President
Posted by Noeris at 00.58 0 comments
Maafkan Pak Harto
Permohonan maaf Pak Harto ditulis dengan tangannya sendiri. Pernyataan itu menjadi dokumen negara.
***
Dalam teks pengunduran dirinya selaku Presiden RI akibat gelombang reformasi, Soeharto sudah mengajukan permintaan maaf bila ada kesalahan dan kekurangan selama memimpin bangsa Indonesia.
"Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan Bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan meminta maaf bila ada kesalahan dan kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 45-nya," demikian tulisan tangan Soeharto saat turun dari tampuk kekuasaan 21 Mei sepuluh tahun yang lalu.
Pakar hukum tata negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra mengatakan, banyak orang meminta kepadanya naskah pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatan Presiden RI, tanggal 21 Mei 1998. “Naskah asli pengunduran diri itu telah diserahkan kepada Arsip Nasional untuk disimpan di sana,” ungkapnya.
Semua ini dilakukan, kata Yusril agar dokumen tersebut tidak sampai hilang seperti naskah Supersemar tahun 1966.
Menurut mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini, hanya ada dua copy yang dibuat waktu itu. Satu disimpan oleh Saadillah Mursyid (alm), dan satunya disimpan sebagai koleksi pribadi Yusril.
“Naskah ini bukanlah tergolong sebagai rahasia negara, karena telah dibacakan oleh Presiden Soeharto di depan umum, di Istana Negara, pada tanggal 21 Mei 1998. Saya sendiri ada di situ, sebagai saksi sejarah dari peristiwa ketatanegaraan yang langka terjadi di negara kita. Saya persilahkan Anda membaca naskah ini, sebagaimana naskah aslinya, tanpa saya memberikan banyak komentar,” ujar Yusril sebagaimana dimuat dalam yusril.ihzamahendra.com.
Lebih Baik Maafkan
Persoalan maaf buat Soeharto kencang dibicarakan, baik di TV, radio, maupun diskusi-diskusi hukum pasca jatuhnya Soeharto. Dalam kaitan ini, anggota DPR RI asal Kalbar, Fanshurullah Asa berpendapat, memaafkan itu adalah lebih baik.
“Sebagaimana diskusi antara Yusril bersama Pak Amien Rais. Pak Harto sebaiknya dimaafkan—apalagi telah meninggal—sedangkan kasus korupsi, termasuk melibatkan anak-cucunya harus diproses sebagaimana Tap MPR karena akan menjadi pelajaran bagi Indonesia ke depan,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar, H Abang Imien Thaha yang diwawancarai Antara, Minggu.
Imien mengenang sejarah saat kedatangan Presiden Soeharto untuk meresmikan Jembatan Kapuas di Pontianak. “Masyarakat cukup antusias ingin menyaksikan sang Presiden. Jembatan Kapuas diresmikan pada 27 Januari 1982.”
Imien mengakui Soeharto punya prestasi tersendiri dalam menata jalannya pemerintahan, baik di bidang ekonomi, sosial maupun budaya. "Ambil hal-hal positif selama Beliau menjabat," katanya.
Selain meresmikan Jembatan Kapuas, Pak Harto juga kerap kali berkunjung ke Kalbar. Dia meresmikan Masjid Raya Mujahidin (1978), meresmikan Pos Lintas Batas Entikong-Tebedu, pembukaan perkebunan sawit PTP VII (kini PTPN13, red), meresmikan Masjid Amal Bhakti Muslim Pancasila (Al Muhtadin, Untan), Gerakan Penghijauan di Mandor, dan gerakan gemar membaca dan menulis di GOR Pangsuma Pontianak.
Ketika mencanangkan gerakan gemar membaca dan menulis, Pak Harto didampingi Mendiknas Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro, serta Gubernur Kalbar HA Aswin (alm).
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar, Thadeus Yus soal memaafkan Pak Harto menyatakan, kepergian Soeharto membuat Indonesia kehilangan tokoh penting yang membawa perubahan dalam tatanan kehidupan sosial kenegaraan, politik, ekonomi dan hukum.
"Masyarakat Dayak turut berduka cita atas wafatnya Beliau. Kita harus ingat jasa-jasa Beliau selama 32 tahun memimpin bangsa ini," katanya.
Ia mengakui, selama masa Orde Baru masyarakat adat Dayak merasakan adanya diskriminasi di berbagai bidang seperti politik, pemerintahan, sosial dan ekonomi. "Masyarakat merasa amat terpinggirkan," kata Thadeus. Namun, lanjutnya, hal itu mungkin juga disebabkan pelaksana di lapangan yang terlalu berlebihan. Ia mengatakan, di masa lalu semua urusan di daerah diatur Pemerintah Pusat sehingga cenderung kurang berpihak ke masyarakat.
"Terlepas dari salah atau tidak, lupakan masa lalu Beliau. Sebagai manusia, kita wajib mendoakan semoga Beliau diampuni dan tenang di alam baka," kata Thadeus.
Sedangkan untuk penanganan masalah hukum Soeharto, ia sepakat diselesaikan sesuai aturan yang berlaku.
Ketua Persatuan Iman Tauhid Indonesia (PITI) Kalbar, Amin Andika juga mengajak seluruh umat untuk memaafkan Soeharto. "Sebagai manusia, almarhum tidak terlepas dari kesalahan," kata Amin Andika.
Situasi Kota Pontianak sendiri terlihat mendung diiringi hujan lebat sejak Minggu pagi hingga berita ini ditulis.
Soeharto tutup usia pada hari Minggu (27/1) pukul 13.10 WIB di Ruang VVIP Nomor 536 RSPP setelah dirawat di rumah sakit itu sejak Jumat 4 Januari 2008 karena gangguan jantung, paru-paru, dan ginjal, serta penumpukan cairan dalam tubuh. Sebelum dibawa ke rumah sakit Soeharto telah sakit selama seminggu di kediamannya di Jalan Cendana No.8, Menteng, Jakarta Pusat. Selama 32 tahun sejak 1966, bangsa Indonesia dipimpin oleh Soeharto. □
Posted by Noeris at 00.50 0 comments
Sukses Road Show, What’s Next
Sukses merupakan rangkaian. Tidak ada satu kesuksesan tanpa kesuksesan sebelumnya.
Sebuah even dapat dikatakan sukses jika ada kerjasama yang baik antara satu personel dengan personel yang lainnya, baik di dalam bangun kepanitiaan, maupun jejaring kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
Road Show Jurnalisme Lingkungan Hidup yang kami gelar 15-19 Januari lalu berada dalam jejaring kerjasama yang mulus. Kerja solid di internal Borneo Tribune dengan kampus jurnalistiknya—Tribune Institute—dapat menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Baik tempat, waktu, dan semua kebutuhan akomodasi.
Narasumber yang qualifide sedia datang dengan kondisi fit dan fresh. Dia adalah Yanti Mirdayanti. Sosok aktivis yang bertalenta di bidang jurnalistik dan akademik. Dia adalah freelancer Borneo Tribune di Bonn, Jerman, reporter DW Jerman dan juga dosen Bahasa Indonesia untuk Bonn University.
Kehadiran Yanti Mirdayanti menyusul sukses kegiatan serupa yang kami gelar bersama Direktur Pantau, Andreas Harsono. Topiknya sama: Jurnalisme Lingkungan Hidup.
Kerjasama penyelenggaraan yang tersebar sejak Sambas, Singkawang, Mempawah dan Kota Pontianak tidak lepas dari kerja keras kepala-kepala biro Harian Borneo Tribune. Di Sambas ada Budi Rahman. Di Singkawang ada Mujidi dan Aldi. Di Mempawah ada Johan Wahyudi dan di Kota Pontianak ada banyak redaktur, wartawan, layouter dan juga Sekretaris Redaksi, Lina. Di Kota Pontianak kerjasama seluruh bagian tak dapat disebutkan satu persatu.
Parapihak yang bergandengan tangan dengan kami juga memberikan akses kesuksesan yang luar biasa. Mereka adalah pejabat Pemkab Sambas, sejak Bupati Ir H Burhanuddin A Rasyid, Wakil Bupati dr Hj Djuliarti Djuhardi, maupun Kepala Humas, Drs Uray Heriansyah.
Di Pemkot Singkawang bantuan besar didapatkan dari Kepala Humas, Dra Istri Handayani dan Walikota Singkawang, Hasan Karman, SH, MM. Begitupula di Mempawah, Pemkab dan legislatifnya banyak membantu. Mereka adalah Bupati Drs Agus Salim, MM dan Ketua DPRD H Rahmat Satria, SH, MH. Sementara di Kota Pontianak, kegiatan berjalan sukses dengan kerjasama bersama Rektor Untan, Dr H Chairil Effendi, MS.
Mitra kerjasama kami EC-Indonesia FLEGT Support Project yang dipimpin Bapak Thadeus Yus juga amat sangat membantu dalam mempromosikan jurnalisme lingkungan hidup. Kebetulan jurnalisme lingkungan hidup satu visi dengan upaya FLEGT dalam memerangi praktik illegal logging yang nyata-nyata merusak lingkungan hidup. Hutan sebagaimana dipahami adalah bagian dari siklus hidrologi, penyerap air, rumah bagi jutaan jenis kehidupan, dan dia kekayaan yang luar biasa untuk dilindungi.
Melalui jurnalisme lingkungan hidup tidak hanya hutan yang dilindungi dengan cara menyebarluaskan informasi lewat media cetak maupun elektronik via skill jurnalisme lingkungan hidup, tapi juga hal-hal lainnya seperti bagaimana melindungi alam dari sampah-sampah yang tidak ramah lingkungan, teknologi yang tidak ramah dengan lingkungan, serta berbagai kiat meningkatkan nilai ekonomi potensi sumber daya alam dengan cara-cara yang arif dan bijaksana. Di sini unsur ekonomis bisa dicapai, tapi unsur ekologi dan sosial tidak diabaikan.
Setelah sukses dengan jumlah peserta membludak dan respon yang tinggi dari para stakeholder, what’s next? Langkah apa yang akan ditempuh?
Pertama-tama, kami akan membuka kelas belajar untuk mendalami jurnalisme lingkungan hidup. Kami akan membuat silabus dan pemateri yang qualifide. Pesertanya diseleksi sehingga output dari pendidikan di Tribune Institute—lembaga pendidikan nirkaba milik Borneo Tribune—benar-benar aplikatif.
Kedua, kami akan menyelenggarakan road show babak selanjutnya di wilayah Timur dan Selatan berikut kelas pendidikan jurnalisme lingkungan hidupnya. Kesemua itu akan dirangkai dengan sejumlah aktivitas lainnya yang menarik sesuai perencanaan pembangunan daerah.
Kerjasama itu diharapkan berkembang dan meluas. Semoga saja langkah-langkah kecil ini menjadi sumbangsih bagi pembangunan di Kalbar. Semoga. ■
Posted by Noeris at 00.38 0 comments
Riset Kampus Tulang Punggung Penyelamatan Lingkungan
Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (7-Habis)
Oleh: Nur Iskandar
Roadshow etape terakhir setelah berkelana dari Sambas, Singkawang dan Mempawah untuk Diskusi Jurnalisme Lingkungan Hidup adalah di Kampus Universitas Tanjungpura. Dipilih kampus sebagai terminal terakhir karena lembaga akademis merupakan jantungnya pembangunan di suatu wilayah.
“Saya sepakat dengan kampus sebagai titik akhir. Di Eropa atau di AmerikaCampus Life-nya atau kehidupan kampusnya sangat hidup. Kita menjadi betah berada di kampus,” ungkap Yanti Mirdayanti, freelancer Borneo Tribune yang menghabiskan waktu mudanya 2 tahun di Jerman, 4 tahun di Peru, 9 tahun di AS dan kini kembali bertugas di Bonn University, Jerman.
Ketika duduk berdampingan dengan Rektor Untan, Dr H Chairil Effendi, MS serta 40-an peserta dari berbagai kalangan didiskusikan bagaimana kampus bisa bekerja menyelamatkan lingkungan dengan pendekatan riset yang serius.
Chairil mengakui bahwa di Untan tidak sedikit dosen dan mahasiswanya. Untuk mahasiswa jumlahnya mencapai 15 ribu orang. “Tapi iklim akademisnya masih rendah. Untuk dosen saja kebiasaan riset belum mendarah-daging karena yang dikejar masih kebutuhan primer.” Chairil tidak merinci apa kebutuhan primer itu.
Mantan Dekan FKIP Untan ini mengatakan bahwa pola ilmiah pokok Untan menitik-tekankan pada gambut dan lahan basah. Artinya meriset lingkungan sesuai dengan keadaan Kalbar. Tetapi sudah puluhan tahun pola ilmiah pokok itu ditetapkan, tak diperoleh kemajuan yang signifikan.
Chairil membandingkan dengan Kalteng dengan riset sejuta hektar lahan gambutnya sebagai warisan Presiden Soeharto yang gagal. “Banyak bantuan internasional masuk ke sana sehingga risetnya bisa berjalan. Tujuannya tentu saja pemanfaatan gambut secara ekologis seraya menghindari kebakaran hutan dan lahan yang pada gilirannya mengekspor asap hingga ke Singapura maupun Malaysia.”
Karena di Kalimantan sudah ada Kalteng yang getol meriset gambut sebagai bagian dari lahan basah, maka Untan lanjut Chairil mulai menyiapkan pola ilmiah pokoknya ke farmakologi. “Dengan adanya MIPA dan Kedokteran kita menyiapkan pola ilmiah pokok kita ke arah farmakologi,” ungkapnya.
Yanti Mirdayanti menyandingkan Untan dengan aktivitas akademisnya dengan kampus-kampus lain di Eropa dan Amerika. Dia berkeinginan Untan yang luas bisa tampil sejuk dan bersih.
“Saya sudah berkeliling Untan, relatif bersih. Hanya saja di beberapa sudut masih menumpuk sampah. Termasuk di dekat Fakultas Kedokteran dan asrama mahasiswa. Ini patut jadi renungan,” ujarnya seraya menimpali harus ada hubungan timbal balik antara pendidikan dan prilaku yang cinta akan kebersihan.
Menyoal jurnalisme lingkungan hidup, hubungan antara pers dan kampus sangat erat. Yasmin Umar menyarankan agar kampus Untan lebih proaktif kepada media. “Humas harus diberdayakan,” pintanya.
Sebaliknya Chairil Effendi meminta wartawan juga proaktif ke kampus sehingga tidak setiap saat harus menghubungi media-media.
Yanti Mirdayanti menyarankan semua teragendakan seperti di musim winter di Jerman, masa liburan sekolah diisi dengan pelatihan-pelatihan. “Program take my dougter to work juga sangat bagus. Anak-anak bisa belajar di kampus layaknya mahasiswa,” ungkapnya. Pengalamannya dituliskan ke media dan mendapatkan penilaian. Ini cara mudah memasyarakatkan gemar menulis dan membaca serta ada kaitannya dengan jurnalisme lingkungan hidup.
Seusai diskusi pada Sabtu (19/5) lalu, Borneo Tribune, Tribune Institute dan EC-Indonesia FLEGT Support Project berencana membuka kelas belajar jurnalisme lingkungan hidup. Pesertanya mendaftar ke Borneo Tribune dan diseleksi. (habis)
Posted by Noeris at 00.30 0 comments
Sabtu, 26 Januari 2008
Lingkungan Isu yang Seksi
Road Show Jurnalisme LH (6)
Oleh: Nur Iskandar
Jika di Indonesia terdapat 365 kabupaten-kota, maka setiap hari akan ada pilkada. Warga akan bosan dengan cerita kampanye dan kampanye politik. Warga juga bosan dengan sikut-sikutan para calon wakil rakyat atau pejabat bupati-walikota. Demikian karena tidak ada musuh abadi dan tidak ada kawan abadi di dalam politik. Yang abadi hanya kepentingan.
Disadari akan situasi dan kondisi itu, Ketua DPRD Kabupaten Pontianak, H Rahmad Satria, SH, MH di dalam sambutannya ketika membuka acara Diskusi Jurnalisme Lingkungan Hidup mengakui hal tersebut. Menurutnya, isu lingkungan hidup saat ini adalah isu yang seksi. “Isu lingkungan hidup adalah isu yang sangat menarik karena menyangkut kepentingan semua makhluk. Politik sekalipun terdapat dalam lingkup lingkungan hidup ini,” ungkapnya.
Diakui Rahmad yang merupakan politisi dari Partai Golkar ini, bahwa kampanye lingkungan hidup tidak hanya dilakukan masyarakat dunia seperti Konvensi Global Warming di Bali, tapi juga sudah menyentuh pada tingkatan paling strategis yakni para jurnalis. “Jurnalis memegang peranan penting karena mereka mempunyai media. Media yang punya kesadaran akan penyelamatan lingkungan hidup pantas kita dukung beramai-ramai. Bila perlu kita kontrak dengan nilai yang besar,” ungkap Rahmad seraya mendapatkan applaus yang luar biasa dari sekitar 60 peserta road show jurnalisme lingkungan hidup yang berlangsung di ruang rapat paripurna DPRD Kabupaten Pontianak.
Rahmad mengakui, sejak dia duduk di lembaga legislatif belum pernah ada media yang melakukan terobosan untuk kampanye lingkungan hidup. Peran itu baru dilakukan oleh Borneo Tribune dengan bekerjasama dengan EC-Indonesia FLEGT Support Project serta lembaga pendidikan nirlaba Tribune Institute. “Selamat saya ucapkan kepada Borneo Tribune yang telah bisa menghadirkan freelancernya dari Bonn, Jerman. Kita amat sangat terpukau dengan segala gagasan dan pemikiran yang merupakan komparatif study antara Eropa. Amerika dan Peru dalam kaitannya dengan alam Indonesia yang kaya raya,” ujarnya seraya menyebut umur Borneo Tribune masih muda, tapi kinerjanya sudah internasional.
Rahmad mengatakan, Kabupaten Pontianak membuka diri yang seluas-luasnya bagi kegiatan serupa. “Lingkungan hidup adalah warisan anak cucu kita yang akan datang. Alam harus kita rawat jangan sampai rusak. Pembangunan harus berwawasan lingkungan. Segala aspek pembangunan harus menggunakan pendekatan yang ramah dengan lingkungan,” ungkapnya.
Road Show jurnalisme lingkungan hidup dihadiri sejumlah Ketua Komisi, anggota Dewan, para guru, pelajar, mahasiswa dan sejumlah aktivis lingkungan. Mereka dengan semangat dan antusiasme yang tinggi dalam bertanya-jawab.
Yanti Mirdayanti selaku pembicara utama mengaku puas dengan apresiasi dari para peserta kendati hari Jumat (18/1) tergolong waktu yang pendek. “Mempawah termasuk kota yang bersih. Kondisi ini harus dipertahankan. Bahkan ditingkatkan,” ungkapnya.
Yanti yang juga dosen Bahasa Indonesia di University of Bonn juga menyempatkan diri mengunjungi Pelabuhan Kuala Secapa serta berkeliling Kota Mempawah. “Kota ini tak kalah dari negara maju. Kendati fasilitasnya masih minim, tapi tata ruangnya sudah cukup baik. Mumpung tanah masih luas, ada baiknya jika fasilitas pedestarian (pejalan kaki) maupun pengguna sepeda diberikan jalur khusus. Kedua fasilitas itu akan sangat bermanfaat di masa depan. Terutama ketika orang menyadari bahwa jalan kaki dan bersepeda sangat sehat dan segar. Ia tidak menyumbangkan polusi suara dan udara. Juga hemat energi. Selain itu juga fasilitas transportasi umum tertantang untuk bisa melayani warganya dengan baik sehingga warga tidak beramai-ramai bernafsu memiliki mobil. Kalau semua keluarga hendak mempunyai mobil, pasti suatu waktu jalanan akan macet serta fisik tidak akan sehat karena boros energi serta kaya polusi.” Bersambung ■
Posted by Noeris at 10.21 0 comments
Jumat, 25 Januari 2008
Concern pada Manajemen Lingkungan
Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (5)
Oleh: Nur Iskandar
Orang nomor satu di jajaran Pemkot Singkawang, Hasan Karman mengakui bahwa program pembangunan harus concern pada lingkungan. Sebab, tidak ada aspek yang lepas dari lingkungan.
“Sadar akan arti pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan, saya mengambil program doktoral bidang lingkungan. Manajemen Lingkungan,” ungkap Hasan Karman dalam acara jamuan makan malam di Resto Dangau bersama tim kampanye jurnalisme lingkungan, Kamis (17/1) malam.
Dikatakan Hasan Karman, sejak awal pembangunan direncanakan, harus ada perhatian terhadap lingkungan. “Grand desainnya harus dibuat. Oleh karena itu penting sekali analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal. Sayangnya banyak pembangunan meninggalkan aspek Amdal ini,” tuturnya.
Bagi Hasan Karman, di bawah kepemimpinannya, pembangunan Kota Singkawang hingga lima tahun ke depan akan memprioritaskan aspek lingkungan tersebut. Terlebih Kota Singkawang pada tahun 2007 berprestasi sebagai Kota Terteduh dan Terbersih di Provinsi Kalbar.
Prihal pembangunan berwawasan lingkungan, Hasan Karman melihatnya dari aspek sejarah. “Karena kita dimanja oleh alam, kadang kita jarang berpikir bahwa menjaga kelestarian alam itu penting sekali,” akunya.
Dicontohkan dengan pengelolaan tambang. Sejak masa kerajaan dulu sudah dilakukan eksplorasi tambang. “Kini eksplorasi itu masih berlanjut dengan aktivitas PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin, red). Dikarenakan eksplorasi itu tidak ada pembinaan, maka alam Kalbar sebagian rusak dengan aktivitas PETI ini,” tuturnya.
Kehadiran pekerja dari Daratan China sendiri diakui Hasan Karman sebagai memenuhi undangan pihak Kerajaan Sambas. Dulunya mereka bekerja di Monterado. “Mereka yang datang semuanya laki-laki. Di sini mereka bekeluarga,” ungkapnya. Tentulah perempuan yang menjadi istri adalah perempuan lokal, apakah Dayak ataupun Melayu.
Hasan Karman sangat tertarik dengan sejarah tersebut. Dia bahkan sedang menyusun buku dengan riset yang mendalam.
Bagi walikota yang berlatar belakang advokat ini sisi antropologis tak akan lepas dari perhatian terhadap lingkungan. “Jika kita sadar bahwa asal kita satu, maka visi-misi dalam pembangunan akan mudah diarahkan pada satu titik pula. Tidak ada cerita pro kelompok A, B atau lainnya. Semua sama di mata hukum,” ujarnya.
Apa yang diutarakan Hasan Karman didukung sepenuhnya oleh Yanti Mirdayanti yang tampil sebagai pembicara utama dalam Diskusi Jurnalisme Lingkungan Hidup yang selama siang harinya digelar di Aula 1 Pemkot. “Kita antusias bicara berbagai aspek pembangunan berwawasan lingkungan karena audiens di Singkawang juga begitu bersemangat. Prestasi Singkawang sebagai Kota Terbersih dan Terteduh harus dipertahankan,” kata Yanti yang sehari-hari berdomisili di Bonn, Jerman.
Yanti mengingatkan Hasan Karman, selain manajemen persampahan harus didesain utuh, meliputi fasilitas, informasi dan sikap mental disiplin warganya, juga perlunya fasilitas pejalan kaki serta bersepeda. “Kesemua itu adalah moda yang bebas polusi dan mumpung tanah masih luas,” ujarnya.
Berkenaan dengan semakin dekatnya tahun baru Imlek, Yanti juga mengingatkan agar warga tidak banyak memproduksi sampah. “Sejak awal sudah harus dikampanyekan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Hindari plastik dan kaleng, apalagi stereoform. Stereoform jika dibakar akan cepat merusak ozon, sementara di dalam tanah dia tidak bisa terurai,” imbuhnya. (bersambung)Foto: Hasan Karman, Walikota Singkawang berbaju batik merah, saya, yanti Mirdayanti dan Kepala Humas, Istri Handayani ■
Posted by Noeris at 09.19 0 comments
Wariskan ke Generasi Muda
Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (4)
Oleh: Nur Iskandar
Hanya ada satu bumi. Bumi yang kita tempati ini. Tidak ada tempat lain yang seindah bumi untuk kehidupan makhluk hidup.
Kepala Sekolah SMA Santo Ignasius, Singkawang, Lusiana sepakat dengan hal terebut. “Kita bisa mulai dari sekolah,” ungkapnya saat menerima Tim Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup di ruang kerjanya, Kamis (17/1) kemarin.
Kata Lusiana, dia mengasuh sekitar 600-an pelajar. “Sejak dini kami berikan pemahaman terhadap pelestarian lingkungan hidup,” ungkapnya.
Sebagai bentuk pelestarian lingkungan adalah menjaga kebersihan. Lingkungan sekolah bonafide di Kota Singkawang ini tampil sangat bersih.
Yanti Mirdayanti, freelancer Borneo Tribune di Bonn yang hadir sebagai juru bicara untuk kampanye jurnalisme lingkungan hidup untuk daerah Sambas, Singkawang, Mempawah dan Kota Pontianak memuji hal ini. “Bagus sekali pelestarian lingkungan hidup dimulai dari sekolah,” ujarnya.
Dikatakan Yanti, di negara maju, khususnya AS ada program yang bagus untuk dicontoh. Yakni take my dougter to work. Bawa anak saya kerja.
Program ini menunjukkan keakraban anak dengan orang tuanya. Si orang tua membawa anak-anaknya yang masih TK atau SD ke kantor untuk ikut bekerjasama dengannya. Untuk ini ada formulir pengamatan yang harus diisi.
Tujuan kegiatan ini adalah si anak belajar mengamati dan bekerja. Dia jadi terilhami banyak hal-hal positif prihal penyesuaian diri dengan lingkungannya secara total. Terlebih disiplin dan kerja keras untuk negara-negara maju sudah mendarah-daging. Sebut misalnya cara membuang sampah dan sebagainya.
Lusiana sigap dengan hal ini. “Kami wariskan generasi muda untuk hal-hal seperti ini. Edukatif sekali,” ungkapnya.
Dikatakannya, untuk program magang kepenulisan, puluhan pelajar St Ignasius belajar di Borneo Tribune dengan program Tribune Institute-nya. “Pelajar belajar menulis,” ungkapnya.
Yanti Mirdayanti mendukung program tersebut. “Dengan menulis, kita ditantang untuk banyak membaca. Dengan banyak membaca, kita jadi cerdas. Termasuk melestarikan lingkungan hidup,” tuturnya.
Bukankah telah bertebaran kerusakan di daratan dan di lautan akibat ulah tangan-tangan manusia? Oleh karena itu manusia pulalah agen pembaharu dan pengingat akan pelestarian sumber daya alam tersebut. Agen pembaharu itu amat subur di sekolah-sekolah. (bersambung) Foto: Lusiana, Kepsek SMA St Ignasius, Skw■
Posted by Noeris at 09.11 0 comments
Rabu, 23 Januari 2008
Kesan Pertama Menggoda, Selanjutnya...
Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (3)
Oleh: Nur Iskandar
Selama 8 bulan menjabat di hubungan kemasyarakatan Pemkab Sambas, Uray Heriansyah tak pernah mendapatkan ada media yang melakukan terobosan. Terlebih dengan menghadirkan “pakar” di bidangnya.
Pakar yang dia maksudkan adalah figur seperti Yanti Mirdayanti. Sosok aktivis yang cerdas dan menguasai pembicaraannya untuk perbandingan sisi-sisi pembangunan sejak Eropa, Amerika hingga Peru. Segala kaitannya adalah dengan Indonesia yang kaya raya potensi sumber daya alamnya.
Uray bicara di dalam forum Diskusi Jurnalisme Lingkungan hidup sebagai orang yang terakhir. Sebelumnya telah tampil sebagai penanggap, penanya, dan pemberi masukan-masukan seperti dari Dinas Diknas, Dinas Kesehatan, BKKBN, dan tokoh masyarakat. “Saya bicara sebagai orang Humas,” ujarnya.
Kata Uray, belum pernah ada terobosan yang dilakukan media selama dia menjabat. “Saya berharap hal itu terjadi, namun belum juga nampak. Alhamdulillah, kali ini terjadi. Borneo Tribune walaupun baru beberapa minggu masuk ke Kabupaten Sambas, sudah langsung melakukan terobosan,” ungkapnya mendapatkan applaus hadirin.
“Ibarat iklan,” lanjut Uray. “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda.”
Kesan yang menggoda itu diutarakan Uray setelah keseluruhan acara selesai. Dia mengatakan, rindu pada media yang melakukan gebrakan-gebrakan yang bersifat edukatif. “Tidak hanya mewawancara narasumber lalu mengeksposenya, tapi media juga membuat diskusi, seminar, dan lain-lain, terlebih narasumbernya dihadirkan jauh seperti Eropa atau Amerika.”
Kehadiran Yanti Mirdayanti dikatakannya seperti oase di tengah gersangnya padang pasir. “Wajar jika Bupati dan Wakil Bupati punya perhatian khusus. Keduanya ekstra keras untuk menjaga lingkungan hidup dengan pembangunan berwawasan lingkungan. Tepat sekali,” tuturnya.
Uray mengingatkan untuk Biro Borneo Tribune terlibat aktif di dalam forum wartawan daerah. Ikut terlibat dan menebar wangi edukasi. “Tidak hanya kerjasama antara Borneo Tribune, Tribune Institute dan FLEGT, tapi juga Pemkab Sambas dll,” tuturnya.
“Sekarang kita membutuhkan agen-agen perubahan dengan akhlak yang mulia. Dengan prilaku yang mulia, maka alam akan memberikan balasannya yang baik pula. Sebaliknya, jika akhlak kita terhadap lingkungan hidup buruk, alam juga tak akan bersahabat dengan kita. Itulah yang terjadi, seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan, dan sebagainya,” ungkapnya.
Kerusakan potensi SDA Indonesia yang kaya menyebabkan Indonesia hanya terkenal dalam ekspor TKI-TKW, meningkatnya kriminalitas, dan gundulnya hutan. “Kisah TKI-TKW di luar negeri banyak pedihnya ketimbang sukanya. Semua itu akibat cara-cara ilegal yang notabene dampak dari akhlak yang buruk para pengelolanya,” imbuhnya seusai salat zuhur berjamaah di Surau komplek Pendopo Bupati Sambas.
Budi Rahman selaku Kepala Biro Borneo Tribune di Sambas mengatakan, berupaya memenuhi harapan Kepala Humas. “Kantor pusat kami akan menggelar 3 kelas pendidikan jurnalisme lingkungan hidup sebagai gerakan memperbanyak agen penulis sehingga alam sekitar semakin banyak yang berikhtiar menyelamatkannya. Kalau Bupati mau ada kebun raya, maka kami mau ada tulisan raya. Kalau bupati mau menyelamatkan rambutan canting atau penyu hijau, maka kami mau merawat dan melestarikan cerita dan budaya yang kita miliki lewat ilmu kepenulisan,” ungkapnya. 3 kelas pelatihan itu digarap atas kerjasama bersama FLEGT. Sebuah lembaga yang memerangi aksi illegal logging. (Foto: Uray Heriansyah bersama Budi Rahman, staf pemasaran Biro Sambas, Yanti Mirdayanti dan putri saya, Ocha) ■
Posted by Noeris at 09.28 0 comments
Selasa, 22 Januari 2008
Keluarga Ikut Kampanye Jurnalisme LH
Istri dan anak-anak saya ikut ke Sambas, Singkawang dan Mempawah untuk kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup. Senang bisa didampingi mereka. Harapannya, mereka juga bisa jadi agen perbaikan bagi LH di sekitarnya.
Bukankah melakukan perubahan harus dimulai dari yang keci-kecil, misalnya diri sendiri dan keluarga? Ya harapannya begitu.
Foto: Andi, Ocha dan Nada
Posted by Noeris at 11.05 0 comments
Anak dan Istri Ikut Kampanye Jurnalisme LH
Saya senang sekali anak dan istri bisa ikut kampanye jurnalisme lingkungan hidup. Saya rasakan, kesuksesan harus dimulai dari diri sendiri dan rumah tangga. Jika ada visi dan misi yang sama, enak melangkah dengan sepenuh hati.
Istri saya, Sri Andi Novita Oktavianti mesti minta izin dengan kepala sekolah tempatnya mengajar. Ocha harus izin tak masuk TK. Sedangkan Nada yang baru 4 bulan, ini kali pertama perjalanan panjangnya ke Sambas lk 400 km dari Kota Pontianak. 3 malam 4 hari lumayan menyita energinya. Wajar saat pulang ke Pontianak, si bungsu ini demam. Wah wah wah...kampanye lingkungan hidup diteruskan di dalam rumah untuk menyembuhkan Nada.
Posted by Noeris at 10.58 0 comments
Selamatkan Penyu Hijau, Bangun Kebun Raya
BUKA CINDERAMATA
Bupati Burhanuddin didampingi Wabup Djuliarti Djuhardi menerima cinderamata dari Harian Borneo Tribune yang diserahkan Nur Iskandar didampingi freelancer asal Bonn, Jerman, Yanti Mirdayanti di Pendopo Rumah Dinas Bupati, Rabu (16/1). FOTO Budi Rahman/Borneo Tribune
Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (2)
Oleh: Nur Iskandar
Luar biasa sambutan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sambas, Ir H Burhanuddin A Rasyid saat membuka Diskusi Jurnalisme Lingkungan Hidup, Rabu (16/1) kemarin. Tak hanya membuka, orang nomor satu di Pemkab Sambas ini mencurahkan segala uneg-unegnya prihal pembangunan berwawasan lingkungan.
“Saking pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan hidup, dan pentingnya kerjasama dengan pers, maka saya tak hanya hadir sendiri, tapi juga didampingi Ibu Wakil Bupati,” ungkapnya di awal pidato.
Bupati yang punya latar belakang pendidikan pertanian mengaku paham arti pembangunan berwawasan lingkungan hidup, dan selama bekerja di pemerintah, sejak menjadi penyuluh pertanian hingga menjadi bupati, dukungan dan kerjasama dengan pers amat sangat erat.
“Saya sangat mendukung kegiatan ini, apalagi kedatangan freelancer Borneo Tribune dari Bonn, Jerman yang sudah melanglang buana ke Eropa, Amerika dan Peru,” ungkapnya seraya berharap, jika ada bantuan dapat dibicarakan secara langsung dengan Ibu Wakil Bupati. “Maka Ibu Wakil saya ajak ke sini sebelum acara syukuran di desa pedalaman 3 jam dari sini,” ujarnya.
Kata Burhanuddin, dia lebih banyak melibatkan peran aktif wanita dalam pembangunan. “Kemarin ada aktivitas perempuan menanam pohon dalam rangka Konvensi Perubahan Iklim di Bali. Saya lihat perempuan genah dalam bekerja. Kalau laki-laki lebih banyak merokok. Baru sebatang menanam, lalu banyak merokoknya,” ujar Bupati bercanda dan disambut senyum meriah peserta yang dominan dinas instansi terkait.
Bupati menjelaskan bahwa dia memprioritaskan pembangunan berwawasan lingkungan. Salah satu yang ingin diwujudkannya adalah kebun raya. Kebun raya ini mirip dengan Kebun Raya Bogor.
Soal kenapa Sambas perlu kebun raya, karena sudah semakin menipisnya hutan sehingga banyak jenis plasma nutfah yang hilang. Burhanuddin menyebut punahnya rambutan canting dan bahkan sudah dibiakkan di Sarawak. “Padahal induk asalnya dari kita. Itu rambutan yang besarnya seperti canting atau kaleng,” ujarnya.
Banyak tumbuhan yang musnah karena pembangunan tidak bersahabat dengan lingkungan. “Maka dalam membangun kantor Bupati Sambas, saya juga minta hutan di sekitarnya tetap dipertahankan. Kalaupun mau membuat taman, tolong jangan menebang pohonnya. Itu pohon lama menumbuhkannya. Jika dirawat dia nampak indah. Saya suka keindahan alam itu, seperti tampak dari Pendopo,” ujarnya memberikan contoh dari posisi podiumnya menunjuk ke arah kebun di depan rumah dinasnya.
“Pemilik kebun di depan rumah saya ini mengatakan tak enak semak belukar, seolah-olah tak dirawat. Tapi sebenarnya alamiah begitu indah,” ungkap Burhanuddin dengan penuh semangat.
Dia juga menjelaskan soal keunikan Sambas dalam hal penyu hijau. Ini daya pikat pariwisata dan jenis satwa yang dilindungi.
“Kami akan kembangkan pariwisata, tapi tak mengganggu kehidupan penyu hijau. Ini penyu satu-satunya di dunia dan menetap di Sambas,” ungkapnya.
Kepada freelancer Borneo Tribune, Bupati Sambas menitip pesan agar peneliti asing datang ke Sambas melakukan riset. “Kami sadar riset membuahkan rekomendasi yang bisa menarik investor,” ungkapnya menyebut sejumlah contoh kerjasama dengan Bank Dunia, ADB, dan berbagai lembaga lain.
Bupati mengatakan tidak silau dengan uang dibandingkan dengan penyelamatan lingkungan. “Kalau mau kaya, saya sudah dari dulu. Misalnya mengizinkan penggalian pasir untuk Singapura. Per bulan saya bisa dapat Rp 1 miliar. Tapi saya tidak mau karena merusak lingkungan dan warisan yang buruk bagi generasi mendatang. Ndilalah, Pak Kuntjoro Jakti saat seminar mengatakan, Singapura bukan mau pasirnya, tapi bahan untuk melapisi kapal selam yang tak bisa dideteksi oleh alat-alat canggih.”
Kata Burhan, jika izin penggalian pasir diberikannya saat dirayu investor Singapura, maka rusaklah lingkungan.
Bupati merasa gembira pers punya perhatian pada lingkungan hidup. Dia mendukung dan minta di lain waktu dilakukan lagi kegiatan serupa dengan daya dukung jauh lebih sempurna. “Saya mau semua aparat dan staf saya hadir soal lingkungan hidup ini,” ungkapnya. (bersambung) ■
Posted by Noeris at 10.33 0 comments
Sinergisitas Tribune Institute Bersama FLEGT
Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (1)
Oleh: Nur Iskandar
Pandangan dan visi yang sama terhadap lingkungan menyebabkan terjadinya sinergisitas antara Tribune Institute—lembaga pendidikan nirlaba milik Borneo Tribune—dengan EC-Indonesia FLEGT Support Project.
FLEGT singkatan dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade. Terjemahan bebasnya penegakan hukum kehutanan, tata kelola dan perdagangan. FLEGT berkantor pusat di Sumatera dan di Kalbar.
Tata kelola dan perdagangan yang legal, resmi, tidak ada tabrakan antara kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial adalah bentuk respon masyarakat Eropa terhadap praktik pembalakan hutan secara liar. Sedangkan hutan merupakan rumah dari jutaan jenis makhluk hidup. Di mana jika rantai-rantai makanan di sana terputus, maka jejaring kehidupan akan guncang.
Ketidakseimbangan ekologis telah semakin terasa sekarang. Hutan rusak, laut dan sungai tercemar. Kota dibanjiri sampah dan polusi udara maupun suara. Kehidupan menjadi panas. Global warming! Untuk itu banyak lembaga melakukan kampanye penyelamatan lingkungan.
Borneo Tribune yang memiliki freelancer di Jerman (negara Eropa, red) sengaja datang bertandang ke Kalbar untuk mengkampanyekan jurnalisme lingkungan hidup. Dia adalah Yanti Mirdayanti. Alumni strata dua di University of Massachussets.
Yanti sehari-hari bekerja untuk kegiatan sosial yang luas. Dia aktivis pencinta lingkungan hidup. Di bidang jurnalistik selain sebagai freelancer di Borneo Tribune, dia juga bekerja untuk Radio-TV Jerman DW, serta mengajar program Bahasa Indonesia di Bonn University. Selama 9 tahun dia menetap di AS, 4 tahun di Peru dan 2 tahun 7 bulan di Jerman. Kini dia berdomisili di Bonn, bekas ibukota Jerman Barat.
Pengalaman liputannya untuk hutan yang rusak di Indonesia dituturkannya kepada Koordinator FLEGT di Kalbar, Thadeus Yus saat ia bersilaturahmi di Kota Pontianak, Selasa (15/1) lalu.
Yanti dengan mata berkaca-kaca mengatakan, di Jerman para ilmuan dan aktivis ramai membahas kerusakan hutan di Indonesia yang sebenarnya paru-paru dunia. Tak kalah dinamisnya adalah upaya penyelamatan Orang Utan yang hanya dimiliki Indonesia.
“Orang Utan itu tak berekor. Ia sama dengan manusia. Kasihan sekali jika hutan sebagai rumahnya digusur. Padahal Orang Utan hanya ada di Sumatera dan Kalimantan. Di belahan dunia lain tidak ada,” katanya.
Yanti menceritakan tentang warga Jerman yang pilih menjadi WNI lantaran perjuangannya menyelamatkan Orang Utan dari kepunahan. Di Sumatera jumlah Orang Utan hanya tinggal 6500-7500, sedangkan di Kalimantan masih sekitar 65.000. “Tetapi jumlah itu terus mengecil seiring illegal logging dan perluasan perkebunan serta pemukiman. Saya tertarik untuk menjadikan jurnalisme sebagai alat penerangan,” ungkapnya.
Thadeus Yus mengakui hal itu. Katanya, FLEGT mendukung upaya-upaya penyelamatan hutan dan mendorong praktek legal atas pemberdayaan hutan. Untuk itu dilakukan pendekatan sosial kultural, intelektual, bahkan spiritual. Pendekatan spiritual pernah dilakukan bersama tokoh lintas agama yang dipusatkan seminarnya di Kampus STAIN, Pontianak.
Banyak hal yang dibicarakan antara Yanti Mirdayanti dan Thadeus Yus ditemani Mas Ipur dan saya. Dari pembicaraan seputar rusaknya lingkungan hidup di sekitar kita, diperoleh kesepakatan bahwa masing-masing pihak harus berbuat sesuatu. Dimulai dari yang sederhana, seperti tidak membakar sampah sembarangan, merokok sembarangan, dan seterusnya. Dihelat pula roadshow kampanye lingkungan hidup 15-19 Januari 2008. Disadari bahwa pers punya peranan penting untuk melakukan kampanye penyelamatan lingkungan hidup. Oleh karena itu masing-masing pihak bergandengan tangan menggelar roadshow dengan harapan seluruh peserta yang terlibat dapat menjadi agen perubahan sosial yang meneruskan kampanye ini dalam kehidupannya masing-masing. (bersambung) ■
Posted by Noeris at 10.25 0 comments
Minggu, 20 Januari 2008
Kunjungan Akishino ke Indonesia Perlu ke Kalbar
Said Dja’far/Freelancer
Borneo Tribune, Jakarta
Jepang salah satu Negara yang berbentuk kekaisaran di mana Pangeran Akishino memegang peranan penting dalam kekeluargaan kekaisaran. Saat ini dia adalah ahli waris tahta kekaisaran pada urutan kedua setelah abangnya Putra Mahkota Pangeran Naruhito yang belum memiliki anak laki-laki sedangkan Akishino telah punya anak laki Pangeran Hisahito sebagi garis pewaris langsung menduduki tahta kekaisaran berdasarkan suksesi yang dianut kekaisaran.
Kunjungan orang yang terpenting dalam jajaran kekaisaran yang sangat dihormati bangsa Jepang ini berkunjung di Indonesia tanggal 18-24 Januari 2008 atas undangan resmi Pemerintah Republik Indonesia bersama istri dengan beberapa acara di antaranya menghadiri upacara pembukaan Tahun Persahabatan Indonesia-Jepang di Jakarta dan ini merupakan Peringatan 50 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia–Jepang.
Hubungan Diplomatk yang terbentuk ini tentu tidak terlepas dari kondisi sejarah yang pernah terjadi sebelumnya di saat Jepang pernah menjajah Indonesia di tahun 1942-1945dengan segala duka dan penderitaan rakyat Indonesia pada waktu itu.
Hubungan yang baik ini tentu kita sambut dengan baik pula dalam rangka pergaulan Dunia agar tidak terjadi penindasan antara bangsa-bangsa sesuai dengan UUD 45 yang kita miliki.
Harapan kita hendaknya hubungan ini berdasarkan kejujuran, keikhlasan agar rasa terganjal di hati menjadi–ploong-dengan menghormati dan mengakui serta menyampaikan maaf atas segala kekeliruan yang pernah terjadi.
Kalimantan Barat merupakan bahagian dari wilayah NKRI tidak luput dari kawasan yang terjajah, bahkan dari Kalimantan Baratlah tentara Jepang menginjakkan kakinya yang pertama di Wilayah Nusantara ini dengan pasukan ankatan lautnya yang terkenal beringas dan kejam itu.
Di Kalimantan Barat pulalah terjadi pembunuhan massal dan biadab sebanyak 21.037 jiwa sebagian besar terkubur di makam Juang Mandor (lk 80 km dari Kota Pontianak).
Mundurnya Kalimantan Barat di segala bidang yang kita rasakan sekarang ini tidak terlepas terbunuhnya para cerdik cendiakawan,tokoh masyarakat dan pejuang sehingga hilangnya satu generasi di Kalimantan Barat yang sangat potensial.
Ada kecenderungan Pemerintah Jepang akan menutup-nutupi sejarah hitam yang dilakukannya agar generasi penerusnya sekarang ini tidak mengetahui peristiwa sejarah yang pernah terjadi.
Sejarah tetap sejarah yang tak akan usang dimakan waktu.
Kiranya sebagai generasi sekarang Pangeran Akishino yang pernah ke Indonesia di tahun 1993 dan 1994 dalam rangka mengadakan riset tentang unggas untuk disertasi doktornya sangat disayangkan tidak ke Kalimantan Barat yang kaya akan unggas yang tidak terdapat di daerah lain seperti Enggang Gading, dsb-nya.
Jika kiranya Akishino berkunjung ke Kalbar pada waktu itu mungkin dia akan tertarik lebih dalam dan risetnya akan berobah bukan ke unggas tapi meneliti kerangka manusia yang ada di Mandor dan profesinya berubah akan menjadi seorang ahli forensik khusus akan penyebab kematian yang mengerikan itu.
Sayang momentum kedatangan beliau kali ini ke Indonesia, Pemerintah Kalimantan Barat tidak tanggap untuk mengundang Beliau berkunjung ke Kalimantan Barat mengadakan renungan suci di makam Mandor dengan demikian hubungan Persahabatan Indonesia-Jepang lebih bermakna baik bagi Indonesia terlebih rakyat dan para pewaris korban di Kalimantan Barat yang pernah terluka dan dengan kedatangannya akan menghilangkan rasa perih yang dirasakan sehingga akan terjalin rasa persahabatan yang mendalam penuh rasa memaafkan.
Kunjungan semacam ini tidak bisa menunggu datangnya dari Pusat karena di Jakarta pun banyak yang tidak tahu peristiwa ini pelanggaran HAM yang berat ini termasuk Menteri HAM yang pada waktu itu dijabat bapak Hasbalah M Saad. Oleh karenanya undangan datangnya harus dari inisiatif Pemerintah Daerah Kalimantan Barat.
Kita mengundang Beliau tidaklah salah bahkan suatu kehormatan baginya kalaupun tidak dapat berkunjung karena jadwal telah tersusun secara protokoler atau rasa kekhawatiran keamanan itu bukan soal, tapi yang penting agar Bangsa ini atau Sang Pengeran tahu sejarah Kalimantan Barat yang pernah diukir bangsanya itu supaya tidak terulang lagi ke masa depan.
Penulis sarankan kalaupun untuk kali ini tidak mungkin untuk mengundangnya, kiranya pada waktu ziarah tahunan tanggal 28 Juni 2008 di Mandor yang akan datang, apalagi sudah masuk agenda Hari Berkabung Daerah (HBD) di Provinsi Kalbar, Pemerintah Daerah mengundang setidak-tidaknya Duta Besar Jepang untuk Indonesia menghadiri pada Hari Bergabung Daerah yang telah ditetapkan melalui–Perda- itu, semoga! ■
Posted by Noeris at 22.20 0 comments
Sabtu, 19 Januari 2008
Poros Bonn-London di Borneo Tribune
Ada sesuatu yang sedang terjadi di Kalbar. Begitu komentar cucu dr Soedarso—pejuang medis yang diabadikan namanya menjadi nama rumah sakit negeri di Kalbar—Adriana Sri Adhiati. Cucu pertama dr Soedarso yang kini bekerja di England tersebut hadir dalam Road Show Diskusi Jurnalisme Lingkungan: Studi Komparatif antara Jerman (Eropa), Amerika dan Peru bersama Freelancer Borneo Tribune, Yanti Mirdayanti di Rektorat Untan, Sabtu (19/1) kemarin siang.
Dia orangnya perasa. Banyak yang ingin dikerjakannya buat Kalbar walaupun sekarang lebih banyak waktunya tercurah di London. Dia mengabdikan diri di Down to Earth (DtE) yang berkantor di England.
“Ada sesuatu yang saya rasakan tumbuh di Kalbar. Anak-anak mudanya aktif dan kreatif sehingga Kalbar jauh lebih baik ketimbang Kaltim, Kalteng dan Kalsel. Itu yang saya rasakan sebagai aktivis lingkungan,” ungkap cewek yang dipersunting bule Jerman dengan sapaan Adhiek saat hadir di Kantor Redaksi Borneo Tribune kemarin sore.
Di Kalbar, kata Adhiek kelestarian alamnya relatif lebih baik ketimbang Kalimantan lainnya. “Ini karena aktivitas para aktivis berjalan aktif,” ungkapnya.
Adhiek merasakan diskusi dalam Road Show dengan pemantik Jurnalisme Lingkungan terasa bernas. Keseluruhan peserta yang hadir 40 orang. Jurnalis katanya memegang peranan penting bagi penyelamatan lingkungan.
Borneo Tribune melalui lembaga pendidikan Tribune Institute aktif menggelar sisi edukasi bidang pendidikan dengan isu lingkungan hidup. Dua pekan yang lalu diskusi menghadirkan Direktur Pantau, Andreas Harsono. Dikupas buku Covering Oil dan How to Report Bussines. Hadir sedikitnya 65 peserta.
Kemarin dalam Road Show seri kelima, antara lain keynote speech Rektor Untan, Dr Chairil Effendi, aktivis lingkungan, mahasiswa, dan pers, baik cetak maupun elektronik. Di sana segala asa ditupahkan, segala idealisme dicurahkan untuk kemudian direkonstruksi demi kemajuan dan kelestarian lingkungan.
Eropa memang punya perhatian terhadap lingkungan. Untuk itu pula hadir EC-Indonesia FLEGT Support Project. Upaya penegakan hukum dengan perdagangan kayu legal dengan menekan praktik illegal logging. Kenyataan yang begitu memilukan karena hutan menjadi gundul, banyak plasma nutfah musnah, dan flora terdesak hidupnya. Salah satu yang terancam punah adalah orang utan.
Yanti Mirdayanti yang tampil “total football” sejak Road Show di Sambas (16/1), di Singkawang (17/1), di Mempawah (18/1) dan di Rektorat Untan (19/1) istimewa pula. Dia yang aktif di Bonn University tak melepaskan kinerja jurnalisme. Dia aktif menulis sebagai freelancer Borneo Tribune, Deutsche Welle, dan pendidikan-pengajaran. Dia sedia menyajikan pengamatan dan pengalamannya hidup 9 tahun di AS, 4 tahun di Peru dan 2 tahun di Jerman. Banyak sisi dikupasnya dengan tuntas.
Zulfidar Zaedar Mochtar yang hadir dalam acara Road Show di Untan tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Dia meminta difasilitasi poros Bonn-Pontianak.
Permintaan itu ditanggapi positif Yanti Mirdayanti. Pimpinan Radio Divasi ini segera diminta mengisi aplikasi untuk program siaran DW dalam Bahasa Indonesia.
Borneo Tribune sendiri membentuk poros Bonn, Pontianak dan London secara aktif. Ini untuk jejaring di Eropa. Jejaring ini terus diperluas, seiring pengembangan di wilayah yang lain seperti bersama Aria Djalil di Canberra, termasuk pengembangan di biro-biro daerah. Banyak hal yang hendak dilakukan, dan memang banyak PR yang harus kita kerjakan.
Borneo Tribune berupaya bekerja dengan sebaik-baiknya untuk derma bhakti bagi Kalimantan Barat. Kampanye lingkungan hidup adalah kampanye kita semua, karena tak ada satu makhluk hidup pun yang terlepas dari dampak global perubahan iklim di bumi. Banjir, kebakaran, asap dan debu senantiasa mengancam. Kita butuh persatuan dan kesatuan untuk menyelamatkan lingkungan.
Jika sahabat-sahabat kita siap bekerjasama dari Eropa, Amerika hingga Australia, kenapa kita tidak membuka tangan lebar-lebar untuk kemudian singsingkan lengan baju bekerja keras menyelamatkan lingkungan?
Kami mau bekerja dan mohon doa restu dari pembaca. Kami juga mengundang keikutsertaannya dalam kampanye peduli lingkungan hidup ini. □
Posted by Noeris at 10.17 0 comments
Selasa, 08 Januari 2008
Diskusi Lingkungan Hidup
Suatu langkah awal yang baik di tahun 2008 di mana Tribune Institute, sebuah lembaga nirlaba milik Borneo Tribune yang bergerak di bidang pendidikan mendapatkan kepercayaan dari dua lembaga untuk melaksanakan pelatihan dan pendidikan seputar lingkungan hidup. Kedua lembaga itu adalah EC-Indonesia FLEGT Suport Project di Kalbar dan Pantau Foundation di Jakarta. Kedua lembaga ini sudah terkenal kredebilitasnya di mana EC-Indonesia FLEGT Suport Project bergerak di bidang penyelamatan hutan dari praktek illegal logging, sedangkan Pantau Foundation sebuah lembaga pemantau media yang bertujuan meningkatkan mutu jurnalisme berbahasa Melayu di Indonesia.
Di awal tahun 2008, tepatnya Senin (7/1) besok, lembaga partnership ini akan launching perdana kegiatan pendidikan dan pelatihan berbasis jurnalisme lingkungan. Akan tampil Direktur Pantau, Andreas Harsono dan Provintial Coordinator EC-Indonesia FLEGT Suport Project, Thadeus Yus.
Untuk mendukung suksesnya pendidikan dan pelatihan jurnalisme lingkungan, Pantau sekaligus membagi-bagikan dua buah buku yang mereka terbitkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan mutu jurnalisme di Tanah Air masing-masing berjudul Covering Oil (Panduan wartawan Meliput Energi dan Pengembangannya) dan Business and Economic Reporting (Meliput Perusahaan, Pasar Uang dan Ekonomi Makro).
Diskusi bersifat mengembangkan wawasan dan cakrawala. Ada knowledge-sharing di dalamnya. Tapi buku tetap memegang peranan penting sebagai guidance.
Buku adalah guru yang paling baik. Dia bersedia memberikan jawaban-jawaban atas permasalahan yang dihadapi dalam praktek hidup sehari-hari. Jawaban itu lugas dan bersifat referensi.
Buku juga guru yang tidak pernah marah. Buku-buku yang langka sebagai vedemikum wartawan seperti terbitan Pantau menjadi rujukan serta kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran yang dihelat Tribune Institute serta langsung dapat dipraktikkan oleh crew reporter di Harian Borneo Tribune pada khususnya serta jejaring media pada umumnya.
Melalui ajang diskusi jurnalisme lingkungan hidup bersama wartawan serta stakeholder di Kalbar, Borneo Tribune berharap dapat pula berperan meningkatkan mutu jurnalisme di Kalimantan Barat—khususnya seputar lingkungan hidup.
Kegiatan Tribune Institute tidak terlepas dari program kerja Harian Borneo Tribune yang menegakkan asa, asih dan asuh. Demikian karena Borneo Tribune meletakkan pondasi bangunannya atas sisi edukasi atau pendidikan.
Langkah awal di tahun 2008 ini terus akan berlanjut dengan serial diskusi, pelatihan dan diklat-diklat yang variatif. Lembaga partnershipnya juga variatif.
Bagi pembaca yang ingin terlibat dalam upaya meningkatkan mutu jurnalisme di Kalbar, hendak mengikuti program-program pendidikan dan pelatihan yang kami gelar, silahkan saja menghubungi redaksi Borneo Tribune di Purnama 02, telepon 0561-6589459, atau faks 0561-6589458. ■
Posted by Noeris at 09.31 0 comments