Kampanye Jurnalisme Lingkungan Hidup (3)
Oleh: Nur Iskandar
Selama 8 bulan menjabat di hubungan kemasyarakatan Pemkab Sambas, Uray Heriansyah tak pernah mendapatkan ada media yang melakukan terobosan. Terlebih dengan menghadirkan “pakar” di bidangnya.
Pakar yang dia maksudkan adalah figur seperti Yanti Mirdayanti. Sosok aktivis yang cerdas dan menguasai pembicaraannya untuk perbandingan sisi-sisi pembangunan sejak Eropa, Amerika hingga Peru. Segala kaitannya adalah dengan Indonesia yang kaya raya potensi sumber daya alamnya.
Uray bicara di dalam forum Diskusi Jurnalisme Lingkungan hidup sebagai orang yang terakhir. Sebelumnya telah tampil sebagai penanggap, penanya, dan pemberi masukan-masukan seperti dari Dinas Diknas, Dinas Kesehatan, BKKBN, dan tokoh masyarakat. “Saya bicara sebagai orang Humas,” ujarnya.
Kata Uray, belum pernah ada terobosan yang dilakukan media selama dia menjabat. “Saya berharap hal itu terjadi, namun belum juga nampak. Alhamdulillah, kali ini terjadi. Borneo Tribune walaupun baru beberapa minggu masuk ke Kabupaten Sambas, sudah langsung melakukan terobosan,” ungkapnya mendapatkan applaus hadirin.
“Ibarat iklan,” lanjut Uray. “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda.”
Kesan yang menggoda itu diutarakan Uray setelah keseluruhan acara selesai. Dia mengatakan, rindu pada media yang melakukan gebrakan-gebrakan yang bersifat edukatif. “Tidak hanya mewawancara narasumber lalu mengeksposenya, tapi media juga membuat diskusi, seminar, dan lain-lain, terlebih narasumbernya dihadirkan jauh seperti Eropa atau Amerika.”
Kehadiran Yanti Mirdayanti dikatakannya seperti oase di tengah gersangnya padang pasir. “Wajar jika Bupati dan Wakil Bupati punya perhatian khusus. Keduanya ekstra keras untuk menjaga lingkungan hidup dengan pembangunan berwawasan lingkungan. Tepat sekali,” tuturnya.
Uray mengingatkan untuk Biro Borneo Tribune terlibat aktif di dalam forum wartawan daerah. Ikut terlibat dan menebar wangi edukasi. “Tidak hanya kerjasama antara Borneo Tribune, Tribune Institute dan FLEGT, tapi juga Pemkab Sambas dll,” tuturnya.
“Sekarang kita membutuhkan agen-agen perubahan dengan akhlak yang mulia. Dengan prilaku yang mulia, maka alam akan memberikan balasannya yang baik pula. Sebaliknya, jika akhlak kita terhadap lingkungan hidup buruk, alam juga tak akan bersahabat dengan kita. Itulah yang terjadi, seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan, dan sebagainya,” ungkapnya.
Kerusakan potensi SDA Indonesia yang kaya menyebabkan Indonesia hanya terkenal dalam ekspor TKI-TKW, meningkatnya kriminalitas, dan gundulnya hutan. “Kisah TKI-TKW di luar negeri banyak pedihnya ketimbang sukanya. Semua itu akibat cara-cara ilegal yang notabene dampak dari akhlak yang buruk para pengelolanya,” imbuhnya seusai salat zuhur berjamaah di Surau komplek Pendopo Bupati Sambas.
Budi Rahman selaku Kepala Biro Borneo Tribune di Sambas mengatakan, berupaya memenuhi harapan Kepala Humas. “Kantor pusat kami akan menggelar 3 kelas pendidikan jurnalisme lingkungan hidup sebagai gerakan memperbanyak agen penulis sehingga alam sekitar semakin banyak yang berikhtiar menyelamatkannya. Kalau Bupati mau ada kebun raya, maka kami mau ada tulisan raya. Kalau bupati mau menyelamatkan rambutan canting atau penyu hijau, maka kami mau merawat dan melestarikan cerita dan budaya yang kita miliki lewat ilmu kepenulisan,” ungkapnya. 3 kelas pelatihan itu digarap atas kerjasama bersama FLEGT. Sebuah lembaga yang memerangi aksi illegal logging. (Foto: Uray Heriansyah bersama Budi Rahman, staf pemasaran Biro Sambas, Yanti Mirdayanti dan putri saya, Ocha) ■
Rabu, 23 Januari 2008
Kesan Pertama Menggoda, Selanjutnya...
Posted by Noeris at 09.28
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar