Senin, 14 Desember 2009

Konsorsium Rumah Mimpi

Pada mulanya berangkat dari hal-hal kecil dan sederhana. Yakni ingin menggabungkan segenap kekuatan yang ada, yang terserak dan kurang terorganisir.
Adalah kesadaran itu merupakan benih yang bersemayam di lubuk hati pimpinan Canopy Indonesia, Deni Sofian, Pijar Publishing, Pay Jarot Sujarwo, Tribune Institute, Dwi Syafriyanti, Alexander Mering dan sejumlah sahabat. Akhirnya, bermula dari saling mengundang antarkegiatan, melahirkan ide kebersamaan. Kesamaan visi, misi dan program aksi “ketemu ruas dengan buku”.
Kata “ketemu ruas dengan buku” adalah bahasa yang dipergunakan Pimpinan Yayasan Bina Paramuda Khatulistiwa, Ny Sri Kadarwati HA Aswin. Beliau mengatakan, kehadiran konsorsium untuk pelaksanaan program maupun pemberdayaan kawasan Taman Gitananda bagaikan darah segar di tengah kelesuan yayasan akibat dimakan usia—yang kemudian menyemangati kembali Gitananda—di mana dahulunya “Dunia Anak” pernah berjaya. Tak urung sempat dikunjungi pada Hari Anak Nasional, Kak Seto maupun Menteri Kesehatan.
Sejak ide kebersamaan bergulir untuk mewujudkan konsorsium dalam rangka pelaksanaan program kerja bersama berorientasi pendidikan dalam skala makro maupun mikronya, Canopy Indonesia—lembaga yang piawai dalam dokumentasi film—telah menyelenggarakan ScreenDocs Festival. Telah ditayangkan puluhan film bermutu kelas dunia di Taman Gitananda. Acara unik ini memantik minat masyarakat untuk mulai mengunjungi kembali lokasi nan artistik Gitananda yang berdampingan dengan GOR Pangsuma Pontianak.
Pijar Publishing kemudian menggebrak dengan ide luar biasa. Pay Jarot Sujarwo yang dikenal publik sebagai sastrawan muda berdedikasi tinggi melontarkan ide Rumah Mimpi. Idenya tak sekedar obrolan di warung kopi, tapi terwujud dalam implementasi peluncuran buku, input pemikiran seribuan pelajar untuk memetakan impian mereka serta membubuhkan tanda-tangannya. Ide-ide serta mimpi-mimpi itu dituliskan pada selembar kertas berbentuk daun dan bunga. Daun dan bunga itu digantungkan pada sebuah pohon mimpi. Pohon mimpi itu didokumentasikan menjadi cita-cita. Dimulailah langkah kecil menuju Pontianak Cerdas.
Tribune Institute kemudian menggenapkan kegiatan di akhir tahun ini dengan Childrens Award. Kegiatan meliputi Lomba Mewarnai serta Melukis di kalangan TK dan SD diikuti seratusan sekolah. Dilanjutkan sepekan kemudian dengan Lomba Tarik Suara. Dan kelak akan ditutup dengan Lomba Menulis Kreatif serta Fashion Show.
Sri Kadarwati yang hadir di Rumah Mimpi, Jumat (20/11) lalu tampak senyum sumringah. “Gitananda bergairah kembali,” pujinya didampingi putranya Doni, maupun menantu. Senator ini menyarankan agar konsorsium bekerja intens, rapi, serta tetap menjaga visi-misi edukasi.
Konsorsium semakin lengkap dengan hadirnya World Wide Fund (WWF) dan sanggar tari. Hermayani Putera aktivis WWF pun berani menyatakan mimpinya. “Andai saja lokasi strategis ini bisa menjadi lokasi pembelajaran lingkungan hidup nan asri. Maka tunas harapan bangsa bisa belajar flora dan puspa sekaligus menyelami ilmu dokumenter, kepenulisan, pembelajaran outdoor. Kelak pilot project ini bisa dicontoh oleh daerah-daerah lainnya.”
Mimpi. Segala sesuatunya dimulai dari sebuah mimpi. Semakin jelas mimpi itu, semakin mudah ia diwujudkan.
Sri Kadarwati yang kini anggota DPD RI mengakui pembangunan Gitananda dahulunya juga berawal dari sebuah mimpi. Maka ketemulah ruas dengan buku. Ibarat ruas dan buku sebatang tebu. Ia kelak akan bertunas. Tunas yang manis bergula.
Gitananda sekarang populer sebagai Rumah Mimpi. Rumah ruas dengan buku. Buku yang cerdas.
Publik silahkan bermimpi untuk masa depan generasi tunas harapan bangsa. Semua boleh bermimpi dan berpartisipasi dalam fundrising kebersamaan.




0 comments: