Minggu, 08 November 2009

Kronologi Cerita SP Selengkapnya

1. Kamis (3/9) malam terjadi kasus kriminalitas murni antara Bie Wong alias Apeng (26) dengan Tri Andika (17) di kawasan Jalan Tanjungraya. Seribuan orang menyemuti TKP dan Apeng serta keluarga dievakuasi. Modus operandi kasus ini mirip Gang 17 yang terjadi November 2007.
2. Berita dengan judul Gang 17 Jilid II Terjadi di Tanjungraya yang terbit di Borneo Tribune menjadi bahan diskusi Buka Puasa Bersama Lintas Etnis di Tribune Institute menyusul kasus kriminalitas murni yang terjadi di Punggur, juga melibatkan massa. Ada dorongan moril dan intelektuil untuk melakukan tindak pencegahan dini di kemudian hari sekaligus belajar akan sejarah kelabu di masa lampau.
3. Hasil diskusi di Tribune Institute terus berkembang ke dunia maya dalam diskusi sinergi melahirkan draft Seruan Pontianak. Tujuan Seruan Pontianak tentu saja membantu polisi melakukan tindakan preventif agar kasus kriminalitas murni seperti Gang 17 dan Tanjungraya serta Punggur tidak berkembang menjadi komunal. Belajar dari sejarah konflik di Kalbar, nyaris semua konflik besar dimulai dari hal ihwal yang kecil.
4. Draf awal SP dimuat di www.noeriskandar.blogspot.com pada 13 September 2009 dengan pengantar sbb: “Saya menghubungi sejumlah tokoh untuk "Seruan Pontianak". Ini baru draft. Tolong kasi masukan dan dukungan dengan memasukkan nama masing-masing.”
5. Pihak yang dihubungi via telepon, facebook, email dan SMS atau bertemu langsung sebagian besar setuju. Namun ada pula yang menolak.
6. Proses diskusi terus berlangsung, beberapa kata dan kalimat dalam draft diperhalus.
7. Rencana penerbitan di tiga media besar masing-masing 1 halaman penuh pada 19 September gagal karena dananya tidak cukup. Forum Diskusi menyimpulkan, jika iklan layanan masyarakat ini gagal, prosesnya sudah dinilai subur bagi tumbuhnya bibit perdamaian yang multi etnis karena di forum diskusi terdiri dari lintas etnis. Dana dihimpun dari sumbangan sukarela peserta diskusi, atau mereka yang bersimpati akan adanya seruan tindakan preventif.
8. Tiga media massa calon pemuatan iklan SP yakni Borneo Tribune, Tribun Pontianak dan Pontianak Post memberikan diskon harga yang sangat tinggi sehingga dana mencukupi untuk pemasangan iklan. Total dana lk Rp 10.500.000.
9. Disepakati penerbitan iklan pada Senin, 28 September 2009. Pertimbangannya pada hari Senin intensitas pembaca relatif tinggi. Terlebih terhitung hari pertama masuk kantor setelah Idul Fitri.
10. Malam pada saat materi iklan akan naik cetak di tiga media ada sejumlah “tokoh” mengundurkan diri, masing-masing Akil Mochtar, AR Muzammil dan Deni Sofian. Nama Akil dan Muzammil berhasil dihapus di 3 media saat naik cetak, hanya nama Deni yang masih terbit di Pontianak Post. Di malam itu terjadi komunikasi via telepon langsung antara Deni dan Nur Iskandar. Keduanya sudah saling maklum atas persoalan teknis percetakan. Intinya Deni sudah keluar dari list walau namanya tercetak di Pontianak Post.
11. Senin (28/9) Kapolda diwawancarai wartawan soal SP. Kapolda yang sudah membaca isi SP sebelumnya menindaklanjuti dengan teleconference kepada para Kapolres se-Kalbar sebagai langkah antisipasi. Kapolda minta kasus ini ditanggapi dengan arif dan bijaksana.
12. Sejumlah tokoh dikonfrontir wartawan soal namanya masuk di dalam list statemenship. Chairil Effendy, Gusti Suryansyah, Paulus Florus bereaksi. Reaksi ini terus membesar. Lantas muncul pro dan kontra. Nyaris saja niat baik penggagas SP menjadi kontra produktif. Menjadi bumerang.
13. Tokoh DAD, PFKPM, Kerabat Istana Kadriah dll datang menghadap Kapolda. Mereka menilai SP provokatif. Sejumlah media massa lokal kemudian menuding adanya dana internasional, dugaan neo-komunisme, upaya menggulingkan tampuk kepemimpinan daerah, bahkan tudingan provokator.
14. Terjadi pertemuan informal sambil makan malam bersama di Orchardz Hotel difasilitasi Romo Robini Marianto terhadap sejumlah tokoh. Pihak tokoh adat Dayak hadir Thadeus Yus, Yakobus Kumis, Atan Phalil dan Paulus Florus. Dari pihak penggagas hadir Asriyadi Alexander Mering, Yohanes Supriyadi dan Nur Iskandar. Di forum itu sudah disampaikan beberapa critical point dan permohonan maaf jika di dalam proses SP ada kesalahan dan kekurangan. Romo Robini kemudian mendapatkan amanah untuk membuat draft permohonan maaf.
15. Draft maaf dibahas di Seminari Siantan antara Romo Robini dan Nur Iskandar, namun karena sudah memasuki dini hari, keduanya lelah, draft harus dilanjutkan di pagi hari/sore hari.
16. Sejumlah tokoh antara lain Romo Robini, Utut, Romo William Chang, Kristianus Atok, Paulus Florus, Abdullah HS, Faisal Riza, Nur Iskandar dan Dwi Syafriyanti menindaklanjuti pembahasan draft maaf. Pembahasan deadlock pada beberapa hal krusial karena isi SP dinilai pro dan kontra. Masih debatable. Disimpulkan bahwa 77 statemenship harus berkumpul semua agar ada kekuatan hukum lantaran yang tertera namanya di dalam list bukan atas nama lembaga tetapi orang per orang sedangkan permohonan maaf berasal dari lembaga-lembaga.
17. Nur Iskandar dkk kemudian mengundang pertemuan di Gitananda pada Minggu (4/10) pukul 08.00 sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Tidak lempar batu sembunyi tangan. Hadir 16 orang. Beberapa menyampaikan pesan lewat SMS. Beberapa menyerahkan sepenuhnya terhadap mufakat para tokoh statemenship.
18. Tiga jam berembug dihasilkan 3 point. Pertama, kedepankan ruh SP. Kedua, lanjutkan pendidikan pluralisme. Ketiga, action plan seminar, workshop, diskusi, bedah buku, launching buku, jambore interfaith dll sebagai menjembatani adanya pro dan kontra.
19. Senin (5/10) empat penggagas diundang Dirintelkam Polda Kalbar di Mapolda. Empat nama yang disorot sebagai aktor intelektual SP masing-masing Andreas Harsono, Asriyadi Alexander Mering, Nur Iskandar dan W Suwito memenuhi undangan tersebut sejak pukul 11.00-18.00 WIB. Empat penggagas didampingi belasan statemenship lainnya. Seusai tanya-jawab di Mapolda dilaksanakan konferensi pers.
20. Kapolda melalui Kabid Humas, Suhadi SW menegaskan, “Belum ditemukan adanya unsur pidana di dalam SP” tetapi aparat terus mengikuti perkembangan kasus SP yang pro-kontra. Dalam konferensi pers wartawan menguliti maksud, tujuan, sumber dana, ihwal maaf dll.
21. Rabu (7/10) Kapolda mengundang seluruh statemenship, ormas, tokoh agama, tokoh adat, LSM, akademisi dll untuk makan siang bersama dilanjutkan dengan upaya mencari solusi Seruan Pontianak. Hadir lk 150 orang tokoh termasuk insan pers cetak maupun elektronik.
22. Kabid Humas di dalam pembukaan meminta pers memberitakan secara objektif tidak memantik provokasi. Kapolda menegaskan forum diskusi ini mencari solusi, bukannya ajang penghakiman untuk mencari siapa yang kalah dan menang. Tampil moderator Dekan FISIP Untan, Prof Dr AB tangdililing, MA.
23. Pada forum diskusi solusi SP disepakati adanya permohonan maaf disampaikan secara lisan dan ditindaklanjuti dengan penerbitan di tiga media massa yang sama seperti sebelumnya, yakni Borneo Tribune, Tribun Pontianak dan Pontianak Post.
24. Kapolda menilai permohonan maaf adalah sikap gentlement karena sejak guru besar sampai tokoh masyarakat sudah menyatakan yang dituntut adalah permohonan maaf. Kapolda juga menegaskan dengan kasus SP, ia belajar banyak bagaimana menyikapi situasi seperti ini secara arif dan bijaksana. Adapun catatan kritis buat Andreas Harsono kapolda akan menanganinya.
25. Kamis (8/10) iklan Seruan Pontianak telah menjadi Seruan Damai berisi permohonan maaf sesuai harapan di dalam diskusi di Mapolda Kalbar. Tribun Pontianak akibat faktor teknis memuat iklannya terlambat sehari. Sebab keterlambatan adalah faktor mis komunikasi, sama sekali bukan karena salah satu pihak mencederai kesepakatan bersama di Mapolda Kalbar.
26. Semua pihak berharap damai selalu bagi Bumi Kalimantan Barat pada khususnya dan NKRI pada umumnya. Mari kita jaga dan rawat secara bersama-sama. Damai harus dimulai dari hati dan pikiran serta tindakan kita masing-masing.



0 comments: