Minggu, 08 November 2009

Mari Jadikan Kasus SP Sebagai Proses Belajar Bersama

Sejak Iklan Seruan Pontianak (SP) terbit di Borneo Tribune, Tribun Pontianak dan Pontianak Post pada Senin (28/9) segera disambut pro dan kontra di tingkat elite maupun grass roots. Pro-kontra ini melahirkan polemik. Polemik yang tidak tertangani dengan baik akan menjadi kontra produktif, bahkan bumerang. Syukurlah Polda dan masyarakat mampu mengatasi berbagai titik kritis dalam kerangka penegakan supremasi hukum dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sehingga kita bisa menjadikan kasus ini sebagai proses belajar bersama. Dan semoga segala hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya menebar benih damai ke lubuk hati untuk kemudian memancar ke segala penjuru mata angin nusantara, bahkan segala penjuru dunia. Bahwa orang Kalbar cinta damai.
Pada edisi khusus ini, sesuai dengan berbagai masukan, perlu ditampilkan kronologi kasus SP dari A sampai Z. Dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Dengan demikian kita semua tidak seperti orang buta yang kenal gajah. Bagi yang baru memegang kakinya mengatakan gajah seperti pohon kelapa. Bagi yang baru memegang belalainya mengatakan gajah seperti ular. Bagi yang memegang kupingnya lantas mengatakan bahwa gajah itu tipis seperti daun. Kesemuanya tidak salah, tetapi belum sempurna. Yang sempurna adalah yang integral-komprehensif-menyeluruh.
Untuk menghindari bias, maka edisi khusus ini bukan liputan Borneo Tribune tetapi menerima tulisan luar. Ditampilkan ulasan akademik dari pakar konflik etnik dari Universitas Tanjungpura, Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie. Beliau juga populer dengan hipotesa 2020-nya. Oleh karena itu pada tempatnyalah porsi halaman edisi khusus ini jatuh kepada Prof Syarif Ibrahim Alqadrie karena sesuai dengan kepakarannya.
Artikel Prof Syarif yang juga dikirimkan ke Harian Equator dan Pontianak Post dimuat pada edisi khusus hari ini. Edisi khusus SP juga memuat tulisan ringan Edi Patebang prihal SMS yang dia terima perihal ajakan masuk di Seruan Pontianak.
Edi yang aktif di Komnas HAM Kalbar cum jurnalis sempat membaca isi draftnya. Pegiat perdamaian ini sempat melakukan koreksi pada nama-nama etnis dan angka-angka dalam draft, namun karena saran-saran itu ditolak, maka ia pun menolak namanya untuk dicantumkan.
Edisi khusus ini juga memuat kronologi dengan petikan-petikan foto secara lengkap sehingga setiap pembaca bisa mengikuti sejak awal kisah SP sapai akhir secara general. Kronologi ini adalah dokumentasi otentik faktual atas rekam jejak peristiwa yang telah terjadi sepanjang proses, hingga ujung permohonan maaf.
Semoga dengan membaca edisi khusus ini semua kita dapat belajar banyak dari kasus Seruan Pontianak yang kemudian berujung pada Seruan Damai.



0 comments: