Minggu, 08 November 2009

Karol Kerja Keras Merintis Karir Politik dari Dasar

Nur Iskandar
Borneo Metro, Pontianak

Nopember 2007 Karol Margret Natasa baru saja menyelesaikan kuliah kedokterannya. Ia duduk akrab ditemani adiknya Angel di kediaman orang tuanya di Gang Abdul Madjid. Kala itu ayahnya, Drs Cornelis, MH tengah sibuk berkampanye ke daerah-daerah di arena Pilkada Gubernur Kalbar.
Kakak adik itu begitu akrab. Angel kala itu sedang hamil tujuh bulan, sedangkan Karol sedang menyiapkan langkah menempuh hidup baru. “Saya belum tertarik dengan pentas politik,” ujarnya seraya mengajak menyeruput teh panas di ruang tamu utama.
Redaktur, reporter dan fotografer Borneo Tribune yang datang meliput Tanto Yakobus, Endang Kusmiyati dan Lukas B Wijanarko selain saya sendiri. “Trah politik tak akan bisa dielakkan. Karol punya aura politik yang bagus,” kata saya.
Karol masih mengelak. Ia tersipu dan sedikit tersedak mendapatkan nujum dadakan di kala senja memerah di ufuk barat Bumi Khatulistiwa waktu itu.
Hari berganti hari, waktu berganti waktu. Drs Cornelis, MH tampil sebagai pemenang di arena Pilkada Gubernur. Kemenangan itu sudah tertera di akhir Nopember disusul pelantikan pada Januari 2008.
Karol yang kerap mendampingi ayahnya sebagai dokter di masa-masa kampanye tersambar energi retorika ayahnya yang singa podium atau macan mimbar. Sengatan energi untuk membawa perubahan dalam dealektika pembangunan nasional telah bertubi-tubi menghantui pikirannya.
Tak pelak, saat Taruna Merah Putih sebagai sayap PDIP dikembangkan ke Kalbar, Karol adalah orang yang tepat. Pinangan Muarar Sirait selaku Ketua Umum TMP Pusat disambut dengan semangat membara oleh Karol. Sejak saat itu resmilah Karol berada di jalur politik PDIP.
Karol punya “inner dynamic” laksana dinamit. Ledakan pertama terlihat saat namanya yang duduk sebagai nomor urut tiga untuk Pemilu Legislatif DPR RI mampu menembus angka bilangan pembagi pemilu. Dia menghimpun suara di atas rata-rata nasional. Dua ratus ribu lebih suara sah hanya untuknya. Ia peringkat satu Kalbar dan bahkan peringkat kedua nasional setelah putra RI 1, Edhie Baskoro Yudhoyono asal Partai Demokrat.
Kemampuan belajar Karol bisa diikuti sejak usianya masih belia. Dia juga hadir di depan mata publik.
Saya menjadi saksi ketika Karol belum bergairah dengan suhu politik, tapi saya juga menjadi saksi bahwa Karol bukanlah anak bawang yang tumbuh di bawah ketiak ayahnya. Karol pekerja keras.
Kesan pertama saya adalah ketika dia menemani ayahnya menerima Borneo Tribune Award, akhir 2008. Dia bicara laksana diplomat di meja bundar di mana ada ayahnya, ibunya, dan Dirut PT Borneo Tribune Press, W Suwito, SH, MH.
Bicara gaya diplomat adalah ketika ayahnya bicara berapi-api di mimbar dengan kerap kali mendapat applaus ratusan hadirin, Karol menterjemahkan kata-kata ayahnya pada majelis meja bundar. “Bapak kalau sudah bicara lupa dengan lelah,” katanya.
Pada even lain, saat Angel melahirkan putranya. Cucu pertama Gubernur Cornelis. Karol berdiri menyambut tamu dengan ramah. Bukan dibuat-buat. “Ini anak bakal banyak dapat suara asal dia mau,” kata saya kepada kawan-kawan yang hadir di Pendopo. Mereka antara lain adalah mahasiswa dan mahasiswi Bonn University, Jerman.
Okelah jika publik menilai putri sulung Cornelis ini punya kans karena ayahnya, tetapi dalam kesaksian saya, saya melihat Karol lepas dari prediksi itu. Dia pekerja keras.
Bukti kerja keras yang tertangkap kru Borneo Tribune adalah saat Pilpres. Dia turun langsung dari TPS ke TPS melakukan monitoring. “Kita harus cek TPS TPS karena di sini kuncinya,” kata Karol.
Karol berjalan sendiri. Dia hanya ditemani seorang sopir. Bajunya merah. Perutnya sedang hamil tua ketika itu.
“Hamil tua masih sempat spot check begini?” kata saya yang juga mobiling dari TPS ke TPS selaku jurnalis. “Ya, kita harus cek. Kita harus kerja keras. Ini panggilan hati nurani,” tuturnya.
Karol sudah melahirkan. Sudah pula dilantik sebagai anggota DPR RI mewakili Kalbar di Senayan. “Saya minta dukungan rakyat Kalbar. Kita harus majukan Kalbar di dalam sistem NKRI,” ujarnya.





0 comments: