Memasuki Agustus 2009 Harian Borneo Tribune menyuguhkan simbol baru di headmaster-nya sebuah kalimat sederhana: Di Kalbar Juga Ada Perjuangan. Kalimat sederhana ini disuguhkan di halaman satu pada nama Borneo Tribune sebagai menyikapi pentingnya disosialisasikan berkenaan dengan medio Agustus ini Bangsa Indonesia memperingati hari ulang tahun kemerdekaannya yang ke-64.
Upaya sosialisasi ini dikedepankan karena di Kalbar juga ada perjuangan. Dalam skope perjuangan nasional merebut kemerdekaan tak sedikit terjadi gerakan di sana-sini.
Di Ketapang misalnya. Ada pejuang bernama Rahadi Oesman. Ia pemuda pejuang yang tewas di bawah tirani Belanda.
Di Landak juga ada perjuangan di mana Bardan Nadi menyediakan tubuhnya untuk rubuh disasar timah panas Dai Nippon karena mengibarkan sang saka merah putih sebagai mengabarkan Indonesia telah merdeka.
Sepanjang kurun 1942-1945 bahkan, puluhan ribu rakyat Kalbar menjadi tumbal agresifitas Dai Nippon yang ingin menjepangisasi Kalimantan Barat. Itulah peristiwa yang kita kenal sebagai Tragedi Mandor.
Berdasarkan catatan sejarah sedikitnya terdapat 21.037 jiwa rakyat Kalbar tewas saat itu oleh Dai Nippoon dengan berbagai modus operandi. Ada yang disebabkan gerakan perjuangan nasional merebut kemerdekaan RI, ada pula akibat upaya Jepang menjepangisasi Kalbar sehingga para cerdik-cendikia, atau sesiapa saja yang bisa membaca dan menulis diculik dan disungkup. Pada umumnya mereka dihabisi di ladang pembantaian Mandor. Mandor tepatnya Desa Kopyang jaraknya 80 km dari Kota Pontianak.
Kembali kepada kalimat bahwa: Di Kalbar Juga Ada Perjuangan ingin kami menunjukkan bahwa prilaku kita di dalam 17 Agustus banyak hal harus direduksi kepada sesuatu yang lebih empiris, teknis, pragmatis yang membumi dengan Kalbar untuk konteks kekinian.
Kita biasanya merenungkan perjuangan nasional dengan merujuk pahlawan-pahlawan nasional seperti Panglima Besar Jenderal Soedirman, Diponegoro, Imam Bonjol dan lain-lain, tanpa kita menyebut pejuang-pejuang lokal. Padahal di Kalbar juga ada perjuangan.
Melalui Hut RI ke-64, semestinya kita memberikan perhatian ekstra serius kepada kekuatan yang ada pada diri kita. ”Think globally, act locally.” Kita merayakan Hut RI ke-64 sebagai bagian dari nasionalisme NKRI, tetapi memberikan perhatian penuh pula kepada ritus-ritus perjuangan yang ada di Kalbar sendiri.
Kerap kali dana sangat besar kita kucurkan untuk upacara dan seremonial Hut RI di provinsi, kabupaten maupun kota, tak urung sekolah-sekolah, tetapi jarang kita alokasikan dana secara cukup untuk mengaktualisasi nilai-nilai sejarah yang membumi di daerah sendiri. Buktinya, apakah generasi muda Kalbar kenal betul siapa itu Rahadi Oesman? Bardan Nadi? Gusti Sulung Lelanang? Tak lebih dari mereka mengenal nama-nama itu dari papan nama jalan.
Jika masalahnya seperti itu, kenapa tidak dijadwalkan seminar tentang para pahlawan asal Kalbar itu? Riset tentang hidup, kehidupan dan perjuangan mereka. Kenapa biografi mereka tidak kita cetak massal dan didistribusikan ke perpustakaan dan sekolah-sekolah? Siapa yang harus menginisiasi hal tersebut? Pemerintah? Kampus? Lembaga swadaya masyarakat?
Saya memantau tidak satupun di level pemerintahan atau kampus melakukan upaya tersebut. Kalaupun ada tulisan: Ada Perjuangan di Kalbar di Borneo Tribune, ini adalah sebagai keterpanggilan batin media massa untuk terlibat menyosialisasikan sesuatu yang mungkin esensial jika tak mau dikatakan sangat penting dan urgent.
Hal lain yang patut kita kritisi adalah semaraknya bendera dan umbul-umbul di mana-mana. Terlebih melalui level pemerintahan ada seruan pemasangan bendera yang ditindak-lanjuti oleh setiap RT kepada setiap warganya. Mereka diimbau memasang bendera merah putih. Dan pada umumnya setiap warga patuh untuk memasang sang dwi warna.
Dalam kerangka struktur kampanye massal seperti ini alangkah baiknya jika tersosialisasikan pula bahwa di Kalbar juga ada perjuangan. Mestinya juga ada selebaran yang menyebutkan kisah singkat para pejuang Kalbar. Minimal oleh daerah masing-masing seperti Rahadi Oesman di Ketapang, Bardan Nadi di Landak, dan seterusnya dan sebagainya. Hal ini akan lebih menarik dan menambah arti serta makna peringatan Hut Republik Indonesia.
Saya membayangkan jika setiap warga Kalbar memahami sesiapa pejuang di Kalbar dan menyerap pula nilai-nilai kejuangan yang dilakukannya, akan muncul kesinambungan perjuangan dengan tidak mengabaikan sejarah. Kesinambungan ini menyebabkan perjuangan tidak berhenti apalagi mati sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sebutlah di bidang pendidikan, pertanian, kelautan, militer, pemerintahan.
Selasa, 18 Agustus 2009
Kalbar Berjuang
Posted by Noeris at 10.51
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 comments:
ada biografi tentang Bardan Nadi gk...?
mohon kerjasamanya y..^^
sX'n tampilkn blog : bahwa kalbar itu pantas d nobatkn sbg daerah istimewa..cz qt tw klo kalbar pny krajaan/ksultanan terbanyak..setiap kabupaten ad krajaan, peninggalan, kraton,dsb..
bhkan yg mnyumbangkn lambang negara qt; "burung garuda" adlh org kalbar..
knp mlah bs d ambil sm jakarta??
sedangkan aceh aj yg mw mlepaskn dri dr NKRI ttapd nobatkn sbg daerah istimewa,krn mreka mnyumbang emas untuk tugu monas..
sungguh tidak tidak bs dtrima dgn akal sehat klo kalbar sebenarny pny sejuta potensi..wlwpn keturunan cendikiawan" dsini d bantai habis oleh jepang,belanda bahkan jakarta krn alasan politik..
tp bukan brarti qt yg tidak pny garis kturunan itu tdak bs..
yakin kalbar bs maju
Posting Komentar