Selasa, 17 Februari 2009

Interaktif Live Show Memberantas Ilog


Anton produser acara talkshow di Ruai TV mengontak apakah saya bersedia menjadi narasumber dari unsur media untuk mengkritisi penanganan illegal logging di Kalimantan Barat. Waktu pelaksanaannya, Senin (16/2) dari pukul 20.00-21.00 WIB. "Oke, saya ada waktu," kata saya.
Tertera di dalam term of reference bahwa tampil di televisi mesti satu jam datang lebih awal daripada waktu acara. Artinya pukul 19.00 saya sudah harus berada di Ruai TV.
Pekerjaan sehari-hari saya yang sudah bertumpuk-tumpuk, ditambah lagi mesti melayani mitra ke sana dan ke mari menyebabkan waktu 24 jam terasa kurang. Inilah yang dikatakan orang-orang bijak bahwa waktu kita yang atur. Jika bukan kita yang atur, maka waktu yang akan mengatur kita. Maksud saya adalah pekerjaan akan terus mengalir tiada kata henti. Jika kita tidak menyempat-nyempatkan, maka tak akan sempat.
Kenyataan pada pukul 18.30 saya masih berada di kantor. Di kantor masih ramai rekan-rekan bekerja sesuai dengan bagiannya, terutama pracetak dan mesin. Kantor masih ramai. Saya sendiri masih tertantang menyelesaikan satu proposal pilot project emas. Saya menyebut pilot project ini ibarat telur, pada saatnya nanti akan segera menetas. Lihat saja nanti kelahiran dan pertumbuhannya. Saya prediksikan fantastik.
Pukul 19.00 saya tancap motor Prima ke Siantan. Motor laju membelah jalan raya yang tak jarang macet. Saya tak sempat ganti baju seharian. Baju saya warna hijau tua, warna yang menurut TOR kurang cocok untuk pencahayaan di televisi.
Anton menyambut di muka pintu. Saya dihantarkan ke ruang dandan. Alamak, saya tipikal orang yang tak pernah berdandan. Kalaupun pernah didandani untuk talkshow di TVRI rasanya tak selengkap di Ruai TV.
Ipur yang menjadi host acara sudah pinter berdandan sendiri. Aku didandani petugas khusus. Tangan lentiknya menyapu wajahku. "Berbakat untuk buka salon kecantikan," pujiku. "Sering penuh order jika hari-hari besar," jawab cewek muda berkulit putih dengan baju seragam Ruai TV tersebut.
Giliran dandan berikutnya Ir Winarno yang mewakili Kadishut Cornelius Kimha. Berikutnya lagi Sulaiman Sembiring, aktivis lingkungan hidup dan advokasi dari Jakarta.
Interaktif di televisi ternyata membakar rasa ingin curhat warga. Ada tiga penelepon yang masuk. Mereka bicara kritis soal ilog. Mereka menyoal ketidak kompakan tim 18 sesuai Inpres No 5 Tahun 2005 prihal pemberantasan ilog. Mereka mengkritisi gaji pegawai yang rendah berbanding terbalik dengan service cukong-cukong kayu. Mereka bicara soal nasionalisme kebangsaan karena kayu terselundup ke Jiran.
Saya sendiri yakin bahwa kejahatan ilog adalah kejahatan yang terstruktur. Oleh karena itu jalan keluarnya adalah melalui struktur itu. Ibarat kata pepatah di mana kepala pergi maka di situ ekor akan ikut.
Upaya kultur juga penting sebagai sub sistem. Di sini masyarakat harus ada alternatif pekerjaan dibandingkan menebang, misalnya pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan dll.
Akses informasi kepada mereka harus dibuka. Mereka harus didampingi. Jurnalis berperan besar di sini untuk tak sekedar memberikan informasi, tetapi juga edukasi. Peran kontrol sosial berjalan menyatu dengan hatinurani.


0 comments: