Sabtu, 31 Januari 2009

Semangat Bersilaturahmi dan Ekspose di Televisi Nasional


Peresmian Media Center di KPU Kota Pontianak diliput secara luas. Bagi awak Borneo Tribune kontribusi serupa juga dilimpahkan karena panggilan tugas sekaligus persahabatan. Tak hanya sekedar panggilan tugas, persahabatan, tetapi juga silaturahmi serta penghargaan yang tinggi kepada komposisi baru KPU Kota di bawah kepemimpinan Viriyan Azis, SE, MM.
Awak Borneo Tribune tampil didampingi praktikan dari Bonn University. Mereka yang hadir bertiga: Mathias Waldmayer, Dorina Loise Schulte dan Christian Stegmann.
Kehadiran bule-bule ini tentu saja menarik perhatian. Tak urung oleh TVRI Pontianak.
“Boleh saya wawancarai salah seorang dari mereka?” tanya reporter TVRI, Agus. “Sebaiknya siapa yang saya wawancarai? Materinya apa ya?” sambungnya.
Nur Iskandar yang membawa rombongan mengatakan siapa saja di antara mereka boleh diwawancarai karena mereka sudah bisa berbahasa Indonesia. Mereka menjadi praktikan di Borneo Tribune dan Tribune Institute selain belajar Bahasa Indonesia, juga kepenulisan. “Mereka sudah piawai berkomunikasi dengan kita-kita.”
Agus mendekati Mathias. Mathias agak ragu diwawancarai, tetapi dia tampak berkemas-kemas. Kemeja motif kotak-kotak yang digunakannya dirapikan. Kerahnya dia angkat ke atas. Cakep.
Kamera menyorot ke wajahnya. Mikrofon dengan tulisan TVRI berada di depan muka, agak sedikit di bawah dagunya. Dan pertanyaan pun mengalir dari Agus soal perbandingan sistem pemilu di Indonesia dengan Jerman.
Mathias menjawab dengan jelas. Bahasa Indonesianya sangat lancar. Penguasaannya terhadap pesta demokrasi di dua negara juga mantap. Alhasil pemirsa dibuat paham bahwa di Jerman tidak pesta baligo laksana album raksasa di mana-mana seperti yang sedang terjadi di jalan-jalan Kota Pontianak.
Indonesia dan Jerman memang berbeda. Perbedaan itu yang bisa dimaknai dengan jangan terlalu berhura-hura. Apalagi buang-buang dana. Karena esensi dari demokrasi adalah bagaimana hak-hak rakyat tersalurkan dengan baik. Sebab jangan sampai seusai pesta demokrasi banyak yang jatuh miskin akibat biaya yang dikeluarkan sangat besar dan bahkan menambah angka kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan adalah musuh dari demokrasi.
Seusai wawancara, sore harinya liputan naik tayang. Banyak pemirsa yang menelepon ke kantor Borneo Tribune bahwa praktikannya tampil di layar televisi. Mereka memuji proses pembelajaran yang diterapkan di Borneo Tribune dan Tribune Institute.
Sebagai uluk salam dan terimakasih Tim Borneo Tribune dan Tribune Institute bertandang ke TVRI. Proses rekaman itu kembali disaksikan sekaligus dicopy sebagai kenangan praktikan kembali ke Jerman.
“Berita ini juga diminta TVRI Pusat lho,” lapor Agus. “Disaksikan secara nasional,” katanya.
Memang kadang kita tak menyangka bahwa hal-hal kecil berdampak besar. Seperti kata filosuf, dalam setiap keindahan pasti ada yang memandangnya.



0 comments: