Senin, 19 Januari 2009

Fellowship Eka Tjipta Foundation


Suatu sore di lantai 33 BII Plaza Jalan MH Thamrin Jakarta duduk mengitari meja bundar bos Corporate Social Responsibility, Eka Wijayanti, Executive Director Eka Tjipta Foundation, Timotheus Lesmana, Penasihat Sinar Mas Group, Om San, Direktur Pantau Foundation, Andreas Harsono, dan saya. Kami bicara informal soal Widjaya Fellowship.
Widjaya Fellowship adalah ide besar! Upaya meningkatkan mutu jurnalisme di Indonesia di mana peserta fellowship yang sudah berumahtangga dibiayai Rp9 juta per bulan, sedangkan yang belum berumahtangga Rp5 juta per bulan. Standar tersebut diambil dari titik tengah gaji rerata wartawan di Indonesia serta hitungan profesional ala Aliansi Jurnalis Independen.
Ide besarnya tentu saja bukan jutaan uang tersebut. Tetapi corporate sebesar Sinar Mas Group mau berkecimpung di dunia media tanpa mereka mengembangkan bisnis media seperti grup-grup yang lain. Inilah sesuatu yang besar tersebut. Inilah sumbangsih yang baru pertama kali terjadi di Indonesia.
Saat saya masuk ke Eka Tjipta Foundation (ETF), segera disambut dengan logo khas berwarna merah dengan bola-bola emas yang tersusun laksana planet, atau kelopak sari bunga. Di balik pintu terdapat resepsionis yang duduk manis melayani para tamu.
“Di sini kami berdiskusi,” kata Andreas Harsono sambil memperkenalkan para pucuk pimpinan ETF. “Di sebelah ini akan digunakan untuk perpustakaan sementara,” kata Om San menimpali.
Kami berkenalan dan bicara soal pendidikan. Bicara soal pemanfaatan peran media dalam demokrasi, serta peran media dalam kemajuan bangsa dan negara. Terutama soal Indonesia yang begitu tertinggal dibanding bangsa-bangsa lain. Hatta, Vietnam sekalipun.
Ide besar itu laksana bola salju yang terus menggelinding. “Saya mau fellowship ini sudah berjalan Juni tahun ini,” kata Om San. Om San tipikal tokoh pendobrak yang pantang menyerah dengan aral melintang. Katanya, jika menunggu segalanya paripurna, tak akan pernah ada. Sebaliknya kesempurnaan bisa dicapai dengan sambil berjalan.
Timotheus sosok muda energik dan kritis tipikal perfeksionis. Dia ingin semuanya paripurna. Ia yakin proyek ini bisa berjalan mulus di awal tahun 2010.
Saya sependapat dengan Om San. Alasannya, dana yang dianggarkan tahap pertama ini Rp3,6 miliar untuk ukuran Simas yang raksasa itu tak ada artinya. Bandingkan dengan James Riady, bosnya Lippo Bank yang meluncurkan koran berbahasa Inggris dengan nama Jakarta Globe menyiapkan dana Rp500 miliar!
Ide besar fellowship ini terkoneksi dengan lima perguruan tinggi, masing-masing Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri, Universitas Driyarkara, Bina Nusantara dan Institut Kesenian Jakarta. Peserta fellowship yang digadang-gadang hanya 20 orang itu akan bebas mengambil mata kuliah sesuai keinginannya di lima perguruan tinggi bonafide tersebut. UI sudah terkenal sebagai kampus papan atas di Indonesia. Begitupula UIN dengan kajian keislamannya. Sedangkan Driyarkara adilihung di cabang ilmu filsafatnya, IKJ dengan seni budayanya, sedangkan Binus dengan teknologinya. ”Media massa sekarang sangat berkepentingan dengan kemajuan sain dan teknologi,” ulas Andreas yang semasa menjadi jurnalis di The Jakarta Post mendapatkan Nieman Fellowship serta oleh ETF diminta sebagai Direktur Eksekutif ETF Fellowship.
Berapa besar alokasi untuk jurnalis di Borneo? Hanya 1 orang! Di Jawa saja hanya dapat jatah 4 orang! Yakin kompetisinya akan sangat ketat! Ini sejarah besar dalam sejarah pendidikan jurnalisme di Indonesia.
Syaratnya? Pertama, harus lancar bicara dan menulis dalam bahasa Inggris. Kedua, membuat proposal tentang motivasi dan kegunaan mendapatkan fellowship tersebut. Ketiga, melampirkan tiga karya terbaik dalam 3 tahun terakhir. Keempat, tetek bengek administrasi yang lain yang bersifat normatif. Nah, adakah jurnalis Kalbar yang bakal mendapatkan serta mewakili 1 dari Kepulauan Borneo? Semoga. Dan sejak dini siapkan diri dengan matang, mumpung belum ketuk palu kegiatan launching Juni 2009 atau Januari 2010.



1 comments:

achmad ridwan mengatakan...

salam kenal pak, saya dari pemangkat - sambas. maju terus jurnalis muda kalbar...