Hidup ini melangkah terus. Semakin mendekat ke titik terakhir. Begitu salah satu lirik lagu Bimbo.
2008 akan segera kita tinggalkan dengan segala kenangan di dalamnya. Penuh suka maupun duka.
Di negara yang kita cintai ini telah banyak pula peristiwa-peristiwa penting terjadi. Mulai dari bencana alam yang tak putus-putusnya, kenaikan harga BBM, maupun kasus-kasus korupsi yang mencengangkan.
Kita berharap catatan negatif itu dapat kita perbaiki di tahun 2009. Sebab tidak ada bencana datang tanpa diundang oleh keserakahan dan kemunafikan manusia itu sendiri. Sebutlah akibat hutan dibabat semaunya sendiri, tanpa mengindahkan reboisasi, datanglah banjir. Banjir mengikis bunga-bunga tanah sehingga lahan gersang dan tandus. Sebaliknya sungai dan laut menjadi dangkal. Pendangkalan ini tentu saja mengganggu sosialita masyarakat perairan. Mereka akan terganggu dengan "lumpur Lapindo" umat manusia.
Akibatnya ikan akan kabur ke tempat yang lebih kondusif. Dampaknya nelayan akan kekurangan sumber penghasilan. Maka nelayan kita termiskinkan terus. Adapun si kaya yang "makan" kayu ilegal dengan serakah itu mobil mewahnya juga terendam banjir, rumah mewahnya juga terendam air. Lalu apa gunanya merusak alam hanya demi kenikmatan semu yang amat sangat temporer?
Contoh seperti di atas juga berlaku untuk kasus yang lain. Korupsi misalnya. Mereka korupsi mulai dari jutaan, miliaran hingga triliunan.
Karena keserakahan oknum manusia, manusia lainnya jadi termiskinkan. Sumber pendanaan negara yang semestinya bisa buat fasilitas umum yang budgetnya hanya ratusan juta sampai miliaran, jadi terabaikan. Sebutlah taman kota, fasilitas parkir kendaraan, rumah-rumah ibadah, sarana dan prasarana pendidikan, dan perhatian kepada anak-anak, remaja, maupun perempuan.
Akibat tidak tersedianya dana, kebudayaan kita juga kurang terawat sehingga dimanfaatkan negara lain yang lebih kaya. Reog Ponorogo jadi Reog Malaysia. Lagu Rasa Sayange jadi milik Jiran. Sate, tempe dan gethuk pun kelak akan jadi milik entah negara mana...Timur Leste mungkin. Mungkin...Atau pulau-pulau terluar kita satu per satu akan jatuh ke tangan negeri-negeri tetangga?
Rasanya jika dipikir-pikir, rakyat Indonesia yang 210 juta ini tak sedikit yang pintar dan cerdas. Oleh karena itu akan selalu ada solusi dari masalah-masalah berat yang kita hadapi.
Merubah kondisi yang buruk menjadi baik memang tidak mudah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi di tahun 2009 ada momentum emas. Kita bisa menentukan siapa wakil rakyat kita, dan siapa kepala negara kita. Kita akan menghadapi pesta demokrasi Pilleg dan Pilpres.
Kita tentu tidak boleh salah pilih. Walaupun kecenderungan "golput" tepatnya warga yang ogah memilih potensinya menanjak. Kita mesti memilih figur terbaik, yang track recordnya terpuji. Golput atau apapun namanya, juga tak menyelesaikan masalah. Bahkan memisahkan diri dari NKRI pun bukan solusi bijaksana dan bijaksini, termasuk bijaksitu.
Ada baiknya kita aktif berkampanye soal track record ini sembari memperbaiki diri sendiri, keluarga sendiri, lingkungan sendiri. Sesiapa yang buruk jangan dipilih, seperti dulu kita mengkampanyekan jangan pilih politisi busuk.
Lewat data DCT yang telah diekspose di media-media tampak bahwa wakil rakyat yang sudah duduk di DPRD, DPR RI banyak yang kapok. Mereka banyak yang tak lagi bersedia menjadi wakil rakyat serta kembali ke dunianya masing-masing. Dan hal itu wajar. Kita melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Senayan menjadi "Sarang Penyamun". Beberapa oknum anggota bahkan dipecat karena amoral.
Bagaimana dengan pendatang baru? Sangat banyak yang mau masuk Dewan. Di Kota Pontianak saja caleg-nya 1200-an orang dan memperebutkan 45 kursi. Begitupula DPRD Kalbar, dari 55 kursi, pelamarnya--seperti CPNS--1200 orang juga. Weleh-weleh-weleh. Mana sih orang yang konsisten di kelas menengah? Adakah kelas menengah di Indonesia? Adakah kalangan profesional yang betul-betul pro tanpa tergiur posisi politis dan mengejar kursi top pemerintah/eksekutif? Atau sebegitu sempitnyakah lapangan kerja di Indonesia sehingga semua ujug-ujug ke legislatif?
Rasanya Indonesia ini luas. Banyak potensi yang bisa disentuh secara produktif. Mulai dari darat, laut dan udara.
Potensi perubahan di 2009 tidak hanya Pilleg dan Pilpres, tapi juga kedewasaan kita menghadapi banyak tantangan maupun cobaan. Pahit getirnya kehidupan 2008, 2007 dst hendaknya menambah keyakinan bahwa kita mampu untuk hidup. Hidup yang lebih hidup. Hidup yang tak sekedar hidup. Hidup untuk sebuah makna. Bahwa kita semakin mendekat ke titik terakhir. Terakhir yang akhirnya kita bersekutu dengan tanah dan air. Kita kembali masuk ke dalam rahim bumi. Ibu kandung yang sesungguhnya.
Pada saat kita kembali itu, tidak full stop sampai di situ. Sang Ibu akan bertanya kepada kita tentang kehidupan kita. Bumi tempat kita berpijak diapakan? Waktu yang dijalani dibagaimanakan? Apakah dimanfaatkan dengan baik dan benar secara sunguh-sungguh, atau sekedar main-main belaka?
Demi masa, sesungguhnya setiap manusia itu benar-benar berada di dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman. Mereka saling nasihat menasihati di dalam kebenaran. Mereka saling berkomunikasi dalam kesabaran.
Catatan akhir tahun ini sebagai refleksi untuk saling mengkomunikasikan iman dan kesabaran. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Met tahun baru. Happy new year 2009.
Selasa, 23 Desember 2008
Refleksi Akhir Tahun
Posted by Noeris at 08.49
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar