Kamis, 11 September 2008

Preventif Kekerasan Psikopat

Di Kalbar kita dikejutkan dengan sejumlah kasus kekerasan yang biadab. Nyawa menjadi murah di ujung senjata tajam. Dampaknya jelas. Selain terjadi pembunuhan, juga luka psikologis terhadap masyarakat luas. Kalbar jadi terkesan tidak aman. Ketidak amanan itu karena berkeliarannya para pelaku kriminal, atau cenderung psikopat.
Bila kata psikopat disebut, pikiran mungkin langsung melayang pada sosok seperti tersangka And dalam kasus pembunuhan Lusiana, atau secara nasional yang lebih fenomenal—si jagal Jombang—Ryan. Seperti Ryan, seorang psikopat memang kerap menipu lewat penampilan.
Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini
hanyalah 15-20 persen dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan.
Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat karena prilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat adalah bentuk kekacauan mental ditandai tidak adanya integrasi pribadi; orangnya tidak pernah bisa bertanggung jawab secara
moral, selalu konflik dengan norma sosial dan hukum (karena sepanjang hayatnya dia hidup dalam lingkungan sosial yang abnormal dan immoral).
Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/ psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya seringkali disebut "orang gila tanpa gangguan mental". Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau di rumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan.
Agar kita merasa aman, dapat bertindak preventif atau mencegah, adakah cara mengenali para psikopat yang berkeliaran itu? Secara klinis, jelas tak mudah, karena untuk sampai pada kesimpulan seseorang tergolong psikopat atau bukan. Harus melalui proses panjang dan sulit. Diagnostik sahih mesti disimpulkan setelah usia orang yang dicurigai lebih dari 18 tahun.
Sampai saat ini, pasien yang ditangani disimpulkan sebagai psikopat, rata-rata berusia antara 25 – 35 tahun. Sebuah rentang usia produktif. Sedangkan jumlahnya kurang dari 10% dari seluruh pasien yang datang.
Psikopat berbeda dengan orang normal dan berbeda dari pelaku kriminal yang 'normal'. Tidak hanya berbeda karena tindakannya tetapi berbeda secara emosi, motivasi, dan proses berpikir. Pertama, perilaku mereka bukan sekedar perilaku impulsif, tetapi hampir tanpa motivasi atau dimotivasi oleh tujuan
yang tidak dimengerti.
Kedua, psikopat mempunyai emosi yang dangkal. Pada dasarnya, psikopat adalah sebutan singkat untuk gangguan kejiwaan, yang awalnya dikenali sebagai kenakalan remaja dan gangguan kepribadian
antisosial (emosi dangkal, gampang meledak-ledak, tak bertanggung jawab, berpusat pada diri sendiri, serta kekurangan empati dan rasa sesal).
Kita perlu waspada agar terhindar dari kasus seperti yang diterima Yuliana di Gang Anggrek, atau Anti di Jalan Pancasila. Atau bahkan seperti para korban Ryan di Jombang.
Ciri psikopat ada tujuh. Pertama, mereka yang gagal mengikuti norma sosial dan hukum, hingga berkali-kali ditahan pihak berwajib. Kedua, berulang-ulang berbohong, menggunakan berbagai alasan, lihai bicara, menipu untuk keuntungan pribadi atau sekadar bersenang-senang.
Ketiga, meledak-ledak dan tak punya perencanaan, kalau ingin sesuatu, harus saat itu juga dilakukan. Keempat, mudah tersinggung dan berangasan, sehingga sering terlibat penyerangan atau adu jotos.
Kelima, tak peduli keselamatan diri sendiri atau orang lain. Keenam, tak bertanggung jawab, misalnya kerja sering tak beres dan ngemplang utang. Ketujuh, nyaris tak punya rasa sesal dan bersalah setelah menyakiti, menganiaya bahkan mencuri.
Kita harus waspada karena ini merupakan gejala kita atau orang terdekat kita terkena psikopat. Psikopat berbeda dengan orang normal dan berbeda dari pelaku kriminal yang 'normal'. Tidak hanya berbeda karena tindakannya tetapi berbeda secara emosi, motivasi, dan proses berpikir.
Pertama, perilaku mereka bukan sekedar perilaku impulsif, tetapi hampir tanpa motivasi atau dimotivasi oleh tujuan yang tidak dimengerti. Kedua, psikopat mempunyai emosi yang dangkal. Psikopat biasanya memiliki IQ yang tinggi.
Mereka kekurangan cinta, kesetiaan, kekurangan empati, dan rasa tidak bersalah. Mereka tidak bisa melakukan penilaian dan tidak bisa belajar dari kesalahan dalam pengalaman hidup. Psikopat tidak memikirkan konsekuensi dari perilakunya. Misalnya orang normal, ketika mendapat hukuman dari
tindakannya, akan berhenti untuk melakukan tindakan tersebut atau akan mengulangnya tapi dalam cara agar tidak ketahuan oleh orang lain. Sedangkan orang psikopat, akan terus mengulang lagi dan lagi, dengan cara yang sama, meskipun mereka telah dihukum karena melakukan tindakan itu.
Jadi, mungkin jika And, Ryan atau siapapun adalah seorang psikopat, penjara tidak akan membuatnya jera (tapi sepertinya kemungkinan dieksekusi lebih besar dibandingkan ia dipenjara 20 tahun). Terakhir, para psikopat terlihat meyakinkan dari luar. Maksudnya, karena mereka tidak memiliki perasaan cemas dan perasaan bersalah, mereka bisa berbohong, mencuri, berbuat curang, dan lainnya. Ini mendukung pernyataan seorang psikolog bahwa Ryan membunuh karena dia cemburu dengan pasangan homoseksualnya itu bohong besar. Itu hanya alibi untuk menutupi perilakunya atau trigger dari perilakunya. Dan jangan percaya dengan tampilan kalem dan lemah lembutnya karena orang psikopat mampu mengontrol sikapnya.
Psikopat percaya bahwa seluruh dunia melawannya. Ada juga pembunuh psikopat yang membunuh korbannya bukan untuk memuaskan keinginannya membunuh, tapi mereka membutuhkan seorang teman. Seperti Dennis Nilsen - pelaku psikopat - yang berkata bahwa ia merasa nyaman tinggal dengan mayat daripada hidup dengan orang lain karena mayat tidak akan mengacuhkannya. Ini menjelaskan kalau ia merasa kesepian dan mengalami isolasi sosial sebagai hal yang sangat menyakitkan, namun diekspresikan dengan kekerasan.
Psikopat tidak hanya ada di penjara, di ruang sidang pengadilan, atau pada kisah "pembunuhan". Penelitian menyatakan bahwa satu persen populasi orang dewasa yang bekerja adalah psikopat di tempat kerjanya. Lewat berbohong, mencurangi, mencuri, memanipulasi, mengorbankan dan menghancurkan para rekan kerja, serta kesemuanya tanpa rasa salah maupun penyesalan.

Mereka yang disebut organisasional psikopat, berkembang pesat di dunia bisnis, di mana kezaliman dan nafsu mereka tidak saja mereka salah-artikan sebagai ambisi dan keterampilan memimpin, namun juga sebagai sesuatu yang dihargai melalui promosi, bonus dan kenaikan upah.
Psikopat di tempat kerja berpikir layaknya psikopat kriminal. Mereka berusaha sekeras-kerasnya demi mereka sendiri. Perbedaan keduanya adalah, psikopat kriminal menghancurkan korban secara fisik, sedangkan psikopat tempat kerja menghancurkan korbannya secara psikologis. Mereka tidak peduli. Mereka tidak berpikir dirinya adalah psikopat. Mereka tidak berpikir apa yang sedang dilakukan adalah salah. Mereka hanya berpikir dirinya pintar, dan jika semua orang secerdas mereka, semuanya pun akan melakukan hal serupa.
Penanganan dan pengobatan penyandang psikopat minimal memakan waktu tiga tahun. Pengobatan pasien dengan gangguan jiwa ini tak ada penyelesaiannya. Artinya, penanganan dan pengobatan harus dilakukan terus-menerus, dengan kerja sama banyak pihak, karena masalahnya tak selalu mudah.
Sistem pendidikan yang hanya mengejar prestasi, juga bisa memicu tumbuhnya pribadi psikopat. Bila tiap anak dituntut menjadi nomor satu, sementara ia sadar kemampuannya terbatas, apa yang terpikir olehnya untuk mencapai tujuan itu? Bisa saja dia mencari jalan pintas, dan hal ini dapat mengundang anak menjadi seorang yang psikopat.
Memang, gelar psikopat kadang nemplok tanpa pilih tempat. Apalagi sering tanpa sadar masyarakat modern sendiri ikut andil melahirkan psikopat. Karena beratnya tekanan hidup, berbagai hal yang menyimpang dari norma dan hukum, justru menjadi aktivitas "sehari-hari". Dulu ketika BBM naik, jumlah penderita penyakit syaraf di rumah sakit meningkat. Adakah tanda-tanda kekerasan sekarang juga akibat tekanan ekonomi yang semakin tinggi? Begitu tampaknya. Oleh karena itu bangunlah ekonomi dengan serius dan adil.



1 comments:

infogue mengatakan...

Artikel anda di

http://psikologi.infogue.com/preventif_kekerasan_psikopat

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema, game online & kamus untuk para netter Indonesia. Salam!