Selasa, 19 Agustus 2008

Serius Amankan Pilkada

Demokrasi memang mahal. Untuk sebuah pesta demokrasi miliaran dana harus dianggarkan. Anggaran itu meliputi tahapan-tahapan Pilkada. Dimulai sejak pendataan pemilih, pendaftaran KPUD, pembentukan Panwas, anggaran untuk TPS-TPS, surat suara, sosialisasi hingga pengamanan Pilkada.
Jika berhitung untung rugi, betapa ruginya kita jika dana yang dianggarkan begitu besar tapi hasilnya tidak maksimal. Sebutlah, misalnya terpilih ”kucing dalam karung”. Kepala daerah yang terpilih secara langsung ternyata adalah tidak qualifide (berkualitas). Maklum, dari sejumlah Pilkada di Indonesia, jumlah pemilih emosional (karena etnis dan agama) jauh lebih dominan daripada pemilih rasional.
Alangkah jauh lebih rugi lagi jika anggaran yang begitu besar, jika keamanan tidak terjamin. Sebutlah huru-hara yang terjadi seperti Pilgub Sulawesi Selatan dan Maluku Utara yang tidak aman dan berbuntut panjang. Kaca kantor pecah berderai, ekonomi tumbuh lamban, citra daerah pun menjadi rusak. Butuh waktu lebih lama lagi untuk mencairkan kelompok-kelompok massa.
Bagi kita di Kalbar, Kabupaten Kubu Raya sebagai misal sudah menganggarkan Rp700 juta untuk pengamanan Pilkada. Dana itu besar jika dibandingkan kucuran kredit dan fasilitas layanan publik, tetapi sesungguhnya kecil untuk membiayai pesta demokrasi yang aman dan sukses mengantarkan terpilihnya pemimpin terbaik.
Untuk menjamin Pilkada yang aman, Kapolda Kalbar, R Nata Kesuma menegaskan bahwa posisi Polda adalah back-up pengamanan yang dilakukan masing-masing Kapolres. Sementara itu TNI akan menjadi back-up bagi Polda jika terjadi sesuatu yang di luar kemampuan Polres dan Polda dalam menanganinya.
Kita tentu berharap dana Rp700 juta atau lebih untuk Kubu Raya, Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak dan Sanggau yang secara serentak melaksanakan Pilkada bisa dihemat sedemikian rupa. Khususnya dengan cara-cara antisipatif karena antisipasi jauh lebih murah ketimbang operasi lapangan bilamana terjadi huru-hara.
Latihan pengamanan yang selama ini telah dilakukan sangat penting untuk langkah antisipasi. Pada sisi lain, simulasi itu ”show of force” kepada publik bahwa aparat siap untuk terjadinya sesuatu dan lain hal sangat strategis. Show of force atau unjuk kekuatan itu sekaligus ”gertakan” kepada provokator jika berani mengambil resiko dihadapi tegas dan tuntas.
Dalam simulasi sudah jelas ditunjukkan protapnya. Mereka akan ditindak dengan tegas. Bilamana perlu tembak di tempat.
Proses Pilgub Kalbar yang berlangsung Nopember tahun lalu menjadi pelajaran berharga. Bahwa Kalbar berhasil keluar sebagai contoh teladan nasional. Banyak provinsi datang belajar di Kalbar untuk bagaimana agar terselenggaranya Pilkada yang aman dan damai: apapun hasilnya.
Kita berharap, Pilkada di 4 kabupaten-kota 25 Oktober mendatang berlangsung sukses. Soal kalah dan menang, itu soal biasa. Sama saja seperti Piala Eropa kemarin. Tak soal Jerman atau Spanyol yang jadi jawara karena kalah dan menang adalah soal biasa. Kita cukup menikmati fair-play atau permainan profesional.
Polisi sebagai hakim penegak kamtibmas kita harap juga fair-play.KPU dan panwaslu serta media massa juga harus berlaku demikian sehingga keamanan menjadi tanggung jawab kolektif. Semua kita harus menggunakan waktu dan kesempatan secara optimal. Jaminan keamanan amat dibutuhkan masyarakat.




0 comments: