Kamis, 21 Agustus 2008

Masih Ada Residu Kasus Gang 17


Center for Acceleration of Inter-Religious and Ethic Understanding (CAIREU) intens membedah situasi dan kondisi Kota Pontianak menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 25 Oktober mendatang. Setakat ini sudah dua kali CAIREU melakukan diskusi intensif dengan tujuan utama agar terwujud Pilkada Damai di ibukota Kalbar, Pontianak.
Direktur Eksekutif CAIREU Eka Hendry Ar, M.Si dalam pembukaan diskusi di Kampus STAIN tiga hari lalu mengatakan, sebelumnya mereka kalangan akademik telah berdiskusi bersama KPU Kota Drs Hefni Supardi dan Pembantu Ketua III STAIN, Drs Hamka Siregar, M.Ag.
“Hasil diskusi pertama itu disimpulkan bahwa masih ada residu pemilihan gubernur Kalbar tahun 2007 dan kasus Gang 17,” ungkap Eka Hendry di hadapan pembicara dari Majelis Adat Budaya Melayu, H Abang Imien Taha yang diwakili Drs Kasmir Bafirus, M.Si. Hadir dalam diskusi terbatas ini sekitar 15 kalangan akademis.
“Kita mesti mencermati keadaan dengan ultimate choice (pilihan utama, red) damai di Kota Pontianak sebagai barometer demokrasi di Kalbar. Oleh karena itu diskusi seperti ini kami agendakan dengan harapan dapat membawa proses demokrasi di Kalbar dengan damai,” ujar Eka Hendry.
Kasus KPU diduduki akibat ketidakpuasan salah satu contoh yang dikemukakan Eka Hendry. Potensi konflik lainnya tetap harus diwaspadai sesuai tahapan pesta demokrasi.
Di KPU Kota sudah terdaftar 7 pasangan calon. Berdasarkan abjad mereka adalah Abduh-Taha, Haitami-Gusti Hardiyansyah, Harso-Kalut, Hersan-Liem, Oscar-Hartono Azas dan Sri Astuti Buchary-Eka Kurniawan serta Sutarmidji-Paryadi.
Ketujuh pasangan calon itu berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Abduh adalah Direktur Polnep. Taha karyawan swasta. Haitami dan Gusti Hardiyansyah sama-sama akademisi. Masing-masing dari STAIN dan Untan.
Harso adalah teknokrat-wiraswastawan. H Kalut swasta entertein dan aktif di Persipon.
Hersan tak asing lagi adalah politisi Golkar dan Ketua DPRD Kota Pontianak sedangkan Setiawan Liem mantan anggota DPRD Kalbar.
Oscar adalah birokrat. Dia mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak dan kini menjabat Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar.
Sri Astuti Buchary sudah tidak asing lagi. Dia adalah first lady, istri orang nomor satu di Kota Pontianak saat ini. Pendampingnya Ketua DPD PDIP dan Wakil Ketua DPRD Kota.
Sutarmidji dan Paryadi juga sudah tidak asing lagi. Masing-masing adalah Wakil Walikota dan anggota DPRD Kota.
CAIREU melihat irisan etnis menjadi sesuatu yang menarik dalam konteks pemilih emosional. “Dominan pemilih di Indonesia masih memilih secara emosional. Baik itu kedekatan organisasi, daerah, etnis, maupun agama,” ungkap saya yang turut hadir dalam forum diskusi tersebut.
Pendapat yang sama juga dikemukakan Gerry Van Klinken sosiolog yang melakukan riset di Kalbar, maupun trend jajak pendapat yang diselenggarakan oleh LSI ataupun IRDI.
Kasus gang 17 adalah peristiwa kriminalitas murni yang berkenaan dengan keluarga Syarif dan oknum warga Tionghoa Ek San. Namun oleh publik digeneralisir sebagai konflik Melayu-China (Tionghoa). Kerawanan konflik itu yang dicermati atas naiknya ke pentas politik kandidat dalam Pilwako.
Kasmir Bafirus atas nama MABM mengatakan Pilkada Kota akan aman-aman saja walaupun residu Pilgub dan Kasus Gang 17 masih ada. “Saya rasa tinggal riak-riaknya saja. Terpenting kita kawal prosesnya,” ungkapnya.
Kasmir melihat kerawanan bukan muncul dari masyarakat pemilih, tapi proses yang dijalankan oleh KPU dan pengawalan dari aparat.
Prihal pecahnya suara menjadi agenda yang menarik sepanjang diskusi. “Jika ada 7 pasang, tentulah suara akan terpecah tujuh,” katanya. Hanya saja besar yang mana, tergantung dari keberuntungan masing-masing kandidat, termasuk kinerja tim sukses.
Yapandi di dalam diskusi menekankan pentingnya pola komunikasi antar tokoh dan aparat. “Bangun komunikasi yang baik sehingga tidak ada konflik yang membawa dampak negatif.”
Diskusi menyimpulkan perlunya mewaspadai potensi-potensi konflik yang ada sehingga Pilkada Damai bisa terwujud. Pilkada diharapkan melahirkan pemimpin berkualitas (qualified). Tidak memilih politisi busuk, atau memilih kucing dalam karung.



0 comments: