Pers mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Syarif Abdurrachman Singkawang berupaya tampil sebagai salah satu pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Melalui mimbar bebas akademis yang ditopang media kampus, Presma mengawal dan menjunjung tinggi demokrasi—khususnya di Kota Singkawang.
Pemimpin Redaksi Presma, Budi Wijaya dalam pelatihan jurnalistik yang digelar di Kota Singkawang 8-9 Juli lalu mengatakan, Presma akan mendidik anggotanya untuk menjadi agen penegak demokrasi yang profesional sebagaimana visi dan misi jurnalisme itu sendiri, yakni yang sesuai dengan undang-undang, di mana fungsi jurnalis adalah melakukan kontrol sosial selain menyajikan informasi, edukasi dan hiburan. Kontrol sosial adalah kata kunci dalam menegakkan demokrasi di mana suara rakyat adalah suara Tuhan.
Pelatihan selama dua hari yang bekerjasama dengan Harian Borneo Tribune dan Tribune Institute itu mengupas teknik-teknik dasar jurnalistik dan fotografi. Pemateri berasal dari redaktur dan fotografer di Borneo Tribune.
Pada 8 Juli tampil sebagai pemateri teknik-teknik dasar jurnalistik redaktur pendidikan sekaligus pelaksana harian Tribune Institute, Asriyadi Alexander Mering yang dibantu Ketua Biro Sambas, Agus Wahyuni dan Ketua Biro Singkawang, Mujidi. 20 peserta mengikuti dengan takzim di Kampus STIT.
Persma sudah mempunyai media sendiri dalam bentuk bulletin untuk menampung aktivitas para jurnalis kampus. Edisi Presma STIT ini sudah menginjak penerbitan ketiga dengan menampilkan laporan-laporan utama sekitar kampus. Pada edisi kedua Presma mengupas akreditasi yang dituntut mahasiswa pada STIT.
“Memang terasa bahwa pers mahasiswa adalah pilar demokrasi di kampus serta luar kampus karena tugas para jurnalis adalah memverifikasi data atau isu sehingga menjadi dapat dipercaya. Informasi yang benar menjadi pegangan banyak orang untuk bekal-bekal mereka mengambil keputusan di dalam hidupnya,” ungkap senior di Presma Endri.
Mahasiswa semester 6 ini mengatakan, memproduksi bulletin kampus bukan hal yang gampang karena menyangkut manajemen, pembagian tugas, biaya, waktu dan lain-lain, tetapi ilmunya luar biasa berguna. “Kami merasakan bahwa aktif di pers kampus benar-benar tempat berlatih mewujudkan iklim demokratis,” ungkapnya.
Asriyadi Alexander Mering dalam kupasannya mengatakan, tulisan yang baik menjadi informasi yang penting bagi pendidikan masyarakat. Bahkan menulis sama dengan mengabadikan kehidupan. Kehidupan pun menjadi abadi.
Oka, salah seorang mahasiswa yang ikut di dalam pelatihan tampak gembira. Di saat sesi fotografi yang diampu Jessica Wuysang dengan lokasi di Pantai Samudra, dengan blak-blakan mengaku bahagia. “Pelatihan seperti yang digelar Presma sangat berguna bagi kami. Kami sangat bahagia karena banyak ilmu-ilmu baru yang kami dapatkan di luar ilmu pendidikan agama di kampus,” ungkapnya.
Jessica Wuysang yang akrab disapa Maya mengajarkan teknik-teknik pengambilan gambar dengan kamera analog dan digital. Ia juga mengajarkan mahasiswa menggunakan kamera poket dan fasilitas-fasilitasnya.
Mahasiswa tidak hanya mendapatkan materi dan diskusi, tapi juga praktek. Mereka menulis dan memotret dengan disiplin fotografi news yang memikat.
Di dalam praktikum di Pantai Indah mahasiswa menjepret apa saja yang bagi mereka menarik dan mencari sudut-sudut pandang yang penting. Mereka bersemangat untuk menjadi penulis dan pemotret yang profesional sehingga menjadi pemasok informasi yang akurat dalam dinamika masyarakat yang makin kompleks dengan nama demokrasi.
Peserta tak urung berlari, melompat, bagaikan terbang, menari dan bernyayi untuk melihat rekaman gambar-gambar mereka. Jessica Wuysang juga membandingkan gambar-gambar jepretannya yang ada di laptop, dibandingkan dengan karya mahasiswa. Puluhan mahasiswa tertawa terbahak-bahak melihat diri mereka sendiri dalam berlatih. Ada yang melompat, terbang, berlari...
Diskusi makin seru dan ditutup dengan harapan-harapan, bahwa semua ilmu yang didapatkan untuk dapat dituangkan ke dalam bulletin presma untuk mengawal demokrasi diSingkawang. Mahasiswa harus memulai menerapkan ilmu yang didapatkan, karena ilmu yang dipraktikkan seperti pohon yang berbuah. Sebaliknya, ilmu yang tidak diamalkan sepertipohon rimbun tak berbuah.
Jumat, 15 Agustus 2008
Persma STIT Mengawal Demokrasi di Singkawang
Posted by Noeris at 22.46
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar