Menumpuk kasus illegal logging di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Sepanjang Juli 2007-2008 jumlahnya mencapai 43 kasus. Dari 43 kasus itu baru 1 kasus yang sudah jatuh vonis majelis hakim. Kasus tersebut adalah kasus illegal logging Tony Wong (TW) di Ketapang. Sementara sisanya masih bergelut di pengadilan.
Kita melihat proses jatuhnya keputusan di pengadilan memang lamban. Apalagi sepanjang Juli-Agustus 2008 kasus-kasus baru illegal logging terus bertambah. Hal ini berarti akan semakin memberikan pekerjaan rumah kepada Kejaksaan Tinggi untuk memproses kasus hukumnya.
Kita maklum bahwa proses hukum itu tidak seperti membuat kue di pabrik di mana setelah alat, bahan, dan metode cukup, maka kue sudah tercetak dalam waktu singkat. Proses hukum membutuhkan bukti-bukti materil, membutuhkan saksi-saksi selama persidangan, dan membutuhkan surat izin dari presiden jika kasus illegal logging itu menyangkut pejabat negara.
Kita maklum. Sekali lagi maklum dengan proses administrasi dan taat prosedur tersebut. Tetapi kita juga menagih janji dan komitmen pemerintah untuk memberantas illegal logging.
Kita mendengar janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pemberantasan illegal logging juga setara dengan pemberantasan korupsi. Bahkan SBY menjadikan pemberantasan illegal logging sebagai bagian prioritas dalam masa jabatannya.
Tak heran, ketika Tony Wong menulis surat kepada SBY, dicantumkan pula melalui internet, maka semakin terbongkar kasus-kasus illegal logging lainnya di Kalbar. Dampaknya seperti yang kita lihat sekarang, jumlah kasus membengkak hingga 43 kasus. Terus bertambah dan bertambah kendati polisi terus menongkrongi.
Efek jera yang selama ini diharapkan masih belum terlihat jelas. Hal itu karena baru 1 putusan dari 43 kasus. Maka kita berharap putusan lebih cepat dan mempunyai efek jera.
Alasan klasik Kejati kita maklumi, bahwa penanganan kasus di pengadilan membutuhkan waktu, tetapi waktu bisa dihemat sedemikian rupa jika ada komitmen kuat. Demikian karena kejahatan illegal logging bukan hanya white collar crime, tetapi sudah pada extraordinary crime. Kejahatan yang luar biasa.
Kejahatan luar biasa itu terutama pada dampak kerusakan lingkungan yang tiada tara. Pertama dalam skala kecil adalah rusaknya habitat hutan. Dalam skala lebih luas adalah rusaknya ekosistem lokal dan global.
Kita di Kalbar sudah merasakan dampak dari kerusakan hutan tersebut. Lihatlah kebakaran ladang semakin kerap terjadi sehingga membuat udara yang kita hirup tidak sehat, erosi semakin tinggi sehingga melarutkan bunga tanah. Tanah hutan menjadi tidak subur, sungai menjadi dangkal, dan masyarakat kehilangan banyak sumber mata pencahariannya. Baik di lingkungan hutan, maupun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas.
Kajati Salamoen mengakui bahwa dia bertugas di Kalbar adalah untuk menuntaskan kasus-kasus seperti illegal logging tersebut. Kapolda Kalbar R Nata Kesuma juga tak kalah kerasnya. Dia ditugaskan ke Kalbar khusus untuk menumpas illegal logging karena terkait kasus Ketapang hampir setahun yang lalu.
Jika pejabat pusat dan daerah sudah punya komitmen yang sama, logikanya semua syarat administrasi menjadi lancar. Jika tidak lancar dan macet, kita patut bertanya, masih adakah komitmen para pejabat itu? Tidakkah mereka sudah ternoda? Maklum aliran dana illegal logging itu sangat besar.
Untuk memantau benar tidaknya pernyataan lisan para petinggi kita patut mendesak kepada pemerhati, pemantau, peneliti dan aparat pemeriksa agar menelaah kembali kasus per kasus yang ada tersebut jangan sampai ”masuk angin”. Sesuatu yang kita miliki saat ini adalah kewenangan mengontrol. Bersuaralah, sebab jika tidak bersuara maka suara Anda tak akan didengarkan.
Selasa, 26 Agustus 2008
43 Kasus Illegal Logging Baru Putus 1
Posted by Noeris at 03.14
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar