Rabu, 04 Juni 2008

Permohonan Maaf “Atas Nama” Warga Tionghoa--YBS Bersikap Aneh

Permohonan maaf merupakan nilai-nilai yang terpuji di dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan pendapat orang-orang bijak mengatakan, memberikan maaf jauh lebih terpuji daripada yang meminta maaf. Demikian karena posisi orang yang memberikan maaf berada di atas angin. Oleh karena itu yang memberikan maaf mendapat tempat yang lebih mulia. Apalagi memohon maaf selama ini dianggap murah, atau gratis.
Tapi persoalan permohonan maaf “atas nama” telah menjadi duri dalam daging. Ibarat orang yang makan, tersangkut tulang di tenggorokannya. Terasa sakit hingga saat ini.
Permohonan maaf atas nama “warga Tionghoa” telah menimbulkan rasa perih di sejumlah kalangan internal warga Tionghoa sendiri. Mereka yang nyata-nyata mengaku sakit itu adalah Rusli Agus alias Chua Yang Khui, sosok sepuh warga Tionghoa yang berpandangan jauh ke depan dan mantan pengurus di YBS.
Chua Yang Khui telah mengirimkan sepucuk surat kepada YBS selaku paguyuban terbesar milik warga Tionghoa di Kalbar yang misi utamanya adalah mengurusi “orang mati.” Surat itu tertanggal 6 Maret 2008. Surat ditujukan kepada Ketua YBS Lie Khie Leng dengan alamat kantor di Jalan Gajahmada No 233, Kota Pontianak.
Chua Yang Khui menuliskan pada paragraf pertama—bahwa—membaca pengumuman pada media cetak tanggal 8 Desember 2007 tentang Permohonan Maaf yang dibuat oleh pihak Lie Khie Leng dkk, maka saya selaku seorang warga Tionghoa Kota Pontianak telah membaca redaksi yang tidak tepat, dan dikuatirkan menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat.
Adapun kutipan sesuai pengumuman tersebut—Berdasarkan hasil pertemuan secara kekeluargaan yang diprakarsai oleh Kepolisian Kota Besar Pontianak, kami atas nama wargaTionghoa Kota Pontianak…dst”—bahwa pengumuman tersebut telah sengaja menyimpulkan adanya kesalahan yang dilakukan oleh seluruh warga Tionghoa Kota Pontianak, sebab persoalan sebagaimana pengumuman tersebut pada prinsipnya hanya dilakukan Saudara Iksan sendiri, maka menurut saya berita tersebut berkonotasi negatif dan sangat merugikan saya, sehingga dengan ini saya mohon sekiranya pihak bapak dapat merevisi/merubah redaksi pengumuman tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) minggu sejak diterimanya surat ini dan memuat kembali dengan media cetak yang sama dengan redaksi sebagai berikut:
“Berdasarkan hasil pertemuan secara kekeluargaan yang diprakarsai oleh kepolisian kota besar Pontianak, kami atas nama keluarga Ikhsan sebagai warga Pontianak….dst”.
Surat Chua Yang Khui itu juga ditembuskan kepada Kapolda Kalbar, Kapoltabes Pontianak, dan Pemred sejumlah media.
Chua Yang Khui kerap kali mendiskusikan materi yang tampak sepele namun penting dan esensial tersebut kepada sejumlah kalangan demi stabilitas pembangunan. Termasuk dengan para pakar hukum.
Chua Yang Khui merasa berhak memberikan masukan, kritik dan saran terkait pengalaman hidupnya sebagai warga negara di Kalbar. Kata Chua Yang Khui, kebanyakan warga Tionghoa yang sadar akan bahaya negatif ”atas nama” warga Tionghoa tersebut bersifat permanen di mana apabila terjadi kasus-kasus kriminal lain warga Tionghoa bisa laten kena getahnya. Padahal yang berbuat adalah oknum, dan oknum tersebut mestinya yang bertanggung jawab. Begitupula aparat yang sudah berbuat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sesuai amanat undang-undang. Sebut misalnya polisi, eksekutif, legislatif, pers, maupun yayasan sebagai tempat berkumpulnya para tokoh masyarakat seperti YBS.
Chua Yang Khui heran kenapa aspirasinya tidak mendapat respon sebagaimana layaknya dari Ketua YBS. Termasuk telah menyuratinya berkali-kali jika secara lisan tidak ada kecocokan waktu dan tempat.
Surat yang diajukan Chua Yang Khui pada 6 Maret dikembalikan ke alamatnya. Tapi tak hilang akal, Ketua YBS Lie Khie Leng disurati kembali lewat Pos dan Giro pada 14 Mei 2008, tapi dikembalikan juga. Pos membubuhkan tanda ”alamat benar, tapi tidak ada nama tersebut”.
Chua Yang Khui merasa janggal dan aneh. ”Apakah koreksi itu dianggap angin lalu?” Kata Yang Khui, dia sudah tua. Dia tidak perlu reputasi dan pujian atas perjuangan ini jika membuahkan hasil. Tapi yang dilakukannya adalah panggilan hati nurani selaku anak bangsa yang ingin mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat secara hakiki dan permanen. “Itu yang hendak saya wariskan kepada Kota Pontianak yang saya cintai ini,” ungkapnya.




0 comments: