Selasa, 24 Juni 2008

Hari Ini Dialog Tragedi Mandor-Kupas Perda No 5 Tahun 2007

Tragedi Mandor adalah tragedi pembunuhan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa warga Kalbar yang terdiri dari para pejuang dan berbagai elemen masyarakat dalam melawan penjajah Jepang.

Penangkapan dan pembunuhan yang berlangsung dalam kurun waktu 1942-1944 berupa operasi gelap di mana tokoh-tokoh diculik dan disungkup. Penculikan dilakukan Dai Nippon pada malam atau dini hari. Mereka dibunuh secara keji dengan modus operandi kepala disungkup dengan karung.
Kegiatan Jepang melakukan hal tersebut menurut pengamat sejarah Drs Soedarto dalam dialog bersama siswa di Mandor dalam peringatan Hari Berkabung Daerah (28/6/2007) akibat kekalahan Jepang di berbagai belahan dunia, termasuk pemberontakan di Kalsel.
Jepang juga menangkap pejuang di Medan Sepakat, Kota Pontianak. Termasuk dr Rubini dkk.
Pada sisi yang lain diungkapkan, Jepang ingin meng-Jepangisasi Kalbar. Alasannya kalbar secara geografis dekat dengan Jepang. Oleh karena itu para cerdik cendikia dibantai secara sadis, dan meninggalkan anak-anak serta perempuan.
Sebelumnya, Jepang telah membombardir Kota Pontianak dengan kisah yang terkenal sebagai Bom Sembilan. Warga sipil yang tewas ketika itu mencapai puluhan jiwa. Di antara para keluarga korban hingga kini masih menyisakan saksi-saksi mata. Termasuk sejumlah anggota romusha atau para pekerja paksa.
Dukacita Kalbar itu sepi dari pemberitaan sejarah nasional. Oleh karena itu lewat berbagai seminar, dialog, dan diplomasi-diplomasi, lahirlah Perda No 5 Tahun 2007.
Pemda Kalbar telah menyerap aspirasi masyarakat sejak ditemukannya tulang belulang di lokasi makam massal di mana terdapat para raja di Kalbar, para cerdik cendikia, para guru, pengusaha, jurnalis dan tokoh-tokoh masyarakat.
Menurut Soedarto, Gubernur Kadarusno memegang peranan sangat penting. Dia bekas anggota KNIL dan mantan anak buah Sultan Hamid II.
Saat Kadarusno mendengar ada penemuan tulang belulang di tengah hutan, dia memerintahkan untuk membongkar tempat tersebut. Ketika itu 28 Juni. Dan dibangunlah Makam Juang Mandor dengan arsitek Ir Said Dja’far serta diresmikan pada 28 Juni.
Pada 28 Juni sebagai waktu diresmikannya Monumen Makam Juang Mandor oleh Gubernur Kadarusno, ditetapkan pula sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD).
Perda No 5 mengatur pengibaran bendera setengah tiang. Dinas-Instansi terkait, terutama sekolah-sekolah dan rakyat keseluruhan diimbau untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada setiap tanggal 28 Juni.
Diharapkan dengan simbolisasi tersebut, tertanam nilai-nilai kejuangan bagi warga Kalbar untuk terus mengisi alam kemerdekaan dengan karya nyata. Mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Mereka yang terkubur itu adalah multiras, multietnis, multiagama. Sepatutnya bagi semua warga Kalbar bersatu padu, tidak mudah dipecah-belah dalam isu apapun. Ingat di Kalbar ada monumen perjuangan yang bernama Mandor.
Drs Soedarto setahun yang lalu berpendapat di Mandor tidak hanya patut menjadi Monumen Perjuangan Daerah tapi di kompleks tersebut juga sepatutnya menjadi arena medan belajar siswa, mahasiswa, peneliti dan warga Kalbar. Lokasi yang hanya berjarak 80 km dari Kota Pontianak itu bisa memajang foto-foto perjuangan, kisah-kisah Mandor secara detil, perpustakaan perjuangan Kalbar, semacam musium mini, bahkan studio di mana bisa ditayangkan film-film perjuangan.
Soedarto sepakat, Mandor menjadi medan belajar dengan memetik nilai-nilai kebaikan di dalamnya.
Pesan-pesan tersebut patut menjadi bagian dari pertemuan para tokoh pada hari ini, Jumat (20/6) di The Roof Cafe, Hotel Peony.
Harian Borneo Tribune yang bertindak sebagai fasilitator mengundang sedikitnya 30 tokoh. Mereka mulai dari pejabat Pemprov Kalbar, DPRD Kalbar, para tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, maupun para keluarga korban. Dialog pada hari ini hendak menindaklanjuti Perda No 5 Tahun 2007 untuk disambut, diisi, dimaknai.





0 comments: