Bahasa merupakan medium komunikasi. Komunikasi agar informasi, gagasan atau pesan yang ingin disampaikan diketahui oleh sasaran. Sasaran diharapkan memberikan respon atas apa yang diterimanya. Baik proaktif maupun inaktif. Dalam konteks bahasa pemberitaan Gang 17 adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu, untuk mengedukasi sekaligus sosial kontrol.
Bahasa yang tepat dalam kasus kericuhan di Gang 17 yang terjadi pada Rabu (6/12) malam kawasan Jalan Tanjungpura Kota Pontianak adalah agar dapat
menyebabkan informasi yang diterima bulat dan utuh tanpa bias. Masyarakat Kalbar disajikan berita secara utuh sehingga anasir serta isu-isu liar yang dapat menyebabkan suasana menjadi lebih keruh dan kontraproduktif dapat diminimalisir.
Jika bahasa yang digunakan mengambang, bisa menimbulkan multitafsir. Suasana edukatif bisa kandas. Masyarakat bisa lebih dilanda kecamuk, bahkan media bisa pecah seperti yang terjadi di Ambon.
Harian Borneo Tribune pada edisi Kamis (7/12) menyajikan berita dengan headline: "Kelahi Picu Pengrusakan Ruko". Angle-nya: Sejumlah rumah dan toko (ruko) serta mobil di sepanjang Jalan Kedah, Jalan Ketapang dan Jalan Tanjungpura Gang Tujuh Belas tadi malam rusak akibat lemparan batu. Pemicunya perkelahian pemuda sekitar pukul 19.00."
Latar Belakang Situasi
Pada hari Rabu (6/12) kemarin memang merupakan hari kelabu bagi Kota Pontianak. Banyak aksi massa yang anarkis pada hari itu.
Pukul 17.30 di kawasan Kampus STKIP terjadi kekerasan massa. Persoalannya bermula dari lapangan bola. Ketidakpuasan atas hasil pertandingan berbuntut ke luar. Oknum massa mahasiswa UPB menyerang dan melayangkan batu sehingga kaca berderai di Kampus STKIP. Kondisi yang saat itu sepi jadi heboh. Mahasiswa yang kost berhamburan ke luar dan mengejar massa yang buat huru hara. Mereka juga membawa sajam.
Sebelumnya di siang hari, UKM Mimbar Untan diserang ratusan mahasiswa Fisipol terkait pemberitaan beasiswa. Mereka menuntut penulis beritanya diadili. Aksi ini tergolong kolosal di lingkup akademik, tapi tak ada anarkisme di dalamnya. Kendati demikian polisi sudah siaga.
Telepon Bertalu-talu
Dapur redaksi Borneo Tribune yang sedang “memasak” berita dihadapkan pada situasi luar biasa. Tak pernah keadaan seperti ini. Telepon masuk bertalu-talu.
Saya ditelepon anggota DPRD Kalbar, Michael Yan Sriwidodo yang bertanya ada apa di Gajahmada? Saya katakan buntut dari aksi massa mahasiswa yang berkelahi gara-gara bola.
“Yang saya dengar lain,” katanya.
Saya segera cross-check dengan wartawan yang berada di lapangan. Agus Wahyuni yang patroli mengakui ada dua kasus yang berbeda. “Polisi ramai, massa juga ramai sekali,” ujarnya.
Kasus Gang 17 terjadi melibatkan massa. Meliput konflik seperti ini sangat sulit. Tidak gampang mendapatkan sumber-sumber primer. Bahkan nama-nama sumber primer pun belum akurat.
Sedikitnya 4 wartawan berada di lapangan. Mereka dapat informasi yang berbeda-beda. Untuk ini semuanya dipresentasikan untuk kemudian dicari solusi terbaik menuliskannya agar tetap informatif dan edukatif.
Telepon terus masuk bertalu-talu. Selain Michael Yan yang terus monitoring, juga advokat W Suwito, SH, MH. Terjadi pro dan kontra, apakah kasus yang masih sumir harus segera dimuat atau tidak?
Saya berkonsultasi dengan Direktur Pantau, Andreas Harsono. Dia jurnalis yang punya reputasi sangat baik dalam meliput konflik dan investigasi. Katanya lebih baik dimuat dengan syarat akurat. Berita yang faktual dan akurat akan menepis isu-isu yang bisa lebih negatif dari fakta sesungguhnya. “Tapi bahasanya harus elegan,” katanya.
Pro Kontra
Dapur redaksi tegang. Dimuat atau tidak?
Memuat berita adalah perkara mudah, tapi dampaknya esok hari siapa tahu? Borneo Tribune tak ingin gegabah.
Sejumlah redaktur menghendaki berita ini dimuat. Ada redaktur lainnya menolak dengan pertimbangan politis. Kasus Gg 17 dinilai punya sumbu dengan Singkawang di mana terpilih Walikota etnis Tionghoa: Hasan Karman. Di sisi lain ada sidang di Pontianak yang juga mengerahkan massa. “Tunggu saja sehari lagi. Matangkan dulu beritanya. Jangan sumir,” kata Yusriadi.
Pertimbangan lanjutannya adalah prediksi berhadapannya etnis Melayu dengan Dayak. Tionghoa hanya sasaran antara.
“Muat saja,” kata Tanto Yakobus dan Asriyadi Alexander Mering. Pertimbangannya, gaya Borneo Tribune pasti beda dengan segala disiplin jurnalistik dan profesionalisme yang dimilikinya. Oleh karena itu akan jadi referensi. “Kalau tidak dimuat, lalu media lain memprovokasi maka tak akan ada patokan warga Kalbar,” ujar Tanto.
“Hati-hati,” kata Fakun yang juga Kepala Pracetak dan Percetakan. Stevanus Akim lebih banyak diam. Tapi telepon sesama redaktur tetap bertalu-talu. AA Mering mengaku ditanyai Bupati Sanggau Yansen Akun Effendi dan Bupati Sekadau, Simon. Massa saat itu masih melakukan pengrusakan.
Para redaktur memberika jawaban yang menyejukkan. Ilmu jurnalistik yang balance jadi sandaran.
Presentasi Kasus
4 wartawan yang bertugas di lapangan: Agus Wahyuni, Sugeng Mulyono, Mujidi dan Lukas B Wijanarko presentasi pada pukul 23.00-24.00. Sumber primer masih sumir. Masih katanya-katanya-katanya. Hanya foto yang berbicara.
Saya tidak berani memuat siapa yang dijotos: Syarif Usman atau Syarif Usmar? Awal kasus yang dapat dipastikan hanya berkelahi, bukan background Pilkada. Keesokan harinya media semua salah memberitakan karena yang benar bukan Syarif Usman atau Syarif Usmar yang dijotos pria berinisial Iks, tapi adalah Syarif Mustafa Ibrahim (52).
Kesalahan menuliskan nama tak jarang berbuntut panjang. Bisa terjadi kekerasan berbalik ke media yang bersangkutan.
Akhirnya, dari presentasi yang diluahkan, saya memutuskan peristiwa ini dimuat. Fakta dan foto yang berbicara. Foto mewakili ribuan kata.
Berita Selengkapnya
Sejumlah rumah dan toko (ruko) serta mobil di sepanjang Jalan Kedah, Jalan Ketapang dan Jalan Tanjungpura Gang Tujuh Belas tadi malam rusak akibat lemparan batu. Pemicunya perkelahian pemuda sekitar pukul 19.00.
Dari keterangan beberapa warga kejadian bermula dari perkelahian dua orang warga. Satu di antaranya dari Gang Tujuh Belas.
Perkelahian berhasil dilerai beberapa warga. Selang beberapa lama, tiba-tiba ada sekelompok massa mendatangi rumah 122 A Gang Tujuh Belas padahal rumah tersebut sudah dijaga puluhan personil aparat.
Massa nekad memasuki rumah tersebut, tetapi berhasil dihalang petugas. Sempat massa bersitegang dengan petugas. Sempat terjadi pelemparan batu oleh beberapa warga yang mengenai atap rumah.
Setelah petugas berhasil mengevakuasi penghuni rumah menggunakan truk dari satuan Brimob, massa dengan bebasnya memasuki rumah tersebut. Kaca-kaca pun rontok.
Tak lama dengan cepat aparat bertambah banyak lalu menghalau massa keluar dari gang.
Sementara Wakapoltabes, AKBP Andi Musa yang saat itu sedang berada di lokasi kejadian mengatakan tersangka sudah diamankan polisi, dan untuk korban sementara sudah dirawat di rumah sakit.
Andi mengimbau agar masyarakat mempercayakan penanganan dan pengamanan kasus ini kepada polisi dan memberikan pemahaman kepada warga sekitar untuk tidak menciptakan suasana yang keruh. Hingga berita ini diturunkan keamanan Kota Pontianak sudah kondusif.
Andi menghimbau masyarakat jangan sampai melakukan tindakan berupa upaya- upaya yang bisa memprovokasi warga lain di Kalbar sehingga menimbulkan masalah. Untuk itu masyarakat harus cerdas dalam menyikapinya serta bisa menahan diri. Dalam setiap konflik kalah jadi abu, menang pun jadi arang. Jadi, sama-sama tak ada artinya. Keamanan mesti diperjuangkan utuh secara bersama-sama. Jangan menyesal datangnya belakangan. (terbit edisi Jumat 7 Desember 2007).
Bahasa Berita
Sumber berita primer tak berhasil ditemui. Mereka dalam lindungan aparat. Aparatlah satu-satunya yang menjadi sumber resmi. Sumber resmi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bahasa ekspose Borneo Tribune lebih menekankan “kelahi” dan “pengrusakan ruko”. Keduanya adalah hubungan sebab-akibat. Peristiwanya faktual sehingga ekspose Borneo Tribune bukanlah mengada-ada atau berita bohong.
Kelahi adalah hal sepele. Kejadiannya bisa di mana-mana. Tak perduli tua-muda dan kaya-miskin. Oleh karena peristiwa ini adalah kriminalitas murni, bukan etnis, bukan agama, bukan politis (Pilkada, red) maka dia diturunkan sebagai sebuah headline lantaran penting. Orang banyak mengaitkan dengan Pilkada Gubernur Kalbar di mana keluar sebagai pemenang sesuai pleno KPUD (27/11) adalah pasangan Cornelis dan Christiandy Sanjaya. Incumbent UJ-LHK kalah, termasuk OSO-Lyong dan Akil-Mecer.
Jika ada perkelahian, yang bertugas menanganinya adalah aparat kamtibmas dalam hal ini polisi. Ketika ekspose berita menggunakan bahasa, polisi sudah menangani para pelaku, dan serahkan kasus ini kepada polisi, maka media massa sudah mengkomunikasikan hal faktual. Informatif
Senin, 16 Juni 2008
Bahasa Berita Kasus Gang 17
Posted by Noeris at 06.40
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar