Polda Kalbar kembali mengamankan 13 ribu log kayu ilegal di Desa Labay, Sungai Martir, Kabupaten Ketapang, Kamis (17/4). Diamankan 4 truk, dua kapal, sejumlah chainsaw dan sepeda.
Tiga tersangka illegal logging dalam kasus yang baru ditemukan di pedalaman hutan lebat Il, An dan Ah dinyatakan buron. Ketiganya diimbau untuk menyerahkan diri sebelum masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Di TKP pedalaman Ketapang yang sudah berbatasan dengan Sanggau itu dengan mudah ditemukan para pekerja illegal logging. Mereka masih bekerja mengangkut kayu-kayu olahan di bawah pengawasan aparat karena kayu-kayu itu menjadi barang bukti, perlu dikumpulkan dan diproses hukum.
Di lokasi sawmill terdapat tidak kurang dari 20 pekerja. Di lorong-lorong kecil yang merupakan jalan keluarnya kayu-kayu olahan juga ditemukan sejumlah pekerja. Tidak ada dari mereka yang ditahan, kecuali diambil keterangannya.
Pelaku illegal logging berantai. Mereka mulai dari yang terkecil, yakni para penebang, kemudian para cukong, para backing, hingga para makelar.
Untuk memburu pelaku illegal logging di tingkat para pekerja tidaklah sulit. Mereka dengan lugunya bekerja untuk upah Rp 40-50 ribu perhari. Di mana dari upah rendah itu mereka hanya cukup untuk mengganjal perut. Kondisi mereka tetap miskin mutlak.
Pelaku illegal logging yang strategis untuk diburu dengan harapan tercapai titik zero (non) illegal logging adalah pemilik atau pemodal, alias cukong-cukong. Kepada mereka inilah pundi-pundi keuangan kayu yang “manis” menumpuk.
Keuangan yang menumpuk dari para cukong menyebabkan mereka mudah menggoda aparat dari lintas instansi. Laporan dari kasus di Ketapang yang melibatkan Mabes Polri, per pos keamanan mereka merogoh per bulan mencapai Rp 120 juta. Suatu angka yang selangit.
Harga jual kayu memang menggiurkan, terutama di luar negeri. Di Kuching, harga jual kayu asal Kalbar bisa meningkat 1000 persen. Jika di Kalbar Rp 700 ribu per meter kubik, di Kuching bisa Rp 7 juta. Angka yang sangat menggiurkan bagi cukong dengan mata bisnis—bukan mata ekologi apalagi sosial.
Pelaku illegal logging yang menjadi backing juga patut diburu. Mereka adalah siapa saja yang menjadikan punggungnya sebagai tameng pelindung, apakah mereka birokrat, politisi, atau polisi dan hakim/jaksa. Tak terkecuali tokoh-tokoh di manca negara. Mereka layak diburu sebagai target operasi kedua setelah para cukong. Karena hanya dengan cara ini dalam waktu singkat tindakan illegal logging bisa dicegah.
Jika para cukong diburu, maka pelaku illegal logging di tingkat penebang kayu, sopir di darat maupun di laut tak akan ada yang menggaji. Pada gilirannya mereka bisa mundur teratur mencari lapangan pekerjaan lain.
Pekerjaan memburu aktor-aktor strategis illegal logging merupakan pekerjaan yang penuh tantangan dari para polisi/polhut. Mereka harus siap tergoda dengan uang.
Tapi apalah arti uang, seberapa pun banyaknya jika kelak di depan kamera berjalan terbungkuk-bungkuk, muka tertutup dan tangan terborgol dan karir terkubur? Uang memang diperlukan dalam hidup, tapi hidup tidak akan mati tanpa uang.
Dalam hidup segala-galanya butuh uang, tapi uang bukan segala-galanya di dalam hidup. Alam perlu kita lestarikan karena dia harta warisan tak ternilai harganya dari para anak cucu setahun, 10 tahun, 100 tahun hingga miliaran tahun yang akan datang. ■
Rabu, 23 April 2008
Memburu Pelaku Illegal Logging
Posted by Noeris at 01.23
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar