Minggu, 16 Maret 2008

Ketahanan Budaya, Bagian dari Visi Cornelis--Jangan Dikira Saya Anti Islam

Tak banyak perubahan yang berarti pada kantor orang nomor satu di Kalbar ini setelah 14 Januari kemarin dilantik sebagai Gubernur, kecuali di depan Balai Petitih sudah tak ada sofa dan artefak foto serta lemari pajangan. Loby dibiarkan kosong untuk—mungkin—kelak ditata kembali.
Ruai Telabang di depan ruang kerja Gubernur Kalbar di lantai dua, tetap seperti yang dulu ketika Pemprov dipimpin Gubernur H Usman Ja’far, kecuali sofa ditarik ke arah dinding sehingga tetamu mudah melihat ke kaca Jalan Raya Ahmad Yani. Selain itu juga tidak terlalu dekat dengan ruang tunggu bagian dalam yang terdiri dari beberapa set sofa luks.
Jadwal kunjungan silaturahmi dinyatakan diterima oleh Pemprov Kalbar untuk MABM pada Kamis (28/2) siang. Tepat pukul 10.00 pengurus MABM Kalbar di bawah kepemimpinan Ketua Umum H Abang Imien Taha sudah berkumpul di Rumah Melayu kawasan Jalan Sutan Syahrir, Kota Baru.
Pukul 11.00 WIB rombongan dengan dua kendaraan roda empat telah tiba di Kantor Gubernur.
Saat rombongan MABM tiba di ruang tunggu sudah ada cukup banyak tamu. Selain di ruang tunggu utama, juga di deretan kursi dinding kaca banyak tamu dari berbagai unsur. Tampak pula di deretan tamu untuk menunggu Bupati Landak, Adrianus Asia Sidot dan Kardjono.
“Sebentar ya Pak di dalam lagi ada meeting,” ungkap staf Gubernur, Fahmi.
Rusman Namsuri, Sekum MABM yang melaporkan kedatangan tabik-tabik mengikuti prosedur. Tetamu kemudian menunggu.
Sekitar 20 menit, pintu lebar ruang kerja Gubernur terbuka. Tampak melangkah keluar Kepala Bappeda Kalbar Ir H Fathan A Rasyid, M.Agr beserta stafnya Karsono. Di belakangnya ada Cornelis dan Christiandy.
Cornelis menebar senyum kepada para tamu yang memberikan rasa hormat. Pria bersafari warna kuning khas baju PNS ditambah emblem eksekutif nomor satu di saku yang menggantung laksana buah jengkol, Cornelis menyalami satu persatu dengan akrab. “Siapa tamu yang terdaftar dulu?”
“MABM Pak,” kata stafnya.
“Ya memang harus antre ya bapak-bapak, MABM dulu. Kan MABM yang terdaftar. Yang tidak terdaftar harap antre agar semua kebagian,” ujarnya dengan suaranya yang khas. Cornelis masih tetap berdiri di antara tetamunya seraya mencandai Zulfidar, anggota PDIP yang santer ingin maju jadi Walikota. “Mane kau Zul, udah jadi Gubernur aku baru kau ke sini,” sapanya bercanda. Yang lain yang mendengarkan pun meledak tawanya. Zulfi sendiri keki. “Anu Pak, anu....” katanya cari alasan.
Dalam keceriaan siang itu pengurus MABM memasuki ruangan kerja Cornelis. Cornelis sendiri minta izin menyalakan rokoknya. “Maaf ya Pak, saya boleh merokok?” tanyanya. “Boleh, boleh. Cuma rokok saya ketinggalan. Pikir di sini dilarang merokok,” kata Imien Taha gembira karena Cornelis tak terlalu protokoler.
Imien Taha kemudian mengatakan bahwa MABM sengaja bersilaturahmi dalam rangka melaporkan hasil Mubes MABM dengan terbentuknya kepengurusan baru di mana Imien terpilih sebagai pemimpin untuk periode yang kedua. Imien juga mengucapkan selamat atas terpilihnya Cornelis sebagai Gubernur Kalbar dalam keadaan yang aman dan kondusif.
Imien tak lupa memperkenalkan 13 orang pendamping yang datang bersamanya. Dimulai dari Ali Kadir, Rusman Namsuri, Azhari Abdullah, Mustafa, Mirza Moein Idris, Farid Panji Anom, Rudyzar, Zulfidar, dan lain-lain.
Di tengah pembicaraannya, Imien memberikan buku program kerja yang prioritasnya meningkatkan SDM dan kesejahteraan serta rencana Festival Budaya Melayu yang bakal dihelat pada Bulan Juli di Kota Sanggau.
Menerima penjelasan itu, Cornelis mengatakan, soal adat dan budaya sudah menjadi bagian dari visi-misinya. “Bapak jangan kuatir, ketahanan budaya menjadi perhatian pemerintahan kita,” ungkapnya.
Cornelis mengatakan, budaya bangsa adalah puncak-puncak kearifan yang pernah kita capai sebagai Bangsa. Hanya saja, sempat dalam kurun waktu Orde Baru, kebudayaan diseragamkan sehingga ada diskriminasi. “Kita di Kalbar tertekan. Dan kini saatnya kita bangun ketahan budaya dengan menggali nilai-nilai luhur untuk diwariskan kepada generasi muda dan menjualnya untuk pariwisata secara arif, adil dan bijaksana,” ungkapnya.
Cornelis mengatakan, untuk membangun Kalbar tidak bisa hanya satu adat dan budaya saja, melainkan harus bersama-sama karena Kalbar multi etnis, multi agama dan multi kultural. “Kita harus bisa belajar dari Malaysia di mana mereka juga ada Dayak, Melayu dan China, tetapi karena mereka bersatu, kompak, maka mereka bisa maju. Saya banyak belajar dari sana. Termasuk untuk Pilkada kemarin. Karena menurut Quran, Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak mau merubahnya,” ungkapnya.
Cornelis mengatakan, dasar negara Malaysia adalah Islam, tetapi mereka moderat. “Dimulai dari hati nurani. Dimulai dari diri kita sendiri. Kerja keras. Berusaha. Sebab Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika kaum itu sendiri tidak mau merubahnya,” ungkapnya.
Mantan Bupati Landak ini mengakui kalau dia pertama mengaktivasi etnis, tetapi setelah terpilih dia menjadi milik semua golongan dan semua mendapatkan perlindungan. “Saya dikira anti Islam, tidak. Saya tidak anti Islam, bahkan masjid, gereja, kelenteng saya katakan silahkan dibangun di Landak saat saya jadi Bupati dan tidak perlu minta izin. Cuma saya marah jika rumah ibadah dibangun, tapi tidak dipakai,” ungkapnya.
Dengan santai dan dialogis, Cornelis mengatakan di suatu desa pemeluk Islam hanya 7 orang dan saat dia mengakhiri jabatan sebagai Bupati Landak jumlahnya sudah 40 orang. “Semuanya aman. Masjid bisa dibangun,” kata dia.
Disimpulkan Cornelis, hubungan kerjasama antara Dayak, Melayu, China sudah berlangsung berabad-abad yang lampau. Banyak Islam di pedalaman yang sudah tumbuh berabad-abad yang lampau. Begitupula orang Tionghoa, sampai ke ulu-ulu sungai pun ada. “Jangan kita mau dipecah-belah sebagai warisan dari penjajah Belanda,” tegasnya.
“Sekaranglah saatnya kita bersatu. Saye nih dibesarkan di tengah masyarakat Melayu. 12 tahun di Ketapang dan seterusnya di Kota Pontianak. Kiri-kanan saye orang Melayu bah,” kata dia membuat semua yang hadir tersenyum. Cornelis bahkan fasih menyebut Allah Subhanahu Wata’ala. Dan itu diungkapkannya berkali-kali sehingga yang hadir haru campur geli. “Tapi inilah saye. Kite di sini same-samelah membangun. Nak kemane agik bah,” tuturnya dengan aksen Pontianak.
Cornelis mengajak menjadikan budaya sebagai identitas dengan dipelihara serta diambil nilai-nilai positifnya. “Kita harus mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Jangan bertikai, sudah bukan zamannya lagi. Sekarang saatnya kita membangun secara bersama-sama. Saling bergandengan tangan dengan mesra antara Melayu, Dayak, Tionghoa dan suku-suku lainnya. Kita dituntut kerja yang profesional,” imbuhnya.
Banyak topik yang dibahas dalam pertemuan ini menyoal adat, budaya dan sejarah. Satu jam waktu berlalu. Tanpa terasa azan zuhur pun berkumandang. Cornelis diam sesaat memberikan rasa hormat. Tak lama kemudian, acara dipungkasi dengan foto bersama. Keakraban yang lengkap. Ada puak Melayu, Gubernur yang Dayak dan Wagub yang Tionghoa. “Kita lanjutkan hasil positif dari Pak Usman Ja’far yakni harmonis dalam etnis,” sambung Cornelis seraya mengantar tamu keluar, sedangkan rombongan tetamu lainnya menyusul antre untuk masuk. Cornelis sungguh sudah sangat sibuk. ■

0 comments: