Menyoal Permohonan Maaf Itu—Hasil Perenungan Guru Yang Khui (Borneo Tribune, Minggu 16 Maret) mendapatkan tanggapan masyarakat luas.
Mantan legislator DPRD Kalbar, Ir Andreas Acui Simanjaya mengatakan isinya dialektis dan menjadi pengayaan intelektual generasi muda. Acui memuji pengamatan Yang Khui (71) yang begitu cermat.
Yang Khui tertanggal 6 Maret 2008 menulis sepucuk surat yang ditujukan kepada Lie Khie Leng dkk dengan alamat Jalan Gajahmada No 223 (Yayasan Bhakti Suci) perihal revisi pengumuman permohonan maaf.
Kritik Yang Khui adalah kritik yang bukan tanpa alasan. Dia membuka tabir bahwa permohonan maaf yang men-generalisir seperti yang sudah terlanjur dilakukan itu kurang tepat sehingga perlu diralat. Usulan ralatnya pun disampaikannya lewat sepucuk surat dengan usulan sbb:
Kalimat: “Berdasarkan hasil pertemuan secara kekeluargaan yang diprakarsai oleh Kepolisian Kota Besar Pontianak, kami atas nama warga Tionghoa Kota Pontianak...dst” diralat menjadi “Berdasarkan hasil pertemuan secara kekeluargaan yang diprakarsai oleh Kepolisian Kota Besar Pontianak, kami atas nama keluarga Ikhsan sebagai warga Kota Pontianak...dst.”
Usulan ini dinilai bukan mengada-ada. Rasional. Masuk akal, dan lebih menjamin hubungan harmonis yang sejati antara sesama warga bangsa Indonesia. Sebab yang dinilai bersalah adalah Ikhsan dengan tidak serta merta mengeneralisir masyarakat Tionghoa bersalah sehingga harus minta maaf.
Yang Khui mengatakan terusik dengan iklan di media-media massa tersebut dan bertindak tanpa ada unsur politik. “Saya sudah tua, buat apa repot-repot lagi dengan urusan ini dan itu. Tapi saya gusar karena cinta pada Tanah Air ini. Saya ingin kita semua rukun dan dapat hidup berdampingan secara damai,” ungkapnya.
Walikota Singkawang, Hasan Karman juga memuji pemikiran Yang Khui. Katanya, mudah-mudahan renungan itu menyadarkan berbagai pihak tentang hidup majemuk.
Rektor Untan Dr H Chairil Effendi tak urung mencurahkan pendapatnya. Kata pakar folklore alumni UGM ini bahwa baik buruk tidak tergantung etnisitas atau ras memang benar. Etnisitas adalah askriptif, melekat demikian saja sejak kelahiran manusia.
Di tahanan penjara mungkin ada Arab, Madura, Melayu, Dayak, China, dll. Pengetahuan ini harus disosialisasikan di tengah masyarakat yang plural dan multikultural agar kehidupan sosial terbina harmonis.
Meski demikian, katanya, sikap Lie Khie Leng dkk minta maaf atas nama etnisnya (kasus Gang 17, red) harus diapresiasi positif karena sentimen etnik di tengah masyarakat kita masih tinggi.
Katanya, masyarakat Tionghoa yang tak setuju tidak perlu merasa sakit hati, dan masyarakat yang dimintai maafnya jangan pula memandang sikap tersebut sebagai pembenaran atas apa yang dilakukan oknum sebagai tindakan kolektif etnik. Menahan diri, berlapang dada, meski tidak otomatis setuju dengan pandangan tertentu menurut Chairil saat ini sangat diperlukan.
Begitu halnya dengan pengamat hukum Rousdy Said, SH, MS. Katanya, dia sudah lama mendengar pendapat perlunya pemuka-pemuka Tionghoa meralat permohonan maafnya seperti yang ditekankan guru Chua Yang Khui. Namun tetap saja terjadi silang pendapat yang tajam karena bisa terjadi luka yang mulai sembuh jadi menganga kembali.
Rousdy Said juga kuatir jika peristiwa Gang 17 menjadi komoditas politik menjelang Pilwako.
Soal peran masyarakat dalam upaya mewujudkan tatanan hidup harmonis tak sedikit dicatat dalam sejarah termasuk pemberitaan media. Terlebih jika aparat bertindak cepat dan tegas sesuai hukum yang berlaku. Karena kebanyakan kasus-kasus massal berkembang akibat kasus-kasus kecil.
Untuk itulah komitmen mewujudkan polisi sebagai aparat penegak keamanan dan ketertiban yang profesional dan proporsional sangat diperlukan. Begitupula terhadap hakim dan jaksa yang memutuskan kasus-kasus yang sampai ke meja hijau.
“Jika keadilan mampu ditegakkan, maka demokrasi akan berjalan. Demokrasi tidak akan mungkin berjalan tanpa adanya keadilan,” tambah pakar hukum Untan, Prof H Slamet Rahardjo dalam berbagai kesempatan diskusi peran hukum dalam mewujudkan masyarakat yang demokratis. ■
Jumat, 28 Maret 2008
Diskusi Kasus Gang 17--Pro Kontra Ralat Permohonan Maaf
Posted by Noeris at 00.34
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar