Jumat, 03 Agustus 2007

Inisiasi Mutual Pluralisme


Laporan Perjalanan dari Flores (2)

Nur Iskandar
Borneo Tribune

Societas Verbi Divini (SVD) atau Serikat Sabda Allah adalah sebuah tarekat misi Katolik yang terdiri atas imam dan bruder yang didirikan oleh Santo Arnold Janssen di Steyl Belanda, pada tanggal 8 September 1875.
Sampai saat ini kaderisasi SVD berjumlah 6029 orang yang bekerja di lebih dari 65 negara di seluruh dunia. Saya bersyukur bisa berada di dalam komunitas SVD Ende karena bisa menyelami secara langsung program persnya Flores Pos, kebudayaan Flores dan toleransi umat beragama di Flores yang mutual.
SVD di Ende, Flores adalah yang terbesar di Asia setelah Jepang dan Filipina. Informasi ini tak banyak diketahui. Termasuk prestasi mereka mencetak kitab suci dikala Indonesia masih membangun fondasi kemerdekaannya.
Andreas Harsono Direktur Pantau Foundation yang menginisiasi saya ke Flores Pos bertanya tentang kesan atas kegiatan di SVD untuk unit Flores Pos. Saya pun menuliskan jawabannya.
“Mas Andreas. Senang sekali bisa bicara panjang lebar kemarin di kediaman Mas Andreas sepulang saya dariFlores Pos. Selain bercengkrama dan belajar, saya juga ingin menyambung ide ‘pilot project’ nasional untukprogram ‘sit in media’ sebagaimana yang kemarin sempat dibicarakan...Saya membayangkan ide Mas Andreas jika terealisir akan sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan danperkembangan pers di Tanah Air. Saya sudah merasakan. Betapa tidak. Seperti keberadaan saya yang muslim di tengah keluarga Katolik yang taat. Kami hidup "saling belajar", saling menghormati dan menghargai. Model seperti ini sangat berguna bagipeningkatan kapasitas kewarganegaraan di tengah keberagaman. Dalam ilmu jurnalistik atau hal-hal teknis media seperti marketing, percetakan, redaksi dan sebagainyajuga dapat saling belajar. Saya di Flores Pos berbagi pengalaman tentang Borneo Tribune. Mulai dari visi-misinya, program-programnya, hingga prestasi yang mulai diraihnya. Saya ceritakan, pada bulan kedua umur kami, tiras tertinggi yang sudah dicapai 3.500 eksemplar. Angka tersebut sama dengan tiras mereka di umur ke-9. Padahal jumlah warga NTT dan Kalbar juga sama-sama l.k 4 juta jiwa. Soal topografi dan luas wilayah, Kalbar lebih luas. Oleh karena itu distribusi juga jadi masalah yang sama.
Saya senang keberadaan saya di Flores Pos ada gunanya. Laporan itu saya dapatkan dari Pimred Flores Pos Frans Anggal yang menyampaikan via SMS (karena dia sedang cuti saat saya 7 hari di Flores Pos) bahwa trik-trik marketing dengan "team work" bersama redaksi-tentu terkait rubrikasi dan SDM yang turun ke lapangan--sangat besar manfaatnya. Hal senada saya terus peroleh dari manajer marketing Flores Pos, Bruder Inno Making, SVD. Sampai hari Selasa (24/7) dia meng-SMS bahwa sejak pertemuan dengan saya, team Marketing sudah dapat menjalin hubungan kerjasama markerting dengan para pihak. Pada saat evaluasi, para unsur pimpinan di Flores Pos juga berkomitmen "turun gunung". Mereka adalah Pater Markus, Pater Marshel, Bruder Gerry dan Bruder Inno. Semua berbagi tugas secara teknis untuk menggapai hasil maksimal. Jadi hingga akhir tahun ini ada terget nominal yang hendak dicapai.
Banyak hal-hal teknis yang kami diskusikan. Dan ini manfaat dari model "sit in" yang dimulai oleh Pantau. Saya bayangkan, kalau Pantau bisa mengembangkan "pilot project" ini akan banyak media yang memetik manfaatnya secara nasional. Media yang mau mati jadi segar kembali. Bahkan akan bisa membentuk networking media-media "komunitas". Secara perseorangan juga terjadi "capacity building" di mana mereka yang di Borneo Tribune jadi tahu kondisi NTT dengan Flores Pos-nya. Jadi tahu ada ciesta, Kelimutu, SVD dll. Dan semua itu membawa nilai yang sama. Yakni nilai-nilai universal dengan kerjasama universal pula. Hasilnya adalah persatuan dan kesatuan yang tak diteriak-teriakkan melainkan dikerjakan dalam nafas hidup sehari-hari via media demi kebersamaan entitas NKRI. Nah, media yang punya visi terbuka dengan model “sit in” seperti ini akan menjabarkan visi media yang paling asali yakni edukasi ke-200 juta lebih pendudukIndonesia. Begitupula nanti kalau dari Aceh ke Papua, dari Ambon ke Pontianak dsb dst. Wah, pasti dahsyat. (bersambung) □

0 comments: