Jumat, 15 Agustus 2008

Imigrasi, Jangan Terulang 3 Kali

Apa yang terjadi dengan Imigrasi Kota Pontianak? Benarkah hanya semata-mata fasilitas E Office terputus, layanan pun terhenti begitu saja sehingga konsumen dirugikan?

Penggunaan E Office yang terintegrasi secara nasional adalah suatu upaya peningkatan pranata teknologi yang patut diapresiasi. Tujuannya sangat baik, di mana paspor online dan data terbuka secara nasional menutup peluang pemalsuan, praktik percaloan dan sekaligus paspor tunggal.
Yang kita sesalkan gangguan serupa sempat terjadi 10 hari sebelumnya. Cara menyikapinya juga sama. Sebagian besar pegawai diam sehingga ada penilaian miring terhadap Imigrasi yang tak berorientasi pada mutu layanan publik yang prima.
Mutu layanan yang prima itu adalah komunikasi yang terbuka, yang bukan berdiam diri saja lantas menonton dari warung kopi.
Apa yang terjadi di Imigrasi dua hari lalu sangat masygul. Sama masygulnya dengan kisah terdahulu saat E Office mengalami gangguan pusat.
Kejadian tersebut tentu saja membuat ratusan pemohon yang telah mengantre marah. Mereka tidak bisa terima dengan perlakuan Imigrasi yang seenaknya menutup pelayanan tanpa komunikasi yang prima.
Emosi warga begitu wajar, walau kita tak ingin terjadi anarkisme atau pengrusakan barang-barang seperti kaca atau boks pengaduan. Dan semestinya Imigrasi Pontianak mengantisipasi hal tersebut. Pegawai adalah soko guru masyarakat.
Mengutip teori kriminal, hal buruk bisa terjadi akibat niat dan kesempatan. Jika kesempatan terbuka, terjadi hal negatif.
Logikanya, jika Imigrasi bersifat terbuka, berkomunikasi dengan transparan, dan menjelaskan dengan “hati” maka publik pasti akan bisa mengerti. Imigrasi sesungguhnya bukan tidak punya solusinya.
Solusi itu bernama Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang berlaku hanya untuk sekali keberangkatan. Namun keperluan yang benar-benar mendesak yang bisa menggunakan SPLP, seperti orang sakit, atlet yang harus bertanding, ataupun keperluan dinas yang tak bisa ditinggalkan.
Kita kuatir, karena Imigrasi adalah kantor yang tergolong “elit” maka sikap pegawainya memang “elit” pula. Tak ingin langsung bersentuhan dengan rakyat jelata yang butuh penjelasan riil.
Konsensus komunikasi terbuka dan bicara dari “hati ke hati” ini yang patut dibangun. Selain tentunya Imigrasi menyiapkan tenaga terampil yang bisa mengatasi gangguan-gangguan terputusnya jaringan pendataan yang bernama E Office itu.
Dua kali pengalaman pahit itu cukup. Hanya keledai yang jatuh ke lubang hingga dua-tiga kali.





0 comments: