Minggu, 01 Juni 2008

Sisi Lain Memaknai Seabad Kebangkitan Nasional


Saya punya kebiasaan menanam pohon di hari Harkitnas. Misalnya tiga tahun yang lalu saya menanam pohon jarak pagar (jatropha) dan kini sudah kencang berbuah. Buahnya sudah pula dibibitkan sehingga menyebar ke para tetangga. Bibitnya saya peroleh dari M Qadhafi, adek di Harian Equator.
Harkitnas kali ini menandai seabad Harkitnas sejak dipelopori Boedi Oetomo 1908. Saya menanam dua pohon lengkeng. Masing-masing varitas Itoh dan Chrystalin.
Karena bibit lengkeng itu istimewa, pemberian dari pakar horti Kalbar, Baharuddin, B.Sc maka lokasi penanamannya pun saya buat istimewa. yakni di lokasi taman depan pintu rumah. Tujuan saya ya agar mudah ngontrolnya sekaligus selalu ingat makna kebangkitan nasional.
Nasionalisme sama dengan pohon. Ia terorganisasi mulai dari akar, batang, daun, bunga, buah. Ia berinteraksi dengan alam, tumbuh dan berkembang.
Pokoknya seabrek-abrek nilai bisa kita petik sebelum buahnya matang :)
Oya, tak mau ketinggalan. Istri juga berpartisipasi dalam memaknai Harkitnas. Kali ini dua anak kami, Ocha dan Nada minta dipasangin anting-anting. Terpaksa kupingnya harus ditindik. Berdarah memang, tapi begitulah tanda perjuangan.
Ocha dan Nada menangis. Saya pun berkaca-kaca kedua bola mata saya. Saya tak tega melihatnya bersedih.
Tapi batin saya kuatkan dengan sebuah tarikan napas panjang. Dalam hati saya berkata, "Sekarang memang sakit Nak, tapi satu dua jam ke depan sudah hilang sakitnya. Trus, ananda bisa menikmati indahnya beranting-anting."
Saya setir mobil pulang ke rumah didampingi Andi, sang istri.
Nada si kecil yang baru berumur 9 bulan sudah pulas tertidur di pangkuan bundanya. Di kupingnya masih tampak bekuan darah setelah diberikan betadine. Adapun Ocha si kakak yang kini TK nol kecil sudah bisa tersenyum dengan anting-anting pemberian Oma-nya. Sesuatu yang sudah lama dia idam-idamkan menghiasi kedua kupingnya.
Selamat beranting-anting anakku. Selamat memaknai Harkitnas di kedua anting emas itu.

0 comments: