Jumat, 16 November 2007

Perjalanan ke Pesta Demokrasi

Satu per satu tahapan Pilkada Gubernur Kalbar telah berhasil dilewati dengan aman dan lancar. Kata aman saya tempatkan pertama karena tak ada sesuatu yang anarkis yang mengganggu suasana kehidupan kita sehari-hari sehingga semuanya lancar-lancar saja.
Memang pada hari libur daerah di hari pencoblosan, Kamis (15/11) suasana Kota Pontianak terasa sepi. Jalanan terasa lengang. Pintu-pintu rumah dan toko tertutup.
Saya membelah jalan raya dengan berkendaraan sepeda motor dari sejak pagi hingga siang hari. Saya sengaja berkeliling kota untuk menyerap adakah sesuatu yang ganjil, menarik, atau hal-hal yang mencurigakan. Maklum, banyak analisa bahwa Kalbar rawan konflik. Bisa jadi di hari pencoblosan sudah terisi dengan serangan fajar dan lain sebagainya.
Sejak meninggalkan rumah di pagi hari pukul 07.00 sejumlah TPS tampak beberapa petugas. Satu per satu warga mulai mendekat. Mereka kemudian menggunakan hak suaranya.
“Coblos siapa Bang?” tanya saya kepada seorang pemuda berambut berombak. “OSO,” jawabnya ringkas. Seorang bapak yang kemudian gontai jalan kaki keluar lokasi TPS di dekat kediaman saya ketika saya tanya juga menjawab OSO.
Saya teruskan perjalanan. Motor berbelok ke Jalan Paris. Di sini di kiri kanan jalan terdapat cukup banyak TPS. Jumlah yang hadir sudah lebih banyak dibanding pada pukul 07.00 WIB. “Coblos siapa Bu?” tanya saya. Ada yang mau menjawab, ada yang senyum-senyum. Setelah saya bilang wartawan ingin tahu saja sampling pencoblosan mengarah kepada siapa, ada ibu-ibu yang menjawab UJ-LHK.
Di sebuah warung kopi saya bersua dengan nenek-nenek yang baru pulang mencoblos. Beliau warga Tionghoa.
Ketika saya tanyakan mencoblos siapa, wanita yang seluruh rambutnya berwarna perak ini mengatakan, “Suke-suke akulah.”
Saya sungkan bertanya lagi. Tapi oleh cucunya, dengan menggunakan bahasa ibu dia memberikan penjelasan. “Saya takut menyatakannya nanti ditangkap polisi,” ujarnya. Saya terkesima. Dalam batin saya, begitu dalam bekas “tekanan” Pemilu di masa Orde Baru.
Memang tidak gampang untuk tahu warga yag mencoblos menyoblos siapa. Kebanyakan merahasiakannya.
Saya teruskan perjalanan di jalur Ahmad Yani. Wajah saya berpaling ke Kantor Gubernur. Dalam hati saya bertanya, “Siapakah dari keempat kandidat yang kelak berkantor di sini? Tetap UJ-LHK atau ada yang menggantikannya?”
Belum sempat terjawab, kendaraan sudah melintas di depan Kantor KPU. Ada aparat berjaga-jaga. “Wah persiapan kalo ada apa-apa,” pikir saya. Ini cermin ada potensi konflik di daerah ini sebagaimana terlihat di Sulawesi Utara dan sejumlah daerah di Indonesia yang melaksanakan Pilkada.
Jalanan masih sepi. Hanya satu dua kendaraan yang berpapasan. Kantor-kantor pun tutup, kecuali Bank Syariah Bank Kalbar yang saya temukan buka di pukul 09.00. Mega Mall belum buka.
Atribut di sepanjang jalan yang biasanya terpampang lebar sudah bersih. Hanya di tiang-tiang listrik dan papan reklame milik Pemprov yang keempat kandidat masih berkampanye. Lagi-lagi di dalam hati saya bertanya, “Siapakah yang bakal jadi?”
Saya teruskan perjalanan hingga ke perempatan Karimata-Jalan Johar. Jalanan relatif sepi. Saya terus ke Jalan Jenderal Oerip dan memasuki Pattimura hingga ke kawasan pecinan Gajahmada. Semua toko nyaris tertutup. Hanya satu dua yang buka. Untuk Harum Manis di Jalan Diponegoro ada tulisan di folding gate, “Buka pukul 12.30 WIB”.
Saya teruskan perjalanan ke Palapa. Di sini sejumlah TPS cukup ramai. Mungkin karena hari sudah siang. Sudah nyaris pukul 13.00 WIB. “Wah proses pencoblosan sudah mau tutup,” pikir saya masih di atas kendaraan Prima.
Pukul 14.00 saya menetapkan pilihan berada di TPS 44 Paris 2. Di sini unik. Petugas di TPS mengenakan busana adat. Ketua KPPS mengenakan baju adat Dayak sedangkan yang lain baju teluk belanga.
Proses pencoblosan telah usai. Kini kami semua berdebar-debar menyaksikan perhitungan suara.
Tegang, tapi lucu juga. Saya enggan beranjak.
Petugas membuka kertas suara dari kotak suara. Ada 4 saksi dari masing-masing kandidat.
“Satu” Dan warga yang menyaksikan pun bertepuk. Itu nomor UJ-LHK.
“Satu...dua...tiga...empat.” Satu per satu nama kandidat ada tersebut untuk 600-an kartu yang dibuka. Menegangkan di mana pada akhirnya UJ-LHK memenangkan di TPS 44.
Ada juga suara suara yang rusak di mana keempat calon dicoblos semua. “Wow mau adil tuh,” komentar warga saat saksi menyatakan batal. “Masih ade gak yang tak reti dengan nyoblos di ari gine,” komentar yang lain sambil tertawa kecil.
Memang lucu-lucu juga. Ada kertas suara yang tak tembus ditusuk dan dinyatakan batal. Ada juga yang sudah dicoblos, dan kemudian dibolongin dengan tangan sehingga wajah si calon hilang. “Tak sah,” kata saksi. “Dendam keh ape?” komentar orang berbisik di samping saya. Saya Cuma tertawa geli. Dan begini-begini ini rupanya yang bernama pesta demokrasi. 



















0 comments: