Minggu, 02 September 2007

Pilkada Pilih Siapa


Nur Iskandar
Borneo Tribune, Pontianak
Tilak-tilik siapa calon gubernur Kalbar periode 2008-2013 semakin santer di tengah masyarakat. Dari sejumlah paket yang mendaftar, dari “kampanye” yang sudah menyeruak di mana-mana, masyarakat mulai menimang-nimang siapa gerangan yang bakal dicoblosnya.
Saya mendengarkan perbincangan keluarga pasien di salah satu hall RSA beberapa hari yang lalu. “Ngomong-ngomong siape bah yang bagos jadi gubernur kite kelak,” kata seorang ibu yang agaknya cukup terdidik. Saya nilai cukup terdidik karena gaya bicara, gaya berdandan dan tutur katanya elegan.
Rekan-rekannya sesama ibu-ibu menyahut, “Kita pilih yang terbaik lah.”
“Cuma siapa?” timpal ibu itu. Kata dia, kalau salah pilih maka butuh waktu lima tahun lagi buat bisa mencari figur yang tepat.
“Gimana yah...kalau pilih Bapak anu (diedit, red) kesannya preman. Nanti kalau dia jadi gubernur entah bagaimanalah Kalbar,” katanya. Ibu-ibu yang lain yang menjadi lawan bicara tertawa ringan. “Jangan, jangan,” kata mereka.
“Kalau pilih Bapak anu (diedit, red) juga kesannya preman. Lagian kita belum tahu apa betul-betul mau jadi gubernur,” katanya.
“Alah sudahlah...daripada bingung-bingung lebih baik kita pilih yang sudah terbukti aman sajalah,” kata ibu yang semula bicara dengan tak lagi banyak beranalisa-analisa.
Saya hanya menjadi pendengar pasif dari pembicaraan tersebut. Saya menikmati pembicaraannya. Kendati penilaian mereka sangat subjektif, dilandasi pengenalan kulit saja terhadap para figur, namun kondisi itulah yang riil di tengah masyarakat.
Para kandidat yang tentu saja tidak 100 persen seperti apa yang menjadi penilaian ibu-ibu di atas, jika mau buka mata dan buka telinga, maka akan lebih memuluskan langkahnya duduk di kursi KB1. Kondisi-kondisi ril seperti itulah yang harus mereka hadapi. Taktik dan strategi yang jitu mesti mereka rancang untuk dapat meyakinkan bahwa apa yang menjadi penilaian miring mereka tidak benar. Sedangkan kandidat yang sudah dinilai baik juga mesti jaga image serta memelihara fansnya.
Begitupula untuk pencitraan kepada yang bersangkutan mesti tepat waktu, tepat sasaran.
Kampanye, deklarasi dan pengerahan massa bukanlah ukuran. Yang menjadi ukuran adalah ketetapan pikiran dan hati massa—kepada siapa mereka akan mencoblos. □

0 comments: