Sabtu, 22 September 2007

Pada Mulanya Main-main


Banyak ide yang muncul bermula dari bermain-main. Sebutlah Goodyear. Si mega bintang dalam penemuan roda karet itu menemukan “mahakarya” dunia dari bermain-main pula. Tatkala ayahnya yang pembengkel atau montir itu bekerja, dia menumpahkan buah karet ke larutan timah panas secara main-main. Tak tahunya biji karet itu lumer dan kemudian membeku. Bekuannya kenyal dan kental. Dus dari situ Goodyear kepancit ide membuat roda kendaraan yang saat itu masih dari kayu atau lempengan besi di mana kalau roda terantuk ke kerikil atau batu saat mesin lagi berjalan—apalagi membawa banyak penumpang—sakitnya “alamak”. Nah ide di kepala Goodyer segera menebal dan mengental sehingga lahirlah inovasi ala alih teknologi dari benda padat ke benda kenyal. Pindah dari bahan roda logam dan kayu ke karet.
Karya Goodyear terus membahana dan masih digunakan hingga sekarang. Tidak hanya roda sepeda, tapi juga sampai ke roda pesawat terbang. Turun temurum generasi dari Goodyear tinggal memetik uang dari hak royaltinya.
Borneo Tribune melalui lembaga otonom pendidikannya bernama Tribune Institute juga bermula dari main-main. Main-main ini sudah menjadi hobi kru redaksi. Bahkan mungkin sudah menjadi watak lantaran “harus” meragukan segala sesuatu. Maka tak ada keyakinan yang kaku. Semua diragukan dan akan terus diuji menuju kebenaran sejati.
Jurnalis karena panggilan visi dan misinya selalu mempertanyakan sesuatu yang sudah mapan dengan 5W plus 1H: apa, siapa, di mana, kapan, berapa dan bagaimana. Misalnya apakah informasi yang diterima ini sudah benar? Apa parameternya? Siapa yang menyatakannya? Di mana kejadiannya. 5W plus 1 H. Bahkan seorang teman berseloroh kesemua itu masih belum cukup. Masih harus ditambah SWGL. Apa itu? So What Gitu Loh...(Saya tentu saja tertawa mendapat input humor intelek ini).
Terkait dengan bermain-main itulah maka ilmu jurnalistik juga dipertanyakan apakah hanya melulu stright news atau berita lurus nan lempang atau feature alias teknik penyajian berita dengan berkisah? Tak puas dengan establish tersebut, kursus dan penulisan bergaya sastrawi diikuti di Pantau-Jakarta.
Di sana instruktur Andreas Harsono—alumni Newman Fellowship di Harvard University AS—murid dari Bill Kovack—mengajar jurnalisme sastrawi sekaligus memperkenalkan teknik mendisain web-log. Empat orang sahabat saya, Asriyadi Alexander Mering, Hairul Mikrad, Tanto Yakobus dan Stefanus Akim belajar dengan antusiasme tinggi. Mereka terampil membuat blog.
Sepulang ke Pontianak mulailah blog-blog mereka tumbuh. Desainnya dibuat variatif. Bosan dengan tampilan satu beralih ke tampilan lain.
Fasilitas di dalamnya juga ditambah. Tidak hanya menyajikan teks, tapi juga foto. Bahkan terakhir film.
Koneksi web juga dibuat lebih luas. Tidak hanya Borneo Tribune, tapi juga menularkan ilmu secara internal sehingga semua jurnalis di Borneo Tribune memiliki web-log. Jadilah mereka para blogger.
Ide terus tumbuh seiring hobi bermain-main. Digagas terbentuknya komunitas blogger di tanah Borneo. Gagasan itu diterima dan menjadi kenyataan. Telah berdiri Borneo Blogger Community (BBC). Jika Anda menelusuri blog ini Anda akan mendapati sejarah berdirinya yang lengkap, siapa-siapa saja yang terlibat dan visi sekaligus misinya. Jumlah pengunjung di BBC, anggota yang terus meningkat serta jejaring informasinya.
***
Saya sebenarnya adalah pendatang baru di dunia blog, dunia web atau web-log. Saya yang duduk kerja bersebelahan dengan Asriyadi Alexander Mering di Borneo Tribune mulai tertular “virus” web-log. Sedikit-sedikit ilmu itu diserap. Tentu seraya bercanda, bergurau dan bermain-main seusai kerja.
Momentum emasnya lahir tatkala perjuangan kami menelurkan Hari Berkabung Daerah menjadi absah di level eksekutif dan legislatif Kalbar 28 Juni 2007 lalu. Saya dan Tanto Yakobus yang turut hadir dalam upacara di Mandor bersama Ir Andreas Acui Simanjaya terpercik ide membuat web-log khusus Mandor.
Dalam wawancara bersama Gubernur H Usman Ja’far, Kepala Dinas Diknas Provinsi Drs H Ngatman ide membuat web-log tersebut saya utarakan. Mereka setuju. Mereka memuji ide kreatif tersebut. Bahkan melalui informasi dunia maya akan mampu menembus pintu diplomasi antara korban Jepang dengan PM Jepang. Peristiwa Mandor 1942-1945 menelan korban jiwa warga Kalbar sebanyak 23.037 jiwa. Suatu angka yang tidak kecil.
Tanto Yakobus mengkonkretkan web itu pertama kali sepulang dari Kota Pontianak. Hanya dalam waktu kurang dari 30 menit web-nya jadi. Web ini langsung dapat diakses dari mana saja. Tak urung naskah dan tanggapan muncul dari Belanda. Ini terus terang membuat saya bangga sekaligus tertantang untuk belajar. Sementara itu Tanto Yakobus sendiri terus membuat Blog bagi keluarga keraton yang turut menjadi korban keganasan Jepang dan namanya tersusun dalam bunga kusuma bangsa di Mandor.
***
Perkembangan blog di Borneo Tribune terus tumbuh. Saya punya blog dibuatkan Tanto Yakobus. Saya belajar terus bersama AA Mering, Stefanus Akim dan Tanto Yakobus sendiri. Pada gilirannya, pada 2 minggu pertama blog saya di bulan Agustus 2007 diurus dengan benar, tak urung pengunjung menembus angka 1000 dengan hits tamu 20-an negara serta nyaris dari seluruh wilayah di Indonesia.
Saya senang apa yang menjadi “main-main” membawa manfaat yang teramat sangat besar. Ilmu blog dan desainnya pun tak pelit kami bagi-bagikan kepada siapa saja. Gratis. Gratisnya itu seperti juga dalam edisi Borneo Tribune, Minggu (23/9) ini. Jika Anda cermat membaca sejak halaman 17-24, Anda akan bisa membuat web-log sendiri. Anda pun akan mempunyai teman di nusantara hingga manca negara tanpa tapal batas. Yakinlah. □















0 comments: