Selasa, 24 Juni 2008

50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang--Presiden SBY Harus Tahu Tragedi Mandor

Di tengah kesibukan mengurus negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih menyempatkan diri untuk mendapatkan ilmu baru dari Negeri Sakura, Jepang.
Di Hotel Midplaza, Jakarta, Jumat (20/6), Presiden Yudhoyono dan Ibu Negara menghadiri upacara jamuan teh ala Jepang yang disebut Chanoyu.

Suhu (Grandmaster) jamuan teh yang bergelar Soshitsu XV, Genshitsu Sen, sengaja datang dari Jepang untuk menghidangkan teh kepada Presiden dan Ibu Negara.

Ia juga menjelaskan tata cara filosofi jamuan teh Jepang yang bermaksud memperhatikan dan menghormati sesama manusia.

Dalam tata cara Chanoyu, tuan rumah diwajibkan selalu memperhatikan kebutuhan tamu dan melupakan dirinya sendiri, sehingga tumbuh sifat memperhatikan orang lain.

Genshitsu Sen juga menjelaskan arti peralatan minum teh yang digunakan, seperti cawan keramik motif ombak berwarna kebiruan yang sengaja dipilih karena Indonesia adalah negara kepulauan.

Grandmaster juga menjelaskan arti kaligrafi Jepang yang dipajang di dinding, yang menuliskan harapan perdamaian dunia.

Sebelum minum teh hijau ala Jepang, Presiden dan Ibu negara mendapat sajian penganan Jepang yang didatangkan khusus dari Kyoto, yang disebut Chakaiseki.

Setelah itu, Grandmaster di hadapan Presiden dan Ibu Negara menyajikan teh hijau yang terlebih dahulu ditumbuk sebelum diseduh air panas dan dikocok.

Ibu negara pun didaulat untuk menyajikan teh yang kemudian dihidangkan kepada Presiden yang tersenyum lebar menyambutnya.

Perhelatan upacara minum teh itu diselenggarakan untuk memperingati 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang.

Presiden dan Ibu Negara yang terlihat santai dan menikmati upacara minum teh itu berulang kali mengucapkan "arigato" kepada Grandmaster Genshitsu dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kojiro Shiojiri.

Presiden dalam pidato penutupan menyatakan terima kasihnya karena persahabatan dan keakraban yang ditunjukkan Jepang sebagai sahabat Indonesia.

"Kami semua hari ini bertambah pengetahuan. Mudah-mudahan istri-istri kita rajin bikinkan teh hijau sehingga badan kita lebih sehat dan bisa jalankan tugas lebih baik lagi," tutur Presiden.

Ibu Ani Yudhoyono pun tersenyum lebar mendengarnya.

Alangkah indah pertemuan pucuk pimpinan RI bersama Dubes Jepang tersebut sebagai menandai 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang—sebagaimana dilaporkan kantor berita Antara—SBY tahu Tragedi Mandor.
Apa artinya bagi kita di Kalbar? Bahwa sesungguhnya, Presiden RI sebagai penanggungjawab aras rakyatnya patut tahu tentang Tragedi Mandor. Jika saja SBY tahu akan Tragedi Mandor yang terjadi di Kalbar tahun 1942-1944—telah terjadi perjuangan rakyat melawan fasisme Jepang sekaligus upaya merebut kemerdekaan, SBY dapat menjadi pintu diplomasi soal hubungan Jepang dan Kalbar sebagai bagian dari NKRI.
Amat sangat disayangkan, selama ini, jika SBY berkunjung ke Kalbar, Pemprov belum mengagendakan orang nomor satu itu ke Monumen Daerah Mandor. Dengan demikian amat minim bahkan tidak ada pengetahuan sang Presiden akan Tragedi Mandor.
Dengan memperingati 50 tahun hubungan diplomatik RI-Jepang, sudah sepantasnya Tragedi Mandor masuk dalam agenda pembicaraan. Demikian lantaran tragedi tersebut belum pernah diselesaikan secara tuntas. Misalnya kasus pelanggaran HAM berat terhadap 21.037 jiwa anak manusia, putusnya satu generasi sehingga Kalbar tertinggal, jogun ianfu, romusha, dan lain-lain. Secara nasional, pejuang-pejuang Mandor juga tidak terdaftar dalam pahlawan nasional sehingga Monumen Mandor merana dalam kesendiriannya. Padahal sebagian besar korban adalah para pejuang selain rakyat jelata.
Jika SBY tahu, atau pernah berkunjung ke Mandor, maka masalah tragedi kemanusiaan 1942-1944 tersebut sedikit terobati dengan langkah-langkah konkret persahabatan disertai nilai-nilai kejuangan yang universal dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang dilimpahi rasa kasih sayang dalam koridor kesejahteraan bersama anak-anak penghuni planet dunia.




0 comments: