Di masa Orde Baru kebebasan pers jauh panggang dari api. Upaya penerbitan pers mesti dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers atau lebih populer disebut SIUP.
Upaya memperoleh SIUP tidak gampang. Harga SIUP pun menjadi mahal. Untuk memperolehnya diperlukan jalur dan harga khusus. Pada gilirannya jumlah media massa yang bisa lahir dan berkembang amat sangat sedikit jika dibandingkan dengan luasanya wilayah NKRI.
Politik Orde Baru sengaja mewujudkan aturan SIUP agar mudah mengontrol media. Media massa punya sifat azali kritis. Dan dengan dalih menjaga stabilitas, sifat kritis media sengaja dikooptasi atau dibungkam.
Pembungkaman media massa selain menyebabkan jumlah media massa sedikit, juga keberanian mengemukakan pendapat lewat lisan dan tulisan juga terbatas. Berbanding terbalik di era sekarang.
Pembungkaman terhadap pers menimbulkan perlawanan. Perlawanan itu memperjuangkan kebebasan sekaligus memberantas penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). KKN tumbuh subur di era Orde Baru karena lembaga kontrol pers dikontrol pemerintah.
Reformasi bergulir. Buah dari reformasi adalah kebebasan pers. Sekarang pers bersuara bebas. Jumlahnya pun tumbuh bagai jamur di musim hujan.
Kebebasan yang dirasakan sekarang membuahkan ruang yang luas bagi penulis-penulis muda. Tempat berlatihnya di media massa amat sangat memungkinkan.
Jika dikaitkan dengan Amartya Sen yang menyatakan kesejahteraan ditentukan dengan kemudahan akses informasi sehingga sumber-sumber ekonomi dapat mereka rasakan terletak sepenuhnya kepada media dengan segala jaringannya. Si penerima nobel itu menguatkan buah reformasi di Indonesia. Menguatkan pula apa yang ditulis St S Tartono dengan buku berjudul menulis di media massa itu gampang.
Pria kelahiran Yogyakarta yang pernah bekerja di Harian Bernas ini memotivasi dengan tips-tips menulis di media massa, khususnya cetak. Buku ini mengupas bagaimana menulis hal-hal yang dibutuhkan siapapun yang ingin pintar dalam menulis. Misalnya bagaimana menulis artikel, tajuk rencana, resensi buku, berita, bahkan kisah-kisah humor. Buku ini simpel dan mudah dimengerti. Buku ini sangat tepat dijadikan buku pegangan bagi pelajar, mahasiswa serta siapa saja yang ingin belajar menulis. Belajar dari buku lebih gampang daripada dari seseorang. Kenapa? Buku adalah guru yang tidak pernah marah. (Judul: Menulis di Media Massa Gampang; Penulis: St S Tartono; Penerbit: Yayasan Pustaka Nusatama; Tahun: 2005, 159 hal; Peresensi: Nur Iskandar)
Minggu, 09 September 2007
Buah Reformasi
Posted by Noeris at 09.06
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar