Kalimat itu sederhana, kendati tidak sesederhana makna yang dikandungnya.
Media freedom is your freedom (media yang merdeka adalah kemerdekaan Anda).
Kami di Harian Borneo Tribune lahir dengan riset bahwa idealisme, keberagaman dan kebersamaan merupakan keniscayaan dalam hidup dan kehidupan. Barangsiapa yang mengabaikan “tritunggal” tersebut, maka ia akan tergilas oleh kerasnya tantangan kehidupan itu sendiri.
Mencari media yang bebas dan bertanggung jawab sesungguhnya tidak sulit. Lihat saja output, atau hasil produksinya. Misalnya apakah berita yang disajikan bebas, berimbang dan solutif? Ataukah yang terjadi sebaliknya, mengadu domba dan memecah belah?
Jika yang tampak dari fakta berita maupun foto-foto beritanya sesuatu yang tidak berimbang, mengadu domba, atau memecah belah, dapat dipastikan media tersebut berada di bawah keterpasungan. Berada di dalam kekangan. Atau dengan kata lain sisi inti dari pers—penting adanya kebebasan—telah terjajah oleh kepentingan oknum, atau kepentingan bisnis pihak-pihak tertentu. Jika kondisinya demikian, maka pers seperti ini bukanlah pers yang freedom. Pada gilirannya, pers seperti ini apakah dia media cetak hingga media elektronik di belahan dunia manapun, akan tergilas oleh kerasnya tantangan zaman. Publik yang cerdas sudah tahu menilai.
Data menunjukkan tak sedikit media harus menelan pil pahit berupa rugi usaha, bahkan harus mati karena menggadaikan kemerdekaan tersebut. Di Kalbar sendiri pun pasang surutnya media di tengah iklim reformasi melahirkan banyak media serta telah menjadi catatan sejarah, tapi tak sedikit yang harus mati suri atau justru ke “Sukabumi”.
Harian Borneo Tribune menyadari betul aspek kebebasan tersebut di atas. Oleh karena itu kebebasan dalam berpikir, bertindak dan berprilaku amat dijunjung tinggi. Aturan mendasarnya adalah tritunggal di atas: idealisme, keberagaman dan kebersamaan.
Ide-ide, gagasan-gagasan mendapat tempat yang layak di sini. Bahkan di sini merupakan kawah yang hangat dan panas untuk medan belajar bersama. Yang punya ide dan ilmu berbagi dengan yang lain, sedangkan yang belum tahu menjadi tahu.
Kerap kali dalam ilmu manajemen modern kita diajarkan dengan kuadran terburuk dan terbaik. Kuadran terburuk adalah I don’t know, You don’t know. Akibat sama-sama tidak tahu tersebut maka lahirlah konflik dan konflik. Jika konfliknya tidak anarkis masih patut disyukuri, tapi jika anarkis banyaklah kerugiannya.
Kuadran kedua adalah I know, You don’t know. Pada kuadran ini terjadi ketidak-seimbangan yang dapat melahirkan konflik. Kuadran ketiga juga sama buruknya, yakni You know, I dont know.
Kuadran yang terbaik adalah I know, You know. Dengan saling mengetahui dan saling memahami akan muncul kebersamaan. Akan muncul kegotong-royongan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Banyaklah pekerjaan yang bisa diselesaikan. Banyak pulalah masalah-masalah yang bisa dipecahkan dengan cara menang sama menang. Win win solution.
Ilmu di atas berlaku di mana saja dan bagi siapa saja. Mulai dari diri sendiri. Mulai dari organisasi terkecil yang bernama rumah tangga, hingga kantor bisnis dan pemerintahan.
Nah, kami di institusi pers Harian Borneo Tribune menerapkan ilmu kuadran keempat itu. Caranya dengan memperbanyak komunikasi antara satu pihak dengan pihak lain dilandasi semangat kebersamaan. Tips-tipsnya sederhana. Mulai dari meeting formal, informal hingga non formal. Untuk yang informal dan non formal ini sejak dari lapangan futsal hingga ke warung kopi. Silaturahminya silaturahmi yang membumi.
Soliditas di Borneo Tribune terbentuk sejak awal. Soliditas itu tampak pada output produksinya. Berita-berita dimanage sedemikian rupa lewat perencanaan pemberitaan yang apik. Penjadwalan diatur sedemikian rupa sehingga berjalan siklus yang mulus. Ia terus berputar dengan sistem yang berjalan.
Memang siklus tidak selamanya berjalan mulus-mulus 100 persen sesuai yang diharapkan. Ada saja sebab musabab yang menyebabkan sistem kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sebutlah listrik yang padam sehingga jaringan terputus, adanya crew yang sakit dan hal remeh temeh lainnya. Tetapi tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya selama kita mau berusaha. Ilmu manajemen pun mengajarkan resep yang paling sederhana, berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol. Rumusnya POAC (Planning, Organishing, Actuating, Controlling).
Rumus POAC itulah yang kami terapkan untuk terus memperbaiki kinerja kami di segala bidang. Segala kesalahan dan kelemahan kami perbaiki. Mulai dari keredaksian, pemasaran, percetakan, hingga keadministrasian.
Masukan-masukan dari berbagai pihak pun kami serap sedalam-dalamnya untuk menambah kekuatan Borneo Tribune. Apakah itu datangnya dari pembaca, pelanggan, mitra iklan, pengamat hingga pengguna website Borneo Tribune.
Kami peduli dengan masukan-masukan dari berbagai pihak tersebut. Hal demikian menjadi prinsip pembelajaran bagi kami.
Kami sadar kami bekerja adalah untuk publik. Oleh karena itu aspirasi dan saran dari publik amat kami respon dan upayakan semaksimal mungkin menjadi kenyataan. Kondisi yang amat baik itu adalah sisi edukasi yang lain lagi dari kebersamaan. Kebersamaan yang indah.
Dengan kondisi yang bebas serta merdeka sesuai konteks di atas, kami di Harian Borneo Tribune berupaya membuktikan kebenaran adanya hubungan yang kuat antara media freedom is your freedom. Bahkan ingin membuktikan bahwa media yang bebas akan mendukung terwujudnya perekonomian yang efektif. Seperti disimpulkan dalam riset Bank Dunia: Media yang bebas adalah syarat berhasilnya pembangunan ekonomi di negara berkembang. □
Jumat, 27 Juli 2007
Media Freedom is Your Freedom
Posted by Noeris at 11.31
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar