Taman Gitananda di kawasan GOR Pangsuma Pontianak berdiri dengan segala idealismenya di bidang pendidikan serta tumbuh kembang anak. Gitananda ini sempat memindai perhatian warga Kota Pontianak pada khususnya dan Kalbar pada umumnya lewat aktivitas-aktivitas pendidikan maupun tumbuh kembang anak.
Tak sedikit mata acara berlangsung di tempat strategis ini, sebut satu di antaranya adalah pentas kreasi seni pelajar di hari pendidikan nasional, lomba mewarnai, latihan menari, hingga Kak Seto pun tandang kemari. Tetapi musibah alam datang menimpa. Yakni kawasan GOR Pangsuma Pontianak menjadi daerah pengungsian. Pengungsian yang memakan waktu lama. Bertahun-tahun.
Tak ayal lagi, Play Group dengan fondasi sekolah alam pun menyusut penggemarnya. Bukan karena manajemen dan out put yang buruk, melainkan situasinya tidak kondusif. Tidak kondusif dalam arti sosial, maupun lingkungan hidup.
Nasib Taman Gitananda sejak saat itu pun semakin terkatung-katung. Terlebih roda zaman terus bergerak sehingga para tokoh pendiri satu per satu non aktif. Maka mesin penggeraknya pun mengendur.
Tetapi segala sesuatu yang baik itu selalu saja ada jodohnya.
Di tempat lain tumbuh idealisme yang sama kuat di kalangan anak muda. Di Borneo Tribune dan Tribune Institute aktif melakukan training dan kampanye jurnalisme kampung, jurnalisme sastrawi serta jurnalisme online. Pada sisi lain ada Pijar Publishing di bawah kepeloporan Pay Jarot Sujarwo yang malang melintang memotivasi pelajar dan mahasiswa untuk menulis, menulis dan menulis. Ia juga keluar masuk sekolah dan kampung maupun kampus untuk genre kepenulisan berbasis sastra atau fiksi.
Masih satu lagi: Canopy Indonesia. Anak-anak muda di sini, di bawah kepemimpinan Deni Sofian ingin mengabadikan dokumen sejarah. Dari dokumentasi (baca: difilmkan) maka pemirsa akan mudah mengurai asah, asih dan asuh. Lewat tiga A tersebut terjalin mimpi-mimpi bersama untuk mewujudkan Kalbar yang maju dan independen berbasis pendidikan. Pendidikan sejak usia dini. Pendidikan yang sinergis dan terintegrasi dengan lingkungan sosialnya.
Benar bahwa segala sesuatu yang baik itu akan bertemu jodohnya. Maka Borneo Tribune-Tribune Institute, Pijar Publishing, Canopy Indonesia dan Taman Gitananda (Yayasan Bina Paramuda Khatulistiwa) saling merapatkan diri. Tujuannya bagaimana mengaktivasi kembali kegemilangan Taman Gitananda era 90-an kepada era kesejagatan kini. Keempat lembaga ini pun aktif menganyam mimpi-mimpi indah kembali. Mimpi-mimpi ini disebut dengan ”Rumah Mimpi”. Mimpi bersama untuk diwujudkan.
Sedikitnnya sudah tiga kali pertemuan formal membahas kerjasama mengaktivasi Taman Gitanada. Dua kali diselenggarakan di Tribune dan sekali di Taman Gitananda. Hasilnya? Go head. Jalan terus. Apalagi pertemuan non formal pun tak terhitung jumlahnya. Maka kloplah sudah.
Ketua Yayasan, Ny Hj Sri Kadarwati HA Aswin memberikan lampu hijau. Ketua Ops, Drg Ary membantu mengarahkan. Kegiatan demi kegiatan pun mengalir.
Canopy menggelar In Docs serial film dokumenter kelas dunia disusul launching buku, eksebisi foto dan lukisan Pijar Publishing, hingga kunjungan internship programme Bonn University ala Borneo Tribune-Tribune Institute.
Dus program demi program pun terus dirajut-berlanjut. Kebersamaan terus terpatri dan insya Allah akan ada tabulasi aktivitas sepanjang tahun 2010 kelak.
Cita-cita mulia berbasis edukasi pun terus dikejar. Semoga saja fajar terang dapat diraih seperti kata Bung Karno, ”Gantungkan cita-citamu setinggi langit.”
Minggu, 23 Agustus 2009
Memindai Rumah Mimpi
Posted by Noeris at 08.03
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar