Pada kolom Tak Kenal Maka Tak Sayang di edisi Sabtu, 19 Mei 2007 ini upaya memperkenalkan Harian Borneo Tribune sudah menginjak edisi keempat. Pada edisi percontohan perdana 15 Mei lalu sudah didederkan alasan kenapa kami memilih nama Borneo Tribune.
Selanjutnya pada edisi 16 Mei kami beberkan soal idealisme, trilogi yang diperdebatkan berbulan-bulan. Lalu pada edisi teranyar kemarin diuraikan prihal maskot Enggang Gading yang distilir.
Gong pembuka di atas perlu kami sampaikan karena hari ini merupakan edisi launching (peluncuran) perdana. Pada edisi launching ini barangkali banyak pihak yang menduga bahwa kami baru cetak perdana pada hari ini juga, padahal sesungguhnya tidak. Kami sudah cetak edar sejak 15 Mei lalu.
Pada kesempatan ini ingin kami katakan bahwa Borneo Tribune mempunyai nilai historis atas hari-hari yang telah dilaluinya. Termasuk suka cita terbit edarnya. (Cerita detilnya dapat diikuti pada laporan khusus kami di edisi hari Minggu, 20 Mei 2007). Singkatnya kami merasa ada nilai historis selain yang bersifat idealis. Nilai historis itu kami petik—salah satunya—dari soft launching Gedung Borneo Tribune pada Senin, 7 Mei 2007 nyaris dua minggu lalu.
Pada saat soft launching tersebut kami bersuka-cita. Karena gedung yang semula buram telah tersulap dengan warna pucuk daun yang lembut. Sarana komputer yang hanya dua telah beranak-pinak jadi 30-an. Unit kantor pun tidak hanya satu melainkan dua. Satu di Purnama dan satu lagi di Gajahmada.
Kami benar-benar senang dengan pembukaan kantor bersama Dewan Direksi di mana kunci pintu dibuka dan kami semua melangkah masuk dengan langkah kanan menandainya.
Terasa benar kebersamaan yang menjadi icon untuk menegakkan idealisme, hidup rukun dan damai dalam keberagaman dan kebersamaan.
Acara yang dimulai pada pukul 08.00 itu terus berlangsung hingga pukul 09.00 WIB. Ini angka yang baik di hari ke-7 bulan Mei 2007.
Konsultan Manajemen Borneo Tribune, Michael Yan Sriwidodo, SE, MM pun mengatakan 789 adalah angka keramat yang dapat dibaca dengan “menuju perkembangan abadi”.
Tujuh artinya ada yang dituju. Delapan bermakna berkembang. Sembilan bermakna prima, tinggi atau abadi. Oleh karena itu 789 adalah sebuah kebetulan yang bernilai amat baik sebagai langgam historis Borneo Tribune: menuju perkembangan abadi.
Kami senang dengan suguhan air teh manis yang menandakan kehidupan, bekerja dan berjuang itu manis. Semoga hari-hari selanjutnya kami juga merasakan manis senantiasa.
Walaupun kami bercita-cita untuk “manis” selalu, tapi kami sadar bahwa hidup ini ibarat siang dan malam. Ada manis, ada pahit. Ada pasang, ada surut.
Dibarengi kesadaran itu kami pun tak melupakan menikmati sajian onde-onde. Makanan ringan ini menyiratkan semangat kerja keras harus bulat. Persatuan kami harus kenyal. Harus elastis sehingga dapat bertahan atau survive.
Tak hanya ingin bertahan semata-mata. Kami juga ingin berkembang. Kami pun menikmati “kue ketawa”. Kue ketawa yang tak lain dan tak bukan merupakan apam kembang.
Tak cukup rasanya menikmati aneka makanan simbolik tersebut. Kami juga makan jeruk. Jeruk jika dibuka segera tampak susunan jari yang berkembang. Dari sisi warna juga laksana emas.
Simbol-simbol di atas membuat kami benar-benar menikmati. Makanannya masuk ke lambung dan diproses menjadi darah daging. Makna filosofinya juga masuk dan menyerap di dalam otak sampai ke dalam sukma. Kami ingin memanusiawikan manusia dan membawa Borneo Tribune menuju perkembangan abadi.
Kelak angka historis 789 ini akan kami tetapkan sebagai simbol kinerja Borneo Tribune. Menjadi culture corporate atau budaya kerja awak Borneo Tribune.
Simbol kinerja itu diorientasikan secara fundamental dalam bentuk pendidikan. Baik pendidikan internal maupun eksternal.
Kami sadar sesadar-sadarnya bahwa hidup gemilang hanya bisa dicapai dengan ilmu pengetahuan. Dengan semangat belajar. Sebab sudah nyata dikatakan: jika hendak sukses di dunia hendaklah dengan ilmu. Jika mau sukses hidup setelah dunia hendaklah dengan ilmu. Dan jika ingin sukses kedua-duanya hendaklah dengan ilmu juga.
Pada pekan depan kami sudah mulai action. Kami mulai menggarap bidang pendidikan ini dengan jurnalisme struktural. Kami mulai mendirikan kampus jurnalistik baru bernama Tribune Institute.
Selasa, 15 Mei 2007
Historis 789 dan Tribune Institute
Posted by Noeris at 10.09
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar